iii
1. Pendahuluan ........................................................................................................
1.1. Latar Belakang .............................................................................................
1.2. Tujuan...........................................................................................................
1.3. Manfaat ........................................................................................................
2. Bioekologis Virus ...............................................................................................
2.1. Biologi Virus................................................................................................
2.1.1. Struktur Virus...........................................................................................
2.1.2. Struktur Tubuh Virus...............................................................................
2.2. Ekologi Virus..............................................................................................
2.3. Faktor Pemicu Kerentanan Ikan Terhadap Virus........................................
3. Penyakit Viral Necrousis Nerveus (VNN) ..........................................................
3.1. Pola Penularan Viral Necrousis Nerveus (VNN) .......................................
3.2. Gejala Klinis Yang Ditimbulkan VNN.......................................................
3.3. Transmisi Vertikal dan Horizontal dari VNN.............................................
3.4. Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan...............................................
3.5. Penanganan Lingkungan Budidaya.............................................................
4. Kesimpulan..........................................................................................................
4.1. Kesimpulan..................................................................................................
4.2. Saran............................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................
VIRAL NECROSIS NERVEUS (VNN) PENYEBAB KEMATIAN MASSAL
BENIH IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis).
1. Pendahuluan
Di Asia Tenggara, produksi aquakultur telah tumbuh dengan cepat untuk dekade terakhir, dan telah menyokong secara signifikan persediaan pangan di seluruh dunia serta mampu meningkatkan pendapatan rata-rata untuk banyak negara. Terdapat peningkatan permintaan produk perikanan yang tinggi seperti ikan grouper orange-spotted (Epinephelus coioides), Ikan Kakap Merah Snapper (Lutjanus argentimaculatus), (Lates calcarifer) (Asia Sea Bass), dan Rabbitfish (Siganus guttatus) dengan harga pasar yang lebih tinggi. Budidaya ikan Karamba Jaring Apung (KJA) telah semakin meluas seperti negara Pilipina, Thailand dan Malaysia.
Intensifikasi aquakultur di banyak negara ini telah mendorong kejadian penyebaran berbagai penyakit dengan relative cepat, dan penyakit adalah salah satu dari faktor penghalang untuk dapat mendukung produksi komoditas perikanan, terutama selama tahap pemeliharaan larva dan benih dari organisme budidaya. (Yukio, 2007).
Viral Necrosis Nerveus (VNN) telah menyebar di Jepang, Korea, China, Negara-Negara Asia Tenggara, Australia Utara, Austria, Iran, Isreal, Yunani, Perancis, Norwegia, Kanada dan Amerika. Penyakit ini sangat ganas sehingga cepat menyebar diberbagai belahan bumi. Sehingga, patogen ini sangat ditakuti oleh semua negara yang memiliki industri perikanan. Patogen ini dapat mengakibatkan kematian massal ikan-ikan yang dibudidayakan dalam waktu yang relative singkat (Chi, 2006). Sebagian besar ikan yang diserang oleh VNN adalah beberapa jenis di Asia yaitu antara lain ; Ikan Kerapu (grouper), Epinephelus spp di wilayah Asia Tenggara dan Jepang, Ikan Barramundi (Asia seabass), Ikan Kakap Lates calcarifer (Bloch) di Asia Tenggara dan India serta Australia. Ikan Sea Bass, Dicentrarchus labrax (L.) di Australia Utara, Ikan Striped jack, Pseudocaranx dentex di Jepang Ikan, Red Drum, Sciaenops ocellatus di Korea, Ikan Golden Grey Mullet, Liza auratus di Iran, dan banyak lainnya.
Wilayah penyebaran penyakit Viral Necrosis Nerveus (VNN) di dunia tercantum pada gambar 1 (Chi, 2006) :
Gambar 1. Peta penyebaran penyakit VNN didunia. (Chi, 2006).
Di Indonesia, patogen ini banyak menyerang ikan yang dipelihara di Keramba Jaring Apung (KJA) maupun larva ikan yang masih dipelihara di panti-panti pembenihan (hatchery) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. VNN menjadi tantangan besar dalam industri bidang aquakultur oleh karena frekuensi timbulnya penyakit yang tingkat tinggi dapat mengakibatkan angka kematian (mortalitas) mendekati 100% dan distribusi penyebarannya yang luas baik pada perairan hangat maupun perairan yang dingin sebagai media hidup berbagai jenis ikan.
Betanodaviruses (keluarga Nodaviridae) adalah agen yang menyebabkan viral necrosis nerveus (VNN) atau virus Encephalopathy dan Retinopathy (VER) pada berbagai kegiatan budidaya ikan laut di seluruh dunia. Penyakit ini terjadi terutama sepanjang periode pembenihan larva dan proses budidaya ikan berlangsung (Dennis, et all, 2006)
1.1. Latar Belakang
Virus adalah organisme berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel
eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis virus yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Biasanya, virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA) tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influensa dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).
1.2. Tujuan
- Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang penyakit yang disebabkan oleh virus terutama Viral Necrosis Nerveus (VNN) penyebab kematian massal benih ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis), ekobiologi dan struktur virus, cara penyerangan, gejala yang ditimbulkan, pola pencegahan dan pengendalian penyakit dari virus.
- Sebagai salah satu tugas terstruktur mata kuliah Aquatic Microbiology.
1.3. Manfaat
- Sebagai informasi penting bagi pelaku kegiatan budidaya perikanan untuk memahami penyakit Viral Necrosis Nerveus (VNN) pada benih ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis).
- Untuk mengetahui informasi pencegahan penyakit Viral Necrosis Nerveus (VNN).
2. Bioekologis Virus
Ilmu yang mempelajari tentang virus disebut virologi. Virus secara bahasa berarti racun. Hampir semua jenis virus dapat menyebabkan berbagai penyakit pada organisme lainnya yang disebut dengan host (inang). Virus memiliki ukuran yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang memilki daya pembesaran tinggi. Karena ukuran yang sangat kecil tersebut virus lolos dari saringan bakteri (bakteri filter).
Virus pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Iwanousky (1892) dan Bayerinck (1899) sewaktu keduanya melakukan penelitian penyakit mozak pada tembakau. Kemudian Wendel Stanley (1935) seorang ilmuwan Amerika berhasil mengkristalkan virus penyebab penyakit mozaik daun tembakau (virus TWM) (Pratiwi, dkk 2004)
Virus mempunyai perbedaan dengan sel makhluk hidup yaitu antara lain ; 1. Virus hanya memiliki 1 tipe asam nukleat sedangkan sel hidup memiliki 2 tipe asam nukleat sekaligus, 2. Virus tidak dapat mereproduksi semua bagian selnya, virus hanya mereproduksi materi genetik dan selubung proteinnya sedangkan sel hidup dapat mereproduksi semua bagian selnya. 3. Virus tidak memiliki system metabolisme, oleh karena itu virus tidak dapat tumbuh dan bereproduksi tanpa adanya sel inang sedangkan sel hidup memiliki system metabolisme.
Partikel virus mengandung DNA atau RNA yang dapat berbentuk untai tunggal atau ganda. Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik tersebut diselubungi lapisan protein yang disebut kapsid. Kapsid bisa berbentuk bulat (sferik) atau heliks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus.
Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.
Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel.
Partikel lengkap virus disebut virion. Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel inang.
2.1. Biologi Virus
Virus memiliki ciri-ciri yang khas yan tidak dimiliki oleh organisme lain. Sifat virus sebagai parasit obligat berarti virus hanya dapat berkembangbiak pada sel-sel makhluk hidup lain. Dalam reproduksi virus hanya memerlukan asam nukleat saja. Ciri lainnya, virus tidak dapat bergerak maupun melakukan aktifitas metabolisme sendirii.
2.1.1. Struktur Virus
- Virus merupakan organisme aseluler (tidak mempunyai sel)
- Partikel dewasanya terdiri atas inti berupa asam nukleat yang dibungkus oleh pembungkus dari protein sebagai pelindung gen-gen yang vital dan membantu virus dalam menembus sel inang (host).
- Ukuran virus sangat kecil, jauh lebih kecil daripada bakteri, yakni berkisar antara 20 mµ-300 mµ (1 mikron =1.000 milimikron). Untuk mengamati virus diperlukan mikroskop elektron dengan kekuatan pembesaran mencapai 50.000 kali.
- Virus hanya memiliki salah satu asam nukleat saja (RNA atau DNA) dan berupa benang tunggal atau dobel pilinan.
- Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan bentuknya sangat bervariasi. Ada yang berbentuk oval, memanjang, silindris, kotak, dan kebanyakan berbentuk seperti kecebong dengan kepala oval dan ekor silindris.
- Virus patogen pada ikan dan udang kebanyakan adalah merupakan radovirus dengan bentuk seperti peluru (Zonneveld, 1991)
2.1.2. Struktur Tubuh Virus
Secara struktur, tubuh virus terdiri dari kepala, kulit (selubung atau kapsid), isi tubuh, dan serabut ekor.
- Kepala
Bagian kepala virus berisi DNA atau RNA dengan bagian luarnya diselubungi oleh kapsid. (lihat gambar 4)
- Kapsid (kulit)
Kapsid (kulit) adalah selubung yang berupa protei. Kapsid ini terdiri dari bagian-bagian yang disebut kapsomer. Kapsid juga teriri atas protein-protein monomer identik yang masing-masing terdirir dari rantai polipeptida.
- Isi Tubuh
Isi tubuh yang sering disebut viron adalah bahan genetik yakni asam nukleat dari DNA atau RNA.
- Ekor
Ekor virus merupakan alat penancap ke tubuh organisme inang yang diserangnya, ekor virus terdiri dari tabung bersumbat yang dilengkapi dengan benang (serabut).
2.2. Ekologi Virus
Reproduksi virus secera umum terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik proses-proses pada siklus litik ; pertama, virus akan mengadakan adsorpsi atau attachment yang ditandai dengan menempelnya virus pada dinding sel, kemudian pada virus tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian virus akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis
Untuk berkembangbiak, virus memerlukan lingkungan sel hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan atau sel tumbuhan untuk melakukan reproduksi. Dalam menginfeksi tubuh host, ada dua (2) cara virus menginfeksi sel bakteri yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun tumbuhan inang mirip dengan yang berlangsung pada bakteriofag (virus yang menyerang bakteri atau biasa disebut dengan fag), yaitu melalui fase absorpsi, sintesis dan lisis) (Pratiwi dkk, 2004).
a. Infeksi secara litik
Infeksi secara litik melalui fase-fase sebagai berikut ;
1. Fase absorpsi dan Infeksi
Virus menginfeksi inang dengan melekatkan ujung ekornya dan mengifeksi bagian tertentu dari dinding sel hidup organisme inang, daerah yang diinfeksi tersebut disebut daerah reseptor. Virus tidak memiliki enzim lisozim yang berfungsi untuk merusak atau melubangi dinding sel inang. Sesudah sel inang terhidrolisasi (rusak) oleh lisozim, maka seluruh DNA masuk ke dalam sel inang. Virus kemudian merusak dan mengendalikan DNA sel inang.
2. Fase replikasi (fase sintesis)
DNA virus mengadakan pembentukan DNA (replikasi) menggunakan DNA inang sebagai bahan, serta membentuk beratus-ratus molekul DNA baru virus yang lengkap dengan selubungnya.
3. Fase pembebasan virus baru (fase lisis)
Setelah virus baru terbentuk, sel-sel inang akan pecah (lisis) sehingga keluarlah virus yang baru tersebut. Jumlah virus baru tersebut dapat mencapai sekitar 200.
b. Infeksi secara lisogenik
Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase sebagai berikut :
1. Fase absorpsi dan infeksi
Virus akan mencari tempat yang spesifik untuk menempel. Setelah itu virus melakukan penetrasi pada sel inang dan kemudian mengeluarkan DNAnya ke dalam tubuh sel inang.
2. Fase penggabungan
Fase ini ditandai dengan bersatunya DNA virus dengan DNA sel inang
3. Fase pembelahan
Pada saat sel inang melakukan pembelahan diri maka DNA virus ikut membelahkan diri sehingga dia sel anakan sel inang tersebut juga mengandung DNA virus didalam selnya. Hal ini terus berlangsung selama se inang melakukan pembelahan diri. (Pratiwi dkk, 2004)
Infeksi secara lisogenik ini virus tidak melakukan pembelahan sel tetapi terjadi penyusunan bahan virus baru yang berasal dari bahan yang telah ada pada sel inang yang diserang.
Virus dapat menjadi agensia penyakit atau agensia hereditas. Sebagai agensia penyakit, virus dapat masuk kedalam sel dan menyebabkan perubahan-perubahan yang merugikan pada sel inang yang diinfeksinya, sehingga sel inang rusak atau bahkan mati. Sedangkan sebagai agensia hereditas virus dapat masuk kedalam sel inang dan menyebabkan perubahan-perubahan yang dapat diwariskan. (Jutono, 1975)
2.3. Faktor Pemicu Kerentanan Ikan Terhadap Virus
Munculnya suatu penyakit pada organisme disebabkan oleh adanya interaksi triple (tiga unsur) yang bekerja secara bersamaan, yaitu unsur lingkungan, patogen dan inang (organisme budidaya). Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 7. Pola hubungan interaksi antara patogen penyakit, inang dan lingkungan (Lio-Po et all, 2001)
Suatu penyakit akan muncul jika terjadi pola hubungan yang tidak seimbang antara unsur patogen, inang dan lingkungan. Bila kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi yang mendukung kehidupan inang, misalnya adanya bahan pencemar sehingga kualitas air menjadi menurun maka hal ini akan memacu suatu keadaan tertekan (stres) bagi organisme inang. Kondisi stres ini akan memicu penurunan daya tahan tubuh ikan/udang yang dibudidayakan, saat bersamaan pathogen penyakit akan mudah menyerang. Dengan kata lain, kondisi lingkungan yang menurun, pathogen penyakit menjadi lebih ganas dan daya tahan tubuh inang menurun adalah kondisi yang sangat memungkinkan timbulnya penyakit pada kegiatan budidaya ikan/udang.
3. Penyakit Viral Necrousis Nerveus (VNN)
Infeksi Viral Necrousis Nerveus (VNN) alami adalah akut, dan munculnya penyakit dapat sangat merusak ketika serangan kejadian virus adalah berinteraksi dengan faktor tekanan seperti kepadatan penebaran yang tinggi dan temperatur air dalam system budidaya. Kombinasi dari faktor ini bisa menyebabkan mortalitas tinggi selama periode pemeliharaan.
Viral Nerveus Necrosis (VNN) (istilah alternatif: virus encephalopathy dan retinopathy (VER) adalah penyakit yang terdaftar oleh The Office International des Epizooties (OIE), menjadi masalah utama didalam produksi perikanan laut didunia. Identifikasi virus penyebab VNN ini adalah anggota family Nodaviridae diperoleh dengan menyelidiki asam nukleat dan protein struktural dari larva virus Pseudocaranx dentex. Keluarga Nodaviridae terdapat dua jenis yaitu jenis Alphanodavirus dan Betanodavirus, kedua jenis ini sangat ganas dalam menginfeksi ikan. Betanodaviruses (family Nodarideae) adalah agen penyebab serangan viral nerveus necrosis (VNN) pada budidaya ikan laut. Betanodaviruses adalah virus kecil, berbentuk bola, tidak punya kapsid dengan genome yang terdiri atas dua ikatan tunggal. Nodaviruses adalah virus icosahedral yang tidak dibungkus dengan suatu genome terdiri dari 2 RNAs13 ikatan tunggal. Piscine nodaviruses (betanodaviruses) telah menunjukkan infeksi pada lebih dari 30 jenis ikan laut terutama pada masa larva dan juvennil, dan infeksi yang umumnya mengakibatkan mortalitas yang tinggi.(Yukio, 2007)
Piscine nodaviruses dapat digolongkan ke dalam 4 genotypes berdasar pada urutan nucleotide protein mantel gen: SJNNV (striped jack nervous necrosis virus), RGNNV (redspotted grouper nervous necrosis virus), TPNNV (tiger puffer nervous necrosis virus), and BFNNV (barfin flounder nervous necrosis virus). Infeksi Piscine nodavirus telah dihubungkan dengan angka kematian tinggi pada jenis ikan grouper yang dibudaya di Taiwan, Singapore, Thailand, China, dan Indonesia. Baru-baru ini telah didokumentasikan perjangkitan VNN antar larva pada hatchery dari ikan orange-spotted grouper dan Asia Sea Bass di Philippines. Dengan analisa phylogenetic, isolasi dari ikan orange-spotted grouper dan Sea Bass Asia memiliki genotype RGNNV (data tak diterbitkan). Infeksi Piscine nodavirus merupakan ancaman potensial untuk menyebabkan kerusakan pada banyak jenis ikan aquakultur di daerah tersebut. Suatu kebutuhan mendesak untuk menentukan cakupan ikan yang menjadi host dari virus ini. Virus dari jenis betanodavirus adalah agen yang menyebabkan encephalopathy karena virus dan retinopathy, juga dikenal sebagai viral necrosis nerveus (VNN), suatu penyakit yang menghancurkan industri budidaya ikan laut di seluruh dunia. (Chi, 2006,)
Betanodaviruses adalah agen peyebabkan serangan viral nerveus necrosis (VNN) pada budidaya ikan laut. Otak ikan dan jaringan lain hewan invertebrate telah diuji dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan tujuan untuk mendeteksi betanodavirus. Hasil positif uji PCR diperoleh dari otak 8 jenis ikan laut (shrimp fish Aeoliscus strigatus, milkfish Chanos chanos, three spot damsel Dascyllus trimaculatus, Japanese anchovy Engraulis japonicus, pinecone fish Monocentris japonica, blue ribbon eel Rhinomuraena quaesita, look down fish Selene vomer, yellow tang Zebrasoma flavesenes), 1 jenis invertebrate laut (spiny lobster Pamulirus versicolor), dan 2 jenis ikan air tawar (South American leaf fish Monocirrhus polyacanthus and red piranha Pygocentrus nattereri). Tingkat pendeteksian PCR adalah 11/237 (4.64%). Secara subklinik dan ikan dalam akuarium terkena infeksi dan invertebrate berdasarkan sumber inoculum betanodaviruses.
3.1. Pola Penularan Viral Necrousis Nerveus (VNN)
Serangan VNN antar populasi pada budidaya ikan laut dapat terjadi dengan transmisi secara vertikal atau secara horisontal. Di Korea, gejala serangan VNN pertama kali dilaporkan menyerang budidaya ikan grouper (kerapu) (Epinephelus septemfasciatus). Kematian massal pada ikan red drum (Sciaenops ocellatus) yang dipelihara dip anti pembenihan berhubungan dengan betanodavirus (Chi, 2006).
Karakteristik Histo- dan Cytopathological Viral Necrousis Nerveus (VNN) tercantum dalam gambar 2.
Gambar 2. Efek Cytopathic dari Sel VNN yang terinfeksi (A) Sel yang belum terserang VNN (B) Sel yang telah rusak oleh serangan VNN (Chi, 2006).
Kerusakan jaringan sel inang yang terserang oleh Viral Necrousis Nerveus (VNN) tercantum dalam Gambar 3 sebagai beruikut :
(A) Normal GF-1 cells. (B) GNNV-infected cells.
Gambar 3. Perbedaan antara sel normal dengan sel yang terserang VNN (Chi, 2006).
Didalam perkembangan larva, vakuolasi pertama yang perlu diamati mengenai tulang belakang, pada spina (sirip punggung), kerusakan pada gelembung renang, kemudian keadaan dalam otak, dan didalam retina, ditandai pada tulang belakang terdapat titik lokasi awal untuk perkembangbiakan VNN. ( Nguyen et al., 1996) Secara alami, larva ikan muda yang terserang virus dapat dideteksi dalam epithelial sel kulit dan epithelium yang berhubungan dengan usus (intestinal), yang secara bersamaan dengan sel syaraf Central Nerveos System (CNS) sebgai tahap awal infeksi atau peradangan oleh NNV. Neurotropisme dari indikasi serangan virus VNN itu mungkin memperoleh akses ke sistem saraf pusat (CNS) lewat saraf peripheral, misalnya lewat hubugan saraf otomatis pada organ pencernaan, juga lewat sensor dan berhubungan dengan saraf motorik pada epithelium dari kulit. (Dennis et all, 2006).
Ikan grouper pada fase grow-out bisa terkena infeksi oleh VNN dengan perubahan pernasal. VNN menembus epithelium nasal lewat syaraf penciuman dan gelembung penciuman, dan menyerang kuping penciuman. Lewat intramuscular (I.M.), VNN melewati sistem saraf peripheral dalam jaringan muscular tepi, diangkut melalui axon ke jaringan spina pada tulang belakang. NNV dapat menyerang Central Nerveus System (CNS) lewat sirkulasi darah sebagai titik awal injeksinya (Dennis et all, 2006)..
3.2. Gejala Klinis Yang Ditimbulkan VNN
Gejala klinis umum VNN pada beberapa jenis ikan antara lain perilaku ikan terserang berenang tak menentu, dan ikan mengapung dengan perut diatas disebabkan oleh pembengkakan gelembung renang (swim bladder), warna tubuh terlihat lebih gelap dan selera makan berkurang. Kematian (mortalitas) kumulatif mencapai 34% dan 56% selama 10 minggu. Ikan yang terkena infeksi VNN biasanya memperlihatkan keadaan gangguan saraf yang berhubungan dengan vacuolisasi (kerusakan) kuat sistem nerves pusat dan retina. (R. Thie´ry,1, ett all, 2006)
Tanda klinis ikan yang terserang VNN adalah :
- Hilangnya selera makan
- Kelesuan
- Perilaku renang abnormal (gerakan memutar dan menabrak kasar)
- Pembesaran gelembung renang pada beberapa jenis ikan
- Pewarnaan gelap
(a) (b)
Gambar 4. Warna pucat larva ikan Barramundi (a) dan benih ikan grouper (kerapu) berenang tidak abnormal akibat dari serangan VNN (b) (Chi, 2006)..
3.3. Patogenitas dan Umur Ikan
Betanodaviruses pada dasarnya menyerang atau menginfeksi ikan pada awal awal masa perkembangan (larva dan benih). VNN kadang-kadang juga menyerang pada ikan dewasa. Beberapa jenis ikan yang diserang oleh VNN seperti :
– Ikan Brown grouper,
– Ikan Seven-banded groupers,
– Ikan Greasy grouper
– Ikan Cobia
– Belut Euorpean
Serangan VNN lebih ganas pada ikan yang masih muda terutama pada masa awal perkembangannya. Larva dan benih ikan kerapu sangat sensitif dimana kekebalan tubuh pada fase ini relatif masih lemah, sehingga kedaan ini mengakibatkan serangan VNN menjadi lebih akut.
3.4. Transmisi Vertikal dan Horizontal dari VNN
Transmisi VNN secara vertical, VNN dapat mnenyebar melalui larva dari VNN-pemijahan positive, tetapi bukan pada larvae dari VNN-pemiahan negative. Bertelur adalah suatu reservoir virus yang penting. VNN telah dideteksi ada pada gonad, usus, perut, ginjal dan hati sebagai tempat karir mengeram. VNN menyebar dalam indung telur dikeluarkan oleh induk sehingga telor dapat menyebabkan transmisi vertical dari virus ini.
Kebiasaan makan dan makanan dari ikan dapat juga menjadi sarana penyebaran virus VNN baik itu antar spesies (inter-species) maupun sesama spesies (Intra-Species) baik secara klinis atau secara subklinik sehingga menyerang ikan. Organisma sebagai makanan hidupnya yang terkontaminasi VNN seperti pada Artemia, Copepoda, dan Ikan rucah sebagai pakan hidup ikan kerapu. Perilaku sebagai ikan karnivora misalnya pada masa larva ikan grouper (kerapu) juga menjadi alternatif dari penyebaran virus VNN tersebut. (Chi, 2006)
Transmisi VNN secara horizontal pada populasi ikan liar pada area budidaya aquakultur dan ikan-ikan liar di laut pernah diketahui terkena infeksi VNN dengan genotype RGNNV. Transmisi secara horisontal juga dapat melalui ikan asymptomatically yang terkena infeksi VNN.
3.5. Pengadaan Vaksin VNN
Tidak ada jenis antibiotik dan kemoterapi lain yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit viral. Pencegahan lebih efektif untuk pengendalian penyakit viral. Sehingga diperlukan suatu vaksin yang dapat digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh organisme agar dapat lebih tahan dari serangan infeksi patogen virus. Untuk itu pengadaan vaksin virus sangat membantu dalam menekan dampak yang ditimbulkan oleh virus penyebab berbagai penyakit viral. Untuk memperoleh vaksin dalam menekan keganasan VNN dapat diperoleh dari berbagai cara, antara lain ;
o Recombinant Vaksin
o DNA vaksin
o Vaksin Inaktivasi dengan :
- Inaktivasi dengan bahan-kimia (formalin atau BEI)
- Test keselamatan dengan memotong jalan lintasan dari virus yang diinaktivasi didalam sel kultur.
- Imuniasi (perendaman atau suntikan)
4. Test kemampuan dan evaluasi perlindungan yang efisiensi (Chi, 2006).
Inokulum virus
Larva ikan orange-spotted grouper yang terinfeksi VNN mempertunjukkan perilaku berenang yang abnormal, yang dikumpulkan epizootics secara alami pada 2001 dan telah disimpan pada – 80ºC. Bagian kepala ikan yang sakit adalah thawed dan dihomogenkan pada dilusi 1:10 w/v pada kumpulan garam seimbang (HBSS). Setelah sentrifugasi pada 1,500 rpm selama 10 min pada 4ºC, menghasilkan supernatant pas melalui saringan membran (0.45 µ m), kemudian dilemahkan dengan HBSS ketika diperlukan, dan digunakan sebagai inoculum virus. Titrasi virus dilaksanakan dengan menggunakan sel SSN-1.
Diagnosis Virus
Saat ini telah dikembangkan berbagai metode diagnosis virus diantaranya metode konvensional seperti histopatologi, dotblot, hibridisasi, in situ dan PCR dan RT-PCR. Metode diagnosis dengan PCR mungkin merupakan salah satu metode yang cepat dan menjanjikan tingkat akurasi yang tinggi dibandingkan metode lain. Sampel dapat disiapkan dalam awetan alkohol 70% dalam potongan kecil (0,5 cm), untuk PCR dan penggunaan formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologi. (Nguyen, 1997)
Beberapa sistem diagnosa yang efektif dari VNN :
a. Berdasarkan Asan Nukleat misalnya RT-PCR dan PCR serta Hibridisasi secara in situ
b. Berdasarkan Protein misalnya IFA, penandaan IHC, ELISA, Western Blot dan One-step Immunochromatography
c. Berdasarkan Virion misalnya Kultur Sel (Chi, 2006).
3.6. Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan
Ikan terinfeksi oleh virus sangatlah sulit untuk diobati. Ada dua cara tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab penyakit dari lingkungan clan meningkatkan kekebalan ikan terhadap viral. Tindakan pencegahan pertama, desinfeksi semua wadah clan peralatan, seleksi incluk klan telur bebas virus. Tindakan selanjutnya bila memungkinkan adalah meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin clan immunostimulan atau vitamin. Diantara tindakan penanganan yang ada, vaksin merupakan tindakan yang paling efektif untuk mencegah penyakit viral.
Pencegahan lebih efektif untuk pengendalian penyakit viral. Tidak ada jenis antibiotik dan kemoterapi lain yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit viral. Usaha pencegahan sebagai kendali dalam menghindarkan ikan yang dibudidaya dari serangan patogen VNN. Tindakan pencegahan ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut ;
- Penyediaan benih bebas virus
- Pemilihan calon induk yang bebas VNN
- Mengurangi tekanan pemijahan pada ikan yang dipijahkan
- Sterilisasi perkakas, air dan lingkungan
- Sterilisasi telor
6. Pengembangan vaksin
- Penjagaan kualitas lingkungan
- Pengendalian Penyakit
Pembersihan karien di lingkungan tambak merupakan alternatif yang paling berhasil untuk program pengendalian penyakit viral. Aplikasi ilmunostimulan dapat merangsang sistem kekebalan non spesifik udang windu karena biasanya memanipulasi mekanisme sel induknya untuk bereproduksi, virus sangat sulit untuk dibunuh. Metode pengobatan sejauh ini yang dianggap paling efektif adalah vaksinasi, untuk merangsang kekebalan alami tubuh terhadap proses infeksi, dan obat-obatan yang mengatasi gejala akibat infeksi virus.
Penyembuhan penyakit akibat infeksi virus biasanya disalah-antisipasikan dengan penggunaan antibiotik, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus. Efek samping penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Karena itulah diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri atau virus.
Melalui penerapan kemajuan teknologi dibidang biologi modern berbagai penyakit yang disebabkan oeh virus telah dapat dihindari dengan mengguakan vaksin yang bekerja efektif terhadap virus. Vaksin dapat dibuat dengan bantuan mikroorganisme (virus atau bakteri) yang dilemahkan ataupun toksin yang dihasilkan mikroorganisme tersebut. Namun dengan kemajuan teknologi pembuatan vaksin secara konvesional telah dapat diperbaiki dengan menggunakan rekayasa genetik. Adanya vaksin memungkinkan kekebalan tubuh bekerja dengan membentuk antibodi atau membantu tubuh membentuk sel penting yang akan menghasilkan antibodi jika penyakit timbul dalam satu bentuk virulen (Pratiwi dkk, 2004).
4. Kesimpulan
4.1. Kesimpulan
- Virus penyebab penyakit Viral Necrosis Nerveus (VNN) adalah Nodaviridae terdapat dua jenis yaitu jenis Alphanodavirus dan Betanodavirus. Nodaviruses adalah virus icosahedral yang tidak dibungkus dengan suatu genome terdiri dari 2 RNAs13 ikatan tunggal. Betanodaviruses adalah virus kecil, berbentuk bola, tidak punya kapsid dengan genome yang terdiri atas dua ikatan tunggal.
- Serangan VNN antar populasi pada budidaya ikan laut dapat terjadi dengan transmisi secara vertikal atau secara horizontal.
- Munculnya suatu penyakit pada organisme disebabkan oleh adanya interaksi triple (tiga unsur) yang bekerja secara bersamaan, yaitu unsur lingkungan, patogen dan inang (organisme budidaya).
- Gejala klinis umum ikan yang terserang VNN antara lain perilaku berenang tak menentu, ikan mengapung dengan perut diatas disebabkan oleh pembengkakan gelembung renang (swim bladder), ikan tampak lesu (lethargy) warna tubuh terlihat lebih gelap dan selera makan berkurang. Ikan yang terkena infeksi VNN biasanya memperlihatkan keadaan gangguan saraf yang berhubungan dengan vacuolisasi (kerusakan) kuat sistem nerves pusat dan retina.
- Pencegahan penyakit akibat infeksi virus biasanya disalah-antisipasikan dengan penggunaan antibiotik, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus. Efek samping penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Karena itulah diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri atau virus. Pencegahan VNN yang efektif adalah dengan vaksin.
4.2. Saran
- Sangat diperlukan suatu vaksin yang dapat digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh organisme agar dapat lebih tahan dari serangan infeksi patogen virus. Pengadaan vaksin virus sangat membantu dalam menekan dampak negatif dari patogen penyakit viral.
- Perlu upaya pencegahan untuk menekan dampak penyakit viral pada organisme budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
Chi, S.C, 2006, Piscine Nodavirus Infection in Asia, Department of Life Science and
Dennis K. G, Dong J. L, Gun W. B, Hee J. Y, Nam S. S, Hwa Y. Y, Cheol Y. H, Jun H. P, Se C. P , 2006, Detection of betanodaviruses in apparently healthy aquarium fishes and invertebrates, Zoonotic Disease Priority Research Institute, and College of Veterinary Medicine, Seoul National University, Seoul 151-742, Korea
Jutono, Hartadi, S. Kabiru S. Susanto, Judoro, Suhadi (1975), Mikrobiologi Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta, Fakultas Pertanian UGM. 192 hal.
Lio-Po, G. D, C. R. Lavilla, E. R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in Aquaculture. Aquaculture Department Southeast Asian FisheriesDevelopment Centre. Tigbauan. Hoilo. Philipines. 187p.
H.D Nguyen, K.Mushiake, T. Nakai and K. Muraga, 1997. Tissue distribution of striped jack nervous necrosis virus (SJNNV) in adult striped jack, Faculty of Applied Biological Science,
R. Thie´ry, J. Cozien, J. Cabon, F. Lamour, M. Baud, and A. Schneemann, 2006, Induction of a Protective Immune Response against Viral Nervous Necrosis in the European Sea Bass Dicentrarchus labrax by Using Betanodavirus Virus-Like Particles, French Food Safety Agency, BP 70, F-29280 Plouzane´, France,1 and Department of Molecular Biology, The Scripps Research Institute, La Jolla, California 920372
Pratiwi, DA. Maryati, S,. Srikini, suharno, S. Bambang (2004) Biologi SMA, Jakarta, Penerbit Erlangga. 178 hal.
Sunarto, Agus (2005). Manajemen Penyakit Viral Pada Udang. Makalah Seminar Jakarta.
Zooneveld, N (1991), Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 235 hal.
Yuasa, Kei, 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Balai Budidaya Air Tawar Jambi, Ditjen Perikanan Budidaya, DKP dan JICA
Yukio M, Leobert d. De la peña and Erlinda R. Cruz-lacierda, 2007. Susceptibility of Fish Species Cultured in Mangrove,
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda :