By. Muammad Fahri PPS U. Brawijaya Malang 2009
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UU No. 25 Tahun 2004 mengamanatkan sektor perikanan (khususnya perikanan budiaya) menjadi salah satu pilar Agenda Pembangunan Nasional 2004 – 2009. Mengingat potensi sumberdaya perikanan umumnya dan perikanan laut pada khususnya, maka budidaya perikanan laut diharapkan berperan lebih besar baik sebagai andalan ekspor maupun sebagai bagian dari sistem ketahanan pangan nasional.
Harapkan tinggi yang yang dibebankan pada budidaya perikanan laut tidak terlepas dari kecenderungan global, yaitu menurunnya populasi di alam sebagai akibat penangkapan yang berlebihan serta meningkatnya permintaan produk-produk perikanan laut, sehingga harganya juga meningkat. Salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi adalah kuda laut (Hippocampus spp). Komoditas ini dimanfaatkan baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan
Di Indonesia, kuda laut juga dikenal dengan nama tangkur kuda yang secara genetis merupakan kerabat dekat dengan tangkur buaya (ikan pipa). Ikan ini sangat unik , karena mempunyai morfologi yang berbeda dibanding ikan-ikan yang lain. Selain bentuk kepalanya yang menyerupai kepala kuda, ikan jantan mempunyai kantung pengeraman telur yang tidak dijumpai pada jenis ikan yang lain. Kantung pengeraman berfungsi untuk melindungi dan mengerami telur yang sudah dibuahi sampai menentas menjadi larva, serta terus melindunginya di dalam kantung hingga siap dilahirkan menjadi juwana kuda laut ke alam.
Daya tarik lain adalah posisi badanya yang tegak saat berenang, dan kemampuannya untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan sehingga membuat penampilannya semakin menarik sebagai pajangan di akuarium. Manfaat lain yang cukup penting adalah khasiatnya untuk kesehatan. Kenyataan-kenyataan tersebut diatas menyebabkan kuda laut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di pasaran, sehingga mendorong terjadinya penangkapan yang cukup intensif di alam. Penangkapan tidak terkendali tentu saja dapat mengakibatkan menurunnya populasi dan akibat lebih jauh dapat menyebabkan kepunahan.
Kegiatan budidaya secara terpadu yang terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan pembesaran berikut kegiatan penunjang lainnya, merupakan jawaban yang tepat untuk menghindari penangkapan yang berlebihan dan pemanfaatan sumberdaya yang ada secara optimal.
1.2 Tujuan
§ Sebagai tugas terstruktur pada mata kuliah Pengembangan Budidaya Perairan
§ Sebagai bahan informasi untuk pengembangan teknologi budidaya kuda laut.
II. BIOLOGI KUDA LAUT
2.1 Taksonomi dan Morfologi
Taksonomi kuda laut menurut Burton dan Maurice (1983) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub klas : Teleostomi
Ordo : Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Species : Hippocampus sp
Menurut Burton dan Maurice (1983) dan Vincent (1998) kuda laut mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : tubuh agak pipih, melengkung, permukaan kasar, seluruh tubuh terbungkus dengan semacam baju baja yang terdiri atas lempengan-lempengan tulang atau cincin. Kepala mempunyai mahkota dan moncong dengan mata kecil yang sama lebar. Ekor prehensil (dapat memegang) lebih panjang dari kepala dan tubuh. Sirip dada pendek dan lebar, sirip punggung cukup besar dan sirip ekor tidak ada. Pada kuda laut jantan mempunyai kantung pengeraman yang terletak dibawah perut.
Gambar 1. Morfologi dan anatomi kuda laut (Lourie, et al, 1999)
2.2 Habitat dan Penyebaran
Kuda laut ditemukan diseluruh dunia, biasanya pada tempat yang dangkal, laut tropik, dan suhu air sedang. Populasi kuda laut terbesar terdapat diperairan Indo-pasifik
·
· Asia Tenggara ditemukan 7 spesies
· Jepang ditemukan 7 spesies
· Di sebelah Barat Laut Amerika (Pasifik Selatan) 1 spesies
Sebelah Barat Atlantik dan karibia ditemukan 3 spesies yang hidup disebelah selatan laut Amerika.
Atlantik Selatan juga mempunyai beberapa spesies dimana tiga spesies terdapat di Afrika barat.
Kuda laut umumnya hidup diperairan dangkal hingga kedalaman 20 meter, beberapa spesies ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 meter (Lourie, et al. 1999). H. whitei, H. borbouniensis, H. erectus, H. guttulatus, dan H. zosterae hidup di perairan hangat dan daerah tropis diantara hamparan rumput laut (zosterae, possidonia, dan halopilla) atau padang lamun. Kuda laut juga hidup di dasar laut yang ditumbuhi bungan karang lunak (H. subelong), dijumpai pula diantara karang di daerah tropis (H. comes).
2.3 Pakan dan Kebiasan Makan.
Kuda laut termasuk hewan karnivor, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari kelompok crustasea hingga larva ikan. Kuda laut adalah pemangsa pasif yaitu menunggu makanan lewat dan menyerang mangsanya dengan cara menghisap ke moncongnya yang agak panjang. Kuda laut tidak mempunyai gigi dan mangsa ditelan langsung ke dalam sistem pencernaan
2.4 Siklus Reproduksi
Kuda laut merupakan hewan yang tergolong unik karena kuda laut jantan yang mengalami kehamilan, yaitu mempunyai kantung (brood puoch) yang berfungsi untuk mengerami telur fertil hingga jadi juwana. Kebanyakan spesies kuda laut menghasilkan telur sekitar 100 – 200 butir akan tetapi ada yang mencapai 600 butir (Frein, 1995). Induk jantan akan mengerami telur selama10 – 14 hari di dalam kantong pengeraman yang dilengkapi jaringan, semacam plasenta untuk suplai oksigen. Musim kawin Syngnathidae berlangsung beberapa bulan, umumnya terjadi pada bulan Oktober – Pebruari (Lunn &Hall, 1998). Sedangkan menurut (Schults, 1977) famili Syngnathidae memiliki musim kawin sepanjang tahun.
III. SARANA PEMBENIHAN KUDA LAUT
3. 1 Bak Induk
Bak induk mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai tempat pemeliharaan calon induk, perkawinan ataupun pemijahan. Berdasarkan ujicoba yang telah dilakukan oleh BBL Lampung, penggunaan bak induk kuda laut mulai dari bak dengan volume 1 m3 hingga bak dengan kapasitas 5 m3 menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ukuran kuda laut yang relatif kecil dengan gerakan lamban sehingga tidak memerlukan ruangan yang besar. Kedalaman air media pemeliharan untuk pemijahan kuda laut tidak boleh kurang dari 0,5 m. pemilihan ukuran bak, sebaiknya mempertimbangkan target produksi yang akan dicapai.
Bak dapat dibuat dari semen atau fiberglass. Bak induk dapat ditempatkan dalam ruang tertutup dengan pencahayaan yang cukup, karena kuda laut dapat mengalami kebutaan jika ditempatkan dalam ruang tanpa cahaya dalam beberapa hari (Al Qodri, 1997). Untuk itu sebaiknya atap untuk ruangan induk kuda laut harus dibuat sebagian dari bahan transparan.
3.2 Bak Pemeliharaan Juwana
Seperti halnya bak induk, bak pemeliharaan juwana tidak memerlukan spesifikasi tertentu. Bentuk bak dapat dibuat bulat, oval atau empat persegi panjang dalam berbagai ukuran dengan kedalaman 0,5 – 1,0 meter.
Bak pemeliharaan juwana dapat terbuat dari semen atau fiberglass dan dapat ditempatkan diruang terbuka atau tertutup dengan pencahayaan cukup.
3.3 Bak Kultur pakan hidup
Sampai saat ini juwana kuda laut masih tergantung kepada pakan hidup yang berupa zooplankton. Mengingat akan hal itu, maka dalam pembenihan kuda laut ketersediaan sarana untuk pakan hidup mutlak diperlukan. Bak plankton terdiri atas bak untuk kultur zooplankton dan kultur fitoplankton. Bak plankton untuk skala massal sebaiknya menggunakan bak yang terbuat dari semen atau fiberglass dengan ukuran minimal 10 m3 tergantung dari jumlah pakan hidup yang diperlukan perharinya.
3.4 Tempat Bertengger
Selama masa pemeliharaan kuda laut memerlukan tempat sangkutan atau bertengger, untuk beristirahat. Jika tempat bertengger ini tidak ada dapat menyebabkan kuda laut mengalami stress. Dalam mempersiapkan tempat bertengger untuk kuda laut perlu diperhatikan beberapa hal yaitu bentuk dan ukuran tempat bertengger. Bentuk tempat bertengger bermacam-macam yaitu : pyramid, kerucut, limas, dll. Tetapi pada prinsipnya tempat bertengger memungkinkan kuda laut bertengger dalam posisi acak tidak berada dalam satu garis vertikal yang sama.
Tempat bertengger kuda laut dapat terbuat dari bahan-bahan alami, misalnya bebatuan, bunga karang, tali plastik atau potongan bambu.
Gambar 2. Tempat kuda laut bertengger
3.5 Sistem Aerasi, Pompa Air, dan Tenaga Listrik.
Sistem aierasi, pompa air, dan tenaga listrik merupakan sarana yang mutlak diperlukan dalam pembenihan kuda laut. Sistem aerasi diperlukan untuk penambahan oksigen dalam wadah pemeliharaan dan membantu melepaskan gas-gas beracun seperti NH3 dan H2S dari air media pemeliharaan. Pompa air diperlukan untuk mendapatkan air laut bersih sesuai dengan persyaratan, tenaga listrik diperlukan terutama untuk menghidupkan pompa, blower dan penerangan.
IV. PEMELIHARAAN INDUK DAN PEMIJAHAN
4.1 Pengadaan Calon induk
4.1.1 Pemilihan Calon Induk.
Dalam pemilihan calon induk perlu memperhatikan beberapa faktor seperti : jenis, ukuran, umur dan kesehatan.
Dalam pemilihan jenis kuda laut yang akan dibudidayakan perlu dipertimbangkan beberapa hal diantaranya fekunditas tinggi, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru, ukuran besar, lebih tahan terhadap penyakit. Salah satu jenis yang telah terbukti memenuhi kriteria tersebut adalah H. kuda, H. comes tubuhnya lebih kecil sehingga fekunditasnya lebih rendah, memerlukan adaptasi dengan lingkungan baru lebih lama.
Calon induk yang dipilih, sebaiknya memiliki ukuran ynag sama antara jantan dan betina. Apabila ukuran jantan lebih kecil maka telur dari induk betina tidak dapat diserap seluruhnya ke dalam kantung pengeraman induk jantan akibatnya sebagian telur akan tercecer di dalam air media pemeliharaan. Ukuran calon induk yang baik untuk persiapan pemijahan adalah berat lebih dari 7 gram, dengan kisaran panjang antara 11 – 15 cm, untuk calon induk hasil budidaya sebaiknya yang berumur lebih dari 8 bulan. Bila calon induk tidak memenuhi persyaratan berakibat jumlah telur sedikit, ukuran juwana lebih kecil dan lemah.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan induk adalah faktor kesehatan. Kriteria kuda laut sehat antara lain anggota organ tubuh lengkap dan proporsional, kulit bebas dari parasit dan atau infeksi oleh organisme lainnya. Kuda laut yang mempunyai dada kempet dan terlihat kurus menandakan sudah tidak produktif lagi. Kondisi ini penting diketahui terutama untuk memilih calon induk hasil tangkapan alam yang tidak diketahui umurnya.
4.1.2 Aklimatisasi
Calon induk hasil tangkapan dari alam harus dikarantina dan diaklimatisasi terlebih dahulu. Karantina bertujuan untuk membebaskan organisme pathogen yang mungkin terbawa dari alam agar tidak menyebar ke induk yang sudah ada di pembenihan. Disamping itu kegiatan aklimatisasi juga untuk menyesuaikan calon induk dengan lingkungan yang baru serta pakan yang biasa digunakan di pembenihan.
4.2 Pemeliharaan Induk
4.2.1 Penebaran
Setelah melewati masa karantina dan aklimatisasi induk ditebar di bak pemeliharaan / pemijahan yang telah dilengkapi dengan tempat bertengger. Kuda laut adakalanya berenang bolak balik melintasi atau mengelilingi bak, oleh karena itu harus diciptakan kondisi yang lapang. Di alam kuda laut tidak hidup berkelompok, oleh karena itu agar tercipta kondisi alami di bak pemeliharaan induk, maka padat tebar tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 30 – 40 ekor/m3. Vincent (1995) menyarankan, kepadatan induk tidak lebih dari 4 ekor/100 liter media air.
Adapun perbandingan induk jantan dan betina yang dipelihara yaitu 3 : 2. Pemijahan kuda laut berlangsung secara monogami yaitu seekor kuda laut jantan hanya dapat menerima telur dari satu ekor betina dan tidak menerima telur dari betina yang lain sampai anak-anaknya keluar dari kantung pengeramannya. Kuda laut betina dapat memijah kembali dalam waktu 4 – 8 hari.
4.2.2 Pemberian Pakan.
Kuda laut masih bergantung pada pakan hidup baik hidup maupun mati. Jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi induk sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad maupun kualitas juwana yang dihasilkan. Beberapa jenis pakan yang dapat digunakan sebagai pakan induk adalah artemia dewasa, jambret, rebon, dan teri akan tetapi udang rebon merupakan pakan utama/pokok. Disamping artemia, jambret paling disukai kuda laut.
Biasanya dalam sehari kuda laut menghabiskan pakan sekitar 2 – 5 % dari total berat tubuh. Memberi pakan sedikit tetapi sering lebih baik dari pada memberi pakan banyak sekaligus. Pakan diberikan pada pagi, siang hari serta 1 – 2 jam sebelum gelap.
4.2.3 Pengelolaan Air
Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor. Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. agar arus air tidak terlalu kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk menyaring kotoran, kelayakan beberapa parameter kualitas air untuk pemeliharaan kuda laut antara lain : suhu 28 – 300C, salinitas 30-32 ppt, oksigen terlarut 5 – 6 ppm.
4.3 Pemijahan
4.3.1 Proses pemijahan
Untuk melakukan pemijahan masing-masing kuda laut mencari pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina, begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk yang matang kelamin dan siap memijah adalah sebagai berikut :
Jantan
· Mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman.
· Warna tubuh berubah menjadi cerah
Betina
· Bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan
· Apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah- merahan.
· Warna tubuh berubah menjadi cerah
· Bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri.
Induk betina yang siap memijah akan memberikan respon pemijahan terhadap jantan yang mendekat dengan cumbuan yang menarik. Induk jantan dan betina saling mengait satu sama lain, berhadapan dan berenang bersama-sama. Gerakan percumbuan dapat terjadi berkali-kali sampai akhirnya induk betina benar-benar siap memijah. Pada puncak pemijahan ekor jnatan dan betina pada posisi lurus, moncong saling menekan, secara berpasangan berenang menuju ke permukaan dengan posisi lubang kelamin betina diarahkan ke broodpouch (lubang kantung pengeraman) jantan. Dalam 5 – 6 detik telur betina dikeluarkan dalam bentuk gumpalan berwarna kemerah-merahan dan segera dimasukan ke kantung pengeraman. Setelah telur keluar seluruhnya, dengan cara yang unik induk betina melepaskan diri dari induk jantan dan induk induk jantan terus berusaha menyerap seluruh telur ke dalam kantung sambil menggoyang-goyang badannya untuk mengatur posisi telur di dalam kantung pengeraman.
Gambar 3. Sepasang induk kuda laut yang sedang memijah
4.3.2 Pengeraman
Pengeraman dilakukan oleh kuda laut jantan di dalam kantung penetasan. Kantung ini dilapisi jaringan yang lembut dengan lekuk-lekuk kecil dimana telur diletakkan, pembuluh darah dalam jaringan tersebut membesar dan mengubah kantung tersebut menjadi seperti ovarium pada mamalia yang bentuknya menyerupai sepon.
Induk betina dewasa dengan panjang tubuh antara 10 – 14 cm dapat memproduksi telur 300 – 600 butir. Jika ukuran jantan dan betina seimbang, pada proses pemasukan telur ke dalam kantong pengeraman, telur dapat masuk seluruhnya. Namun demikian apabila ukuran si jantan lebih kecil dari pada induk betina, sering terjadi sebagian telur tidak masuk ke dalam kantung jantan dan berhamburan di dasar bak. Telur yang tidak berhasil masuk ke dalam kantung akan mati, sedangkan telur-telur yang berhasil dimasukan akan menetas menjadi larva pada hari ke lima. Larva akan berada dalam kantung pengeraman hingga berubah menjadi juwana, yaitu sekitar 10 hari, kemudian juwana akan dilepaskan /dilahirkan ke dalam air media pemeliharaan.
hari ke -1 hari ke -2 hari ke-3 hari ke-4
hari ke-5 hari ke-6 hari ke-7
hari ke-8 hari ke-9 hari ke-10
Gambar 4. Perkembangan embrio dan larva kuda laut di dalam kantung pengeraman induk jantan
4.3.3 Kelahiran
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan induk jantan diam, dan beristirahat untuk beberapa jam.
V. PEMELIHARAAN JUWANA
Juwana adalah sebutan bagi anakan kuda laut yang baru lahir sampai umur maksimal 30 hari atau panjang tubuh sekitar 2 cm dan atau masih bersifat planktonik, melayang dan belum mampu bertengger pada tempat bertengger.
Penebaran juwana dilakukan pagi hari antara jam 08.00 – 10.00. seleksi juwana untuk untuk penebaran dengan kriteria : bergerak aktif di kolom air dan melawan arus, posisi tubuh tegak saat berenang, warna cerah dan ukuran panjang minimal 0,6 cm. kepadatan di bak pemeliharaan 2 – 5 ekor/liter. Apabila jumlah induk sedikit sehingga produksi juwana setiap harinya rendah, penebaran dapat dilakukan lebih dari 1 kali sampai kepadatan yang diinginkan namun dalam waktu tidak lebih dari 10 hari. Penebaran yang dilakukan beberapa kali akan menghasilkan ukuran benih yang berbeda pada saat panen umur 30 – 40 hari, dengan ukuran 2,5-3,5 cm.
Pakan juwana kuda laut adalah zooplankton dalam kondisi hidup. Jenis zooplankton yang diberikan sesuai dengan umur dan ukuran juwana, yaitu : Brachionus sp., Copepoda, nauplii artemia sp., dan diaphanosoma sp. juwana D1-D7 diberikan nauplius kopepoda dicampur dengan brachionus dengan kepadatan 5 – 10 ekor/ml. pakan juwana yang berumur D8-D10 sudah dapat diberi tambahan nauplius artemia selain copepoda. juwana D20 – D40 mampu memangsa nauplius diaphanosoma.
Kisaran parameter kualitas air yang baik pada pemeliharaan juwana berdasarkan hasil pengamatan di Balai Budidaya Laut Lampung disajikan pada table 1.
Tabel 1. Kisaran parameter kualitas air di bak juwana
Parameter | Kisaran Nilai |
DO Suhu air Salinitas pH Nitrit Amoniak | 4,0-6,5 ppm 28-300C 28-32 ppt 7,5-8,5 < 0,085 ppm < 0,172 ppm |
Untuk mengetahui pertumbuahn juwana dapat dilakukan dengan sampling pengukuran panjang dan berat badan. Sebagai acuan ukuran dari pertumbuhan normal juwana disajikan pada table 2.
Tabel 2. Ukuran Juwana
Umur ((hari) | Panjang (cm) | Berat (gram) |
1 5 10 15 20 25 30 | 0,6-0,7 1,1-1,3 1,4-1,6 1,7-1,8 1,8-2,2 2,4-2,7 2,5-3,5 | 0,0012-0,0020 0,0055-0,0073 0,0094-0,0148 0,066-0,070 0,090-0,130 0,168-0,180 0,195-0,225 |
Sumber : BBL Lampung
Setelah masa pemeliharaan sekitar 30 hari juwana yang telah berukuran minimal 2 cm (benih) dapat dilakukan pemanenan yang selanjutnya dipelihara di bak pemeliharaan benih.
VI. PEMELIHARAA BENIH
Kegiatan pembenihan kuda laut bertujuan untuk memproduksi benih sampai ukuran 5-8 cm dan merupakan kelanjutan dari pemeliharaan juwana. Kuda laut dapat dibagi dalam 5 ukuran atau size yaitu : size SS panjang 2-5 cm, size S dengan panjang 5 – 8 cm, size M sudah mulai diminati sebagai ikan hias memiliki panjang tubuh berkisar antara 8-10 cm dan size L dapat disebut kuda laut dewasa mempunyai panjang 10-13 cm dan berat minimal 9,5-10 gram. Size LL dengan panjang > 14 cm.
Benih hasil panen dari bak pemeliharaan juwana terlebih dahulu dikarantina dalam wadah tersendiri untuk masa adaptasi, seleksi dan pengobatan. Pencegahan dan pengobatan benih dari parasit dengan cara merendam dalam larutan Mathelyn blue, dosis 1 ppm selama 1-2 jam. Seleksi benih meliputi : ukuran panjang minimal 2,0 cm, sehat, gerak lincah, saat berenang posisi badan tegak dikolom air. Benih yang telah diseleksi dan sudah memenuhi criteria ditempatkan dalam wadah pemeliharaan benih. Sedangkan benih yang masih terinfeksi parasit ditempatkan dalam satu wadah terpisah untuk pengobatan lebih lanjut dan untuk pencegahan penularan pada benih yang sehat
Kepadatan benih di bak pemeliharaan size SS 300-400 ekor/m3 dan size S berkisar antara 250-300 ekor/m3. Penebaran sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari. Pemindahan benih dari bak karantina ke bak pemeliharaan menggunakan serok lembut.
Jenis pakan untuk size SS dan S masih tetap zooplankton dalam kondisi hidup yaitu : Diaphanosoma sp., Artemia setengah dewasa (umur 7-10 hari), masing-masing dengan kepadatan pakan sekitar 200 ekor/liter dan 100 ekor/liter. Benih kuda laut mempunyai kemampuan memangsa zooplankton dalam kondisi hidup sangat tinggi dan ada kecenderungan tidak pernah berhenti makan selama pakan tersedia. Dari hasil pemantauan selama masa pemeliharaan benih kuda laut di BBL Lampung, ditemukan pola makan yang cukup bervariasi antar waktu di siang hari. Tingkat pemangsaan tertinggi terjadi pada jam 10.00-11.00, kemudian jam15.00-16.00 dan 08.00-09.00. benih kuda laut dengan ukuran 3-4 cm mampu memakan Diaphanosoma sp. rata-rata 120 ekor/jam dan benih ukuran 5-6 cm menghabiskan rta-rata 150 ekor/jam. Kuda laut telah aktif makan mulai fajar sampai senja sekitar jam 18.30.
Pemeliharaan kualitas air yang baik dilakukan dengan system sirkulasi dimana air mengalir sepanjang hari dengan kekuatan arus lemah dan debit pergantian air sekitar 200% per hari. Setelah itu perlu dilakukan penyiponan minimal 1 kali sehari dan pergantian air sebanyak 50-60% bila air terlihat kotor. Bersaman dengan penurunan air dilakukan pembersihan dinding bak dan selang aerasi menggunakan spon/lap.
Setelah benih mencapai ukuran rata-rata 8 cm dilakuakn pemanenan, sekaligus pemilahan ukuran. Ukuran dibawah rata-rata tetp dipelihara dalam bak pemeliharaan benih, sedangkan ukuran yang sudah memenuhi kriteria dapat dipasarkan atau dipelihara lebih lanjut sampai ukuran L.
VII.
Beberapa
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan pemeliharaan , apabila ditemui
VIII. KESIMPULAN
Pemanfaatan kuda laut saat ini masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam. Nilai ekonomisnya yang cukup tinggi dan permintaan pasar yang cenderung meningkat, mengakibatkan penangkapan di alam semakin banyak dilakukan sehingga populasinya cenderung menurun. Pengembangan teknologi pembenihan kuda laut merupakan jawaban yang tepat untuk mengantisipasi penurunan populasi. Dari hasil pembenihan dapat dihasilkan benih dalam jumlah cukup, berkualitas, tepat waktu, serta dapat menunjang kelestarian sumberdaya perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qodri, A.H., Anindiastuti danDwiyanti, N. 2003. Studi tentang identifikasi species kuda laut (hippocampus sp) Di Balai Budidaya Laut Lampung. Makalah pada Lomba hasil Penelitian aplikatif Dalam Mendukung Pembangunan di Propinsi Lampung Agustus 2003.
Ari, W.K., Anindiastuti, Hafiz, A., dan Sudjiharno, 2005. Produksi Massal Kuda Laut (Hippocampus kuda), Dalam Upaya Mendukung Ikan Hias dan Industri Obat-obatan Tradisional, balai Budidaya laut lampung. Ditjenkan Budidaya. DKP.
Prein, M. 1995. Aquaculture Potential of Seahorse and Pipe Fishes. Naga, The ICLARM Quanterly. P. 20-21.
Sudaryanto dan Al-Qodri,A.H, 1993. Pengamatan Pendahuluan Perkembangan Embrio Kuda Laut (Hippocampus spp.), Buletin Balai Budidaya Laut no. 6.
Sudaryanto dan Al-Qodri,A.H, 1993. Pemeliharaan Juwana Kuda Laut (Hippocampus spp.) di Bak Terkontrol, Buletin Balai Budidaya Laut no. 7.
4 komentar:
Mas Fahry,
saya sangat tertarik dngn makalah bpk ttg budidaya kuda laut di atas...Mohon bantuan informasi,dimana say bisa mendapatkan benih dan indukan kuda laut ya pak? saya ada di solo,Jawa tengah....
Terima kasih/Melani.
asss..
mas ini foto2nya pada kmna..??
kok ga da..
makasih..
mana gambarnya....?
pak apakah saya bole kelampung belajar keahlian bapak dibidang budidaya kuda laut.kalo boleh tlg minta no hp bpk biar saya hub,trims
Posting Komentar
Komentar Anda :