@Translate & Review Journal Ilmiah :
by : MUHAMMAD FAHRI / 0720818017
PROGRAM PASCA SARAJANA BUDIDAYA ERIKANAN
UNIVERSITAS BARWIJAYA MALANG 2008
Synergistic Effects of Vitamins C and E and Selenium on the Reproductive Performance of Nile Tilapia, Oreochromis niloticus
Abdel Hakim E. El-Gamal, Zeinab A. El-Greisy and El-Sayed H. El-EbiaryNational Institute of Oceanography and Fisheries, Alexandria, Egypt.
Journal of Applied Sciences Research, 3(7): 564-573, 2007
© 2007, INSInet Publication
Corresponding Author: Abdel Hakim E. El-Gamal, National Institute of Oceanography and Fisheries, Alexandria, Egypt.
EFEK SYNERGISITAS VITAMIN C DAN E DAN SELENIUM PADA PERFORMA REPRODUKSI IKAN NILA TILAPIA, Oreochromis niloticus
ABSTRAK: Efek penambahan dari kombinasi yang berbeda antara vitamin C ( Asam L-ascorbic, 120 mg/kg pakan), vitamin E ( dl-alpha-tocopherol asetat, 34 mg/kg pakan) dan selenium ( 0.2 mg/kg pakan)
pada pakan dalam perform reproduktif dari Oreochromis niloticus telah diamati dalam penelitian ini setelah 120 hari dari perlakuan. Indeks Gonadosomatic (GSI), Index Hepatosomatic (HSI), diameter telor, fekunditas, persentase fertilitas, tingkat penetasan dan persentase kelulushidupan (survival) dari benih telah diamati dalam perlakuan yang berbeda dan dibandingkan dengan kontrol. Pengujian histological gonads ditunjukkan pada kedua jenis kelamin pada perlakuan yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua parameter reproduksi seperti halnya pengujian histological berpengaruh secara positif oleh penambahan bahan suplemen. Bagaimanapun, kombinasi antara vitamin E, vitamin C dan selenium menunjukkan hasil yang terbaik pada semua perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang berbeda dari semua penambahan bahan suplemen. Pada induk betina, diameter telor meningkat pada ikan yang diberi pakan dengan vitamin C atau kombinasi dengan vitamin E dan selenium. Diameter dari telor yang paling matang berkisar antara 1500 dan 2000µ, sedang beberapa lainnya melewati 2000µ. Persentase paling tinggi dari besarnya telor yang mempunyai diameter lebih dari 2000 µm adalah dicapai oleh kelompok diberi suplemen dengan vitamin E+ vit. C dan selenium. Fekunditas meningkat dengan mantap dalam kombinasi vitamins E dan C dan selenium. Terdapat koefisien korelasi yang kuat diperoleh semuanya dalam hubungannya dengan total panjangnya (r=0.945) atau hubungannya dengan berat yang dihilangkan (r=0.982). Juga, suatu peningkatan dicatat tingkat pemijahan telur, tingkat penetasan. dan kelulushidupan dari benih ikan (fry). Secara histological, ovary ikan yang diberi pakan dengan vitamins E dan C dan selenium mengandung post vitellogenik dan oocytes matang dengan mayoritas diameter telor lebih dari 2000µ. Bagaimanapun, sedikit jumlah oocytes muda dihasilkan. Pada induk jantan, nilai GSI meningkat secara signifikan dalam kelompok yang diberi perlakuan dengan vitamin E dengan selenium, seperti halnya dalam kombinasi selenium dengan vitamin C (p<0.05).>
PENGENALAN
Kesuksesan dari budidaya ikan tilapia secara intensive tergantung pada suatu cakupan besar atas pemberian pakan tambahan untuk menyediakan sejumlah besar produksi benih(7). Diantara faktor-faktor yang dianggap penting dalam produksi benih adalah ukuran dan umur calon induk ikan, kepadatan stok calon induk ikan, perbandingan jenis kelamin calon induk ikan, frekuensi pemindahan benih dari unit pemijahan, jenis alat pengangkut (kontainer), mutu air, tingkat perggantian air dan nutrisi calon induk ikan.
Pakan sering disuplemen dengan vitamins sebagai kebutuhan penting berkenaan dengan aturan pakan untuk ikan. Vitamins C (asam ascorbic) dan E (ά- tocopherol) adalah di antara vitamins penting yang diperlukan untuk reproduksi ikan. Asam ascorbic adalah suatu co-factor dalam biosynthesis hormon steroid dan neurohormons(14). Pada ikan, itu memainkan suatu peran penting dalam reproduksi ikan(3,6,9,19). Asam ascorbic adalah suatu komponen yang penting berkenaan dengan aturan diet untuk kebanyakan jenis ikan. Bagaimanapun, mekanisme langsungnya tidak dapat dipahami dengan baik. Ascorbyl monophosphate adalah suatu sumber yang baik dari asam ascorbic stabil dan secara efisien ditransfer ke telor dan offspring(3). Korelasi langsung antara tingkat penetasan dan konsentrasi telor dari asam ascorbic telah diteliti (5). Disisi lain, penurunan konsentrasi asam ascorbic dapat menjadi penanggung jawab untuk penurunan viabilitas sperma (3).
Studi sebelumnya memperlihatkan fungsi biologi vitamin C dalam kehidupan organisme secara umum sebagai bahan redox pelarut dalam air, co-factor dalam sintesis kollagen, pemacu pertumbuhan, pengatur sintesis hormon, sebagai pemacu modular hexose monophosphate dan indikator dari hepatimicrosomal hydroxylase dan sebagai immunostimulator pada fish(21).
Pada keluarga ikan cichlid, kebutuhan asam ascorbic telah diteliti pada Tilapia Zilii(1), Oreochromis mossambicus(29), Oreochromis aureus(31), Oreochromis niloticus(30) dan suatu persilangan antara Oreochromis aureus dan Oreochromis niloticus(27,28).
Dua percobaan pakan yang berbeda pada suplemen dari asam ascorbic dan sepertiga pakan komersil telah diberikan sebagai pakan ke calon induk Rainbow trout. Tingkat supplementasi dari 115 mg asam ascorbic/kg pakan meningkatkan secara signifikan jumlah dari penetasan telor dibandingkan pada telor dari ikan yang tanpa pemberian pakan suplemen asam ascorbic(23). Dapat disimpulkan calon induk (broodstock) ikan harus hidup dengan sejumlah vitamin yang cukup untuk menyediakan telor lebih dari 20 µg asam ascorbic/g.
Vitamin E dikenal mempunyai peran besar untuk reproduksi ikan(19). Itu adalah yang paling utama di antara nutrisi penting yang berhubungan dengan perkembangan organ reprodusi. Itu juga memainkan peran dalam hubungan dengan pemijahan telur ikan dan kualitas telor, seperti juga telah diamati pada hewan yang lebih tinggi. Pembesaran dari induk Ayu (Plecoglossus altivelis) dengan diet yang mengandung tingkat vitamin E yang berbeda untuk tiga bulan sebelum pemijahan (ikan bertelur) diperkirakan bahwa ikan ini memerlukan 3.4 mg vitamin E didalam 100 g pakan dalam kaitan dengan tingkat penetesan dan kelulushidupan larva(32).
Pada ikan karper, 17-bulan percobaan pemberian pakan yang kekurangan vitamin E dalam pakan mengakibatkan keterlambatan perkembangan ovari(34). Berat gonad dan indeks gonadosomatik ikan karper mempunyai nilai yang rendah dalam hal kekurangan vitamin E dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Selenium adalah suatu trace elemen yang menemukan secara luas di lingkungan. Walaupun Selenium adalah suatu unsur penting, pada konsentrasi tinggi, bisa jadi beracun untuk ikan, penyebab kematian, keterlambatan pertumbuhan dan kerusakan organ reprodusi(2). bersatu pada sejumlah enzim; mencakup glutathione peroxidase. Enzim ini membantu melindungi selaput sel dari kerusakan oleh radikal bebas. Selenium juga dilibatkan sistem kekebalan, metabolisme kelenjar thyroid dan dalam reprodusi(4).
Sedikit diketahui efek peningkatan atau kelebihan nutrisi pakan pada reproduksi dan pertumbuhan kematang seksual ikan tilapia didalam penangkapan, oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek suplementasi vitamin E, vitamin C dan selenium dalam pakan terhadap indeks gonadosomatik, fekunditas, ukuran telor, efisiensi pemijahan telur dan kemampuan penetesan seperti halnya pengujian histological ikan Nila Tilapia Oreochromis niloticus.
MATERIAL DAN METODA
Calon induk ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus diperoleh dari Danau Manzalla sepanjang musim prespawning (sebelum memijah). Total jumlah ikan dikumpulkan adalah 750 jantan dan betina. Ikan telah diaklimatisasi selama satu minggu dalam tangki, pada Setasiun Riset Al-Mataria. Sebelum eksperimen dimulai, dua belas aquarium (masing-masing 80 liter) disiapkan untuk digunakan dalam eksperimen. Duapuluh ikan ditempatkan pada setiap akuarium dan akuarium dibagi menjadi enam kelompok. Calon induk (Broadstock) jantan disatukan broodstock betina pada setiap akuarium, perbandingan jenis kelamin adalah (1 M: 3 F). Pada setiap akuarium, air secara parsial (sebagian) yang diganti sekali sehari dan disiphon dan diulangi setiap 48 jam. Aerasi menggunakan blower dan suhu air dikendalikan secara thermostatic antara 25-28°C. Rata-rata panjang awal calon induk ikan Nila Tilapia adalah 11.28±0.52 cm dan rata-rata berat awal adalah 22.89±4.20 g.
Enam macam pakan diformulasikan mengandung 35% protein kasar dan 9.0% lemak kasar. Pakan control (pakan no.1) yang mengandung 30% tepung ikan, 30% solvent-extracted kedelai, 18% dedak gandum, 13% jagung kuning, 6% minyak jagung, 2% vitamin dan mineral premix dan 1% carboxy methyl cellulosa. Pakan lain diuji dari
nomor 2 sampai nomor 6 mengandung bahan sebagai berikut :
Pakan (1): Pakan Control.
Pakan (2): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan).
Pakan (3): Pakan Control + vitamin C (120 mg/kg Pakan).
Pakan (4): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan) + vitamin C (120 mg/kg Pakan).
Pakan (5): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan) + selenium (0.2 mg/kg Pakan).
Pakan (6): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan) + vitamin C (120 mg/kg Pakan) + selenium (0.2 mg/kg Pakan).
Ikan pada setiap kelompok (1-6) dalam aquarium diberi dengan tangan pakan yang bentuk pellet dua kali sehari, enam hari per minggu dilakukan penyesuaian sebanyak 3% dilakukan penimbangan atas dasar berat kering selama 120 hari. Tingkat pemberian pakan disesuaikan mingguan setelah biomass setiap akuarium ditentukan. Pada akhir eksperimen, ikan pada setiap akuarium dijaring, dihitung dan ditimbang. Total panjang ikan dicatat dalam satuan cm yang paling dekat. Fekunditas dan tingkat penetasan dicatat. Index gonadosomatik (GSI) dihitung sebagai persentase berat gonad yang dikurangkan dengan berat ikan. Indeks hepatosomatik dicatat sebagai persentase dari berat hati yang dikurangi dengan berat ikan. Tahap oocyte adalah yang dijelaskan(17) dan diameter oocyte ditentukan dengan penggunaan mikrometer eye piece dibawah stereomicroscope. Fekunditas dihitung dan ditandai dalam dua terms (istilah)(22).
Pengujian histological, potongan kecil dari kedua-duanya ovary dan testis difiksasi sekitar 48 jam, didehidrasi dengan menaikkan konsentrasi ethanol, dibersihkan dengan xylene dan ditempelkan parablast parafin (m.p. 56-58ºC). Tranverse dipotong pada 6-8 mikron dan ditetesi dengan hematoxylin(12), mengandung solusi air eosin telah digunakan sebagai noda konter.
HASIL DAN DISKUSI
Parameter biologi dan pengujian histological diteliti dalam kasus ini ikan diberi makan dengan pakan kontrol dan ikan diberi pakan dengan pakan suplemen vitamins dan selenium.
1. Parameter Biologi
1.1. Indeks Gonado- dan hepato-somatic
1.1.1. Induk Betina: Efek penambahan dari kombinasi vitamin C dan E yang berbeda dan selenium atas nilai GSI dan HSI ditunjukkan pada (Tabel 1). Perbedaan signifikan pada nilai GSI betina dicapai oleh kelompok yang diberi makan dengan diet 3 (vit. C) dan kelompok yang diberi pakan dengan diet 6 (C+ E+ Se) dibandingkan dengan kelompok kontrol (diet 1), p<>
Menurut nilai HSI, perbedaan signifikan dicapai oleh kelompok yang diberi pakan dengan diet 2 (Vit. E) dan kelompok yang diberi pakan dengan diet 6 ( C + E + Se) dibandingkan dengan kelompok kontrol (diet 1). Kelompok yang diberi pakan dengan diet 6 (C+ E+ Se) menunjukkan nilai paling tinggi keduanya baik indeks gonado- dan hepato-somatik.
1.1.2. Jantan: Efek penambahan vitamin C dan E dan selenium atas nilai indeks gonado- dan hepato-somatik jantan Oreochromis niloticus adalah ditunjukkan (Tabel 2). Untuk nilai GSI, yang diamati bahwa nilainya meningkat dalam semua perlakuan, tetapi nilai yang paling tinggi telah dicapai kelompok yang menerima diet 6 (C+ E+ Se). Suatu perbedaan signifikan (p<>
Menurut nilai HSI, kasus adalah berbeda karena tidak semua nilai meningkat lebih dari nilai kontrol. Bagaimanapun, perbedaan tidak signifikan antara perlakuan yang meningkatkan nilai maksimum tersebut. Rata-rata dari kelompok 6 (C+ E+ Se) menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<>
1.2. Diameter Telor : Pada kelompok kontrol, mayoritas telor mempunyai diameter kurang dari 1500 µm. Ketiga kelompok ikan kontrol berkembang telor dengan diameter lebih dari 2000 µm. Kasus yang sama masih diamati pada kelompok yang diberi pakan dengan diet 2 (vit. E) dan dalam kelompok yang diberi pakan dengan diet 5 (E+Se). Pada sisi lain, kelompok yang diberi pakan dengan diet 3 (C), diet 4 (E+ C) dan diet 6 (C+ E+ Se) berkembang telor lebih dari 2000 µm pada semua ikan dalam kelompok itu (Tabel 3).
1.3. Fekunditas : Studi ini mempertimbangkan kelompok induk betina yang diberi pakan dengan diet 6 (E+ C+ Se) untuk kalkulasi fekunditas, karena kelompok ini mencapai nilai GSI yang paling tinggi dan diameter telor sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.
1.3.1. Hubungan antara Fekunditas dan Total Panjang : Fekunditas mutlak meningkat dengan peningkatan panjang menurut persamaan berikut:
Fabs = a Lb
Perubahan bentuk logaritma pada persamaan diatas dapat diterapkan:
Log Fabs = Log a + b Log L
Persamaan di atas menghasilkan suatu garis linier dan memberi suatu koefisien korelasi kuat (r= 0.991) dan rumusan yang mewakili hubungan ini adalah sebagai berikut ini :
Log Fabs. = 15.377 + 1.612 Log L
Rata-rata fekunditas mutlak bervariasi dari 665 sampai 1502 untuk panjang ikan dengan kisaran dari 10.5-17.5 cm sebagaimana ditunjukkan pada Tabel (4).
1.3.2. Hubungan antara Fekunditas dan Berat yang Dikurangkan: Hubungan antara Fekunditas mutlak dan berat yang dikurangi dapat diwakili oleh persamaan berikut:
Fabs. = a wb
Perubahan bentuk yang logaritmis dari persamaan di atas diwakili sebagai berikut:
Log Fabs. = log a + b log w
Log Fabs. = 108.451 + 0.606 log w
Hubungan antara Fekunditas mutlak dan berat yang dikurangi memberi suatu koefisien korelasi kuat (r= 0.982) seperti ditunjukkan Tabel (5).
1.4. Kemampuan Pemijahan Telur dan Kemampuan Penetasan Telur: Pemijahan sukses terjadi pada kelompok ikan yang hidup dengan diet 3 (C), diet 4 (C+ E) dan diet 6 (C+ E+ Se). Jumlah telor meningkat dalam perlakuan, terutama ketika penambahan yang dikombinasikan bersama-sama. Persentase fertilisasi, persentase penetasan dan persentase kelulushidupan dari benih meningkat dengan kecenderungan yang sama. Semua diameter telor yang dihasilkan lebih dari 2000 µm lihat Tabel (6).
2. Pengujian Histological dari Gonads
2.1. Ovari : Pengujian histological ovari pada ikan yang diberi pakan dengan diet suplemen dengan vitamin E dan/atau C dengan selenium telah dilindungi menjadi atretik (Gambar. 1 b, c dan d). Karena ikan yang hidup dengan vitamin E (Gambar.1 b), telah diamati itu banyak oocytes yang dirawat pada fase muda awal, hanyalah sedikit yang tampak pada fase matang. Dalam hal ikan yang diberi pakan baik dengan vitamin (C) atau (E+ C) (Gambar.1 c dan d), ovari mengandung oocytes lebih matang pada fase kematangan akhir (yaitu. gelembung kuning telur, fase granula primer dan sekunder). Pada penambahan, oocyte fase muda lebih dominan dibandingkan ikan yang hidup dengan vitamin C (Gambar.1 c) dan lebih baik dibanding ovari ikan yang hidup dengan vitamin E dan C pada yang dikombinasikan bersama-sama. Lebih dari itu, banyaknya oocytes muda dalam perlakuan keduanya kurang dari jumlah oocytes muda pada kelompok kontrol (Gambar.1 a), atau yang diberi pakan dengan vitamin E (Gambar.1 b). Setelah ikan yang diberi pakan dengan vitamin E dan selenium (Gambar.2 a), histology dari ovari serupa seperti yang diuraikan itu ketika ikan yang diberi pakan dengan diet kontrol atau yang diberi pakan dengan vitamin E, dimana oocyte fase muda adalah dominan (Gambar.2 a).
Pada kasus dari (E+ C + Se), kebanyakan dari oocyte muda menjadilebih berkembang dan mencapai pada akhir kematangan (yaitu. matang dan oocytes tersier), itu dapat diamati pada sekitar 90% oocytes mencapai akhir kematangannya (Gambar. 2B dan c).
2.2. Testis : Pada kelompok control, seminiferous lobules adalah devoid dari sperma. Bagaimanapun, sedikit sperma diamati hanya didalam saluran pipa (duck) sperma. Dinding seminiferous lobules dilapisi dengan sel spermatogenic pada berbagai fase perkembangan (Gambar.2 d).
Pada ikan kelompok 2 (vitamin E) atau kelompok 3 (vitamin C), kebanyakan dari sel spermatogenic tampak pada spermatocyte utama, spermatids dan beberapa sperma yang muncul ke arah seminiferous lobules (Gamabar.3 a dan b). Pada ikan kelompok 4 (E+C), akumulasi sperma kebanyakan pada seminiferous lobules (Gambar.3 c and d).
Pada ikan yang hidup dengan diet 5 (E+Selenium), testis yang dikembangkan sperma dikumpulkan pada seminiferous lobules dan spermaticduct (Gambar.4 a dan b). Pada kelompok 6 (E+C+Selenium), testis tampak pada fase matang. Sperma dikumpulkan sebagai bulk dalam lumen dari seminiferous lobules dan pipa saluran spermatic (Gambar. 4 c dan d).
Diskusi: Vitamins adalah micronutrients yang paling utama didalam diet, kekurangan atau berlebihan mempunyai dampak sebagai reaksi fisiologis dari ikan.. Kekurangan vitamins dapat mengakibatkan lemah dalam pengolahan makanan, pertumbuhan terhambat, penurunan ketahanan dari tekanan, angka kematian yang tinggi, sulit menyembuhkan luka dan rendah pencapaian reproduksi(3,24,33). Sangat kecil perhatian dilakukan pada kebutuhan vitamin dari calon induk tilapia, disamping hal positif vitamin mempengaruhi pada pencapaian reprodusi budidaya ikan(10,29).
Asam ascorbic dapat berperan sebagai suatu cofactor atau sebagai pengatur dalam biosynthesis oestrogens pada folikel sel(20). Vitamin C berfungsi sebagai pemelihara integritas selaput membran dalam semua sel. Vitamin C berkaitan memperlihatkan efek yang bersifat melindungi atas pestisida intoxification (keracunan) pada campuran kedua organochlorine dan organophosphorus. itu dapat menimbulkan hal yang berlawanan ketika digunaka pada dosis tinggi(21).
Kekurangan vitamin C pada tilapia dapat menyebabkan scoliosis, lordosis, mengurangi pertumbuhan, mengurangi perbaikan luka, hemorrhage internal dan eksternal, erosi sirip caudal, exophthalmia, kekurangan darah merah dan mengurangi kemampuan penetesan telor (hatchability)(29,30). Pada sisi lain, suplemen dari asam ascorbic pada calon induk (broodstock) dalam pemberian pakan secaras signifikan akan meningkatkan hatchabilitas telor,
Tingkat penetesan telor dari broodstock ikan rainbow trout yang tidak diberi asam ascorbic pada pakan selama 4 bulan sebelum ovulasi berkurang secara signifikan dibandingkan kelompok control(16,23).
Kelulushidupan lebih rendah pada pakan yang tidak cukup mengandung vitamin C dan E dihubungkan dengan lemahnya metabolisme didalam yellow perch(18).
Suatu kombinasi antara vitamin C, vitamin E dan selenium diketahui meningkatkan pencapaian reprodusi, seperti pertumbuhan ovarian pada semua jenis karper, Cyprinus carpio(34), eyed-stage survival dan hatchabilitas pada ikan Ayu, Plecoglossus altivelis(32) dan persentase lebih tinggi pada fekunditas dan telor normal pada ikan gilthead seabream, Sparus aurata(15).
Pada peneltian ini, indeks gonado- dan hepato-somatic mengakibatkan pengaruh yang berbeda antara ikan jantan dan ikan betina dengan berbagai kombinasi antara vitamin E dan C dan selenium.
Diameter telor menunjukkan perubahan jelas nyata berkaitan dengan kombinasi yang berbeda antara adiktif [penambahan] tersebut. Diameter yang dicapai setiap perlakuan didalam tiga kategori ukuran telor berbeda. Ukuran telor yang pertama kelompok yang diukur kurang dari 1500 µm, telor kedua kelompok ukuran berkisar dari 1500 sampai 2000 µm dan yang ketiga kelompok ukuran telor lebih dari 2000 µm. Diameter telor mayoritas ikan kelompok diet 6 (vitamin E+ vitamin C+ selenium) lebih dari 2000 µm dengan persentase sekitar 22-52%. diikuti oleh kelompok ikan yang disuplemen dengan vitamin C+ E dengan persentase 23-40%, kemudian kelompok ikan yang disuplemen dengan vitamin C saja dengan persentase 15-22%. Hanya satu ikan pada masing-masing kelompok 1 (kontrol), kelompok 2 (vitamin E) dan kelompok 5 (vitamin E+ selenium) menunjukkan persentase yang kecil dari diameter telor lebih dari 2000 µm.
Fekunditas mutlak ikan kelompok 6 (vitamin E+ C+ selenium) menunjukkan suatu korelasi positif dalam hubungan dengan panjang dan berat ikan. Studi ini menandai adanya perbaikan persamaan untuk menyatakan hubungan antara fekunditas mutlak dan panjang seperti halnya berat dikurangi pada ikan.
Pemijahan ikan berkurang pada kelompok kontrol, kelompok 2 (vitamin E), seperti halnya kelompok 5 (vitamin E+ selenium). Pada sisi lain, proses pemijahan ikan yang diamati pada kelompok 3 (vitamin C) dengan persentase 20%, kelompok 4 (vitamin E+ C) dengan persentase 50% dan kelompok 6 (vitamin E+ C+ selenium) dengan persentase 75%.
Penelitian ini menunjukkan vitamin C yang berkenaan dengan diet dengan dosis 120 mg/kg diet meningkatkan pencapaian reprodusi, dari ikan Nila Tilapia, tetapi vitamin E dengan dosis 34 mg/kg diet tidak berpengaruh. Bagaimanapun, 34 mg vitamin E/kg diet tidak efisien untuk membuat peningkatan dalam pencapaian reprodusi ketika disuplemen saja, tetapi itu akan efisien ketika dicampurkan dengan vitamin C dan selenium. Bagaimanapun, hitungan yang akurat jumlah kebutuhan bergantung pada evaluasi beberapa faktor, seperti jenis pakan, proses, kandungan isi pakan, waktu simpan pakan dan lingkungan toxicants (racun) dan mungkin ukuran, umur dan tampilan genetic dar ikan(13).
Penelitian ini ada dengan persetujuan dengan peneliti lainnya. Sebagai contoh, fertilisasi lebih tinggi dan tingkat penetesan oleh berkenaan diet vitamin C dibandingkan vitamin E dicapai yellow perch(19). Secara umum efek positif dari asam ascorbic pada telor ikan dalam pencapaian penetasan dipertunjukkan peneliti sebelumnya(23,33) Itu menunjukkan bahwa asa ascorbic berhubungan dengan fungsi endocrine dalam mendewasakan ikan. Diusulkan asam ascorbic mungkin punya peran dalam sintesis steroid dan sekresi dan/atau bertindak sebagai penyestabil, pelindung, peningkatannya sebagai penghambat dalam hubungan pada konsentrasi yang tinggi dari lokal steroids dalam systems endocrine (20).
Kebutuhan vitamin C tergantung pada umur ikan(33). Penelitian melaporkan ikan rainbow trout dewasa yang diberi pakan dengan diet tanpa asam ascorbic untuk 21 bulan termasuk fase perkembangan gonadal, menunjukkan tidak ada tanda [gejala] makroskopik avitaminosis C dan tidak ada kematian yang meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Ovari mengalami suatu siklus tahunan mengalami dampak dalam saluran metabolisme pada ikan. Selama pertumbuhan gonadal didalam kaitan dengan penetasan teleosts, didahului, tanda protein kuning telur, vitellogenin, adalah yang disintesis pada hati dibawah kondali dari hormon oestrogenik(8).
Jaringan endocrine secara normal mengandung asam ascorbic tingkat tinggi. Setelah ada suplementasi dari asam ascorbic, ditemukan ovari dalam tingkat tinggi dianggap sebagai gambaran dari fungsi organ endocrine ini (20).
Diet broodstock untuk asam ascorbic ditransfer ke telor dimana itu disimpan akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan larva sebagai pasokan makanan pertama(23,29).
Dosis vitamin E yang diperlukan untuk ditambahkan satu demi satu untuk mendorong Oreochromis niloticus bertelur dapat lebih tinggi dibanding dosis saat ini. Pengamatan lebih lanjut tentang efek vitamin E pada pencapaian reproduksi yang diperlukan dari Oreochromis niloticus terletak vitamin E dalam posisi yang benar menurut perannya dan arti penting dibandingkan dengan vitamin lain.
Untuk tingkat yang lebih tinggi vitamin E lebih bersifat melindungi dan mempengaruhi selaput RBC untuk melawan peroxidant lysis yang diinduksi(21). Phospholipids mitochondria, reticulum endoplasmic dan membran plasma punya hubungan khusus untuk ά- tocopherol. Pada ikan salmonids, supplementasi vitamin E yang lebih tinggi mempunyai peningkatan lymphocyte proliferation(21). ditemukan vitamin E kekurangan pada Oreochromis niloticus yang diberi pakan menyebabkan ketiadaan pewarnaan seksual (warna kulit) dan mengurangi aktivitas reproduksi(25).
Organisma air mengakumulasi selenium dari jenis selenium organik dan tidak teratur lewat air dan jalur ekspose food-chain(2]). Selenium dilaporkan mampu menoleransi racun (toxicas) dan logam berat(26). Efek dari diet dan waterborne selenium reprodusi ikan bluegills dewasa, Lepomis macrochirus, dievaluasi ada suatu kronis toxicas yang diteliti. Sebelum pemijahan ikan, bluegills umur dua tahun diperlakukan selama 60 hari dengan enam kombinasi diet dan waterborne selenium(4). Pengukuran marfologi ikan dewasa, mencakup panjang, berat, faktor kondisi dan index gonadosomatic, diukur pada hari 60 dan 140 setelah ekspose. Parameter reprodusi, mencakup frequency pemijahan, jumlah telor setiap memijah, persentase dari penetesan dan survival dari hasil benih selama 30 hari setelah penetesan dimonitor sepanjang 11minggu periode pemijahan. Konsentrasi Selenium ditentukan telor ikan dewasa, dan 30 hari usia benih. Hanya benih secara signifikan yang terpengaruh. Survival benih dikurangi induk menunjukkan ke 10 Fg/L waterborne selenium dalam kombinasi berkenaan dengan diet 33.3 Fg/G Seleno-L-Methionine. Hasil ini mendukung pengamatan yang menandai adanya akumulasi selenium pada food-chain yang dapat mengurangi keberhasilan reprodusi ikan bluegills.
Di samping mineral esensial untuk pertumbuhan dan metabolisme umum, sedikit penelitian yang diselenggarakan tentang efek dari mineral berkenaan dengan supplementasi diet atas pencapaian reprodusi tilapia. jelas, oleh karena itu, pekerjaan sangat diperlukan pada kebutuhan kwantitatif vitamins dan mineral tilapia.
Kesimpulannya, suatu peningkatan pada kematangan broodstock dan pencapaian reprodusi ikan nila Tilapia, Oreochromis niloticus diamati sebagai hasil dari supplementasi vitamins E dan C dan selenium.
Pencampuran unsur tersebut secara bersama-sama didalam diet adalah pilihan yang paling baik untuk nutrisi Oreochromis niloticus untuk mendapatkan pencapaian reprodusi terbaik. Ferttilisasi tinggi dan tingkat penetasan menempat sebagai persentase survival tinggi dari benih yang diamati pada diet yang mengandung ke tiga komponen suplemen secara bersama-sama. Efek synergistic dari supplementasi unsure tersebut bersama-sama dengan jelas diamati.
REFERENCES
1. Anadu, D.I., O.C. Anozie, and A.D. Anthony, 1990. Growth responses of Tilapia zillii fed diets containing various levels of ascorbic acid and cobalt chloride. Aquaculture, 88: 329-336.
2. Besser, J.M., T.J. Canfield and T.W. La Point, 1993. Bioaccumulation of organic and inorganic selenium in a laboratory food chain. Environmental Toxicology and Chemistry, 121: 57-72.
3. Blom, J.H. and K. Dabrowski, 1995. Reproductive success of female rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) in response to graded dietary ascorbyl monophosphate levels. Biol. Reprod. 52: 1073-1080.
4. Coyle, J.J., C.G. D.R. Buckler; J.F. Ingersoll snd T.W. Fairchild, 1993. Effect of Dietary Selenium on the Reproductive Success of Bluegills (Lepomis macrochirus) Environmental Toxicology and Chemistry, (123): 551-565.
5. Dabrowski, K. and J.H. Blom, 1994. Ascorbic acid deposition in rainbow trout eggs and survival of embryos. Comp. Biochem. physiol. 108A: 129-135.
6. Dabrowski, k. and A. Ciereszko, 2001. Ascorbic acid and reproduction in fish: endocrine regulation and gamete quality. Aquac. Res., 32: 1-19.
7. David, G. and L. Leslie 1983. Mass production of Tilapia nilotica seed in suspended net enclosures. Pages: 394-401. In: proc. International symposium on Tilapia Aquaculture. Tel Aviv., Israel.
8. De Vlaming, V., H.S. Wiley, G. De lahunty and R. Wallace, 1980. Goldfish (Carassius auratus) vitellogenin: induction, isolation, properties and relationship to yolk proteins. Comp. Biochem. Physiol., 67 B: 613-623.
9. Emata, A.C., I.G. Borlongan and J.P. Damaso, 2000. Dietary vitamin C and E supplementation and reproduction of milkfish Chanos chanos Forskal. Aquac. Res. 31: 557-564.
10. Eskelinen, P., 1989. Effects of different diets on egg production and egg quality of Atlantic Salmon (Salmo salar L.). Aquaculture, 79: 275-281.
11. Halver, J.E., 1985. Recent advances in vitamin nutrition and metabolism in fish. In: C.B. Cowey, A.M. Mackie and J. G. Bell (Editors), Nutrition and feeding in fish. Academic press, London, pp: 415-429.
12. Harris, H.F., 1900. One the rapid conversion of hematoxylin into hematin in staining reaction of hematoxylin into hematin in staining reaction. J. Appl. Mikerosc., 3: 777-780.
13. Hilton, J.W., C.Y. Cho and S.J. Slinger, 1978. Effect of graded levels of supplemental ascorbic acid in practical diets fed to rainbow trout (Salmo gairdneri). J. Fish. Res. Board Can., 35: 431-436.
14. Ito, Y., M. Tsuji, N. Terada, M. Miyano and H. Mori, 1992. Testosterone production in mature scorbutic mutant rats unable to synthesize ascorbic acid. Int. J. Androl, 15: 160-169.
15. Izquierdo, M.S., H. Fernandez-Palacios and A.G.J. Tacon, 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Aquaculture, 197: 25-42.
16. Komarov, I.P. and L.M. Kryazeva, 1984. Effects of vitamin C enriched granulated feed on the physiological state of spawning rainbow trout. Hydrobiol. J., 2: 43-48.
17. Latif, A.F.A. and R.E. Saady, 1973. Oogenesis in the Nile Bolti, Tilapia niloticus (Oreochromis niloticus). Bull. Inst. of Oceanogr. and Fish., Egypt, 3: 183-202.
18. Lee, K.J. and K. Dabrowski, 2003. Interaction between vitamins C and E affects growth, their tissue concentrations, lipid oxidat ion and deficiency symptoms in yellow perch, Perca flavescens. Br. J. Nutr., 89: 589-596.
19. Lee, K.J. and Dabrowski, K. 2004. Long–term effects and interactions of dietary vitamins C and E on growth and reproduction of yellow perch, perca flavescens. Aquaculture. 230, 377-389.
20. Levine, M. and K. Morita, 1985. Ascorbic acid in endocrine systems. Vitam. Horm., 43: 1-64.
21. Majhi, P. and N.P. Sahu, 2000. Role of vitamins C and E in immune response of fishes. SEAFDEC Asian Aquaculture, 22: 9-31.
22. Nikolsky, G.V., 1963. The ecology of fishes Acad. Press, London and New Yourk, pp: 352.
23. Sandnes, K., U. Ulgenes, O.R. Break and F. Urne, 1984. The effect of ascorbic acid supplementation in broodstock feed for reproduction of Rainbow trout (Salmo gairdaneri). Aquaculture, 43: 167-177.
24. Sangha R.S., M.C. Chavez-Sanchez, C.A. Martinez-Palacios and I.E. Martinez- Rodriguez, 2000. Effect of supplementing Ascorbic acid (l-ascorbyl-2-polyphosphate) in Broodstock Diet of the white shrimp Lito penaeus vannamei. Journal of the world aquaculture society, 31: 137.
25. Schimittou, H.R., 1993. High-density fish culture in low-volume cages. MITA, Publication No. 518, AQ 41, 1993/7, American Soybean Association, Singapore, pp: 75.
26. Shanker, K., S. Mishra and S. Srivastava, 1996. Effect of selenite and selenate on plant uptake of cadmium by maize (zeamays). Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology, 56: 419-424.
27. Shiau, S.Y. and F.L. Jan, 1992. Dietary ascorbic acid requirement of Juvenile tilapia Oreochromis niloticus × O. aureus. Nippon Suisan Gakkaishi, 58: 671-675.
28. Shiau, S.Y. and T.S. Hsu, 1995. L-ascorbyl-2- sulfate has equal antiscorbutic activity as Las co rb yl -2 - mono ph os ph at e fo r ti la pi a, Oreochromis niloticus × O. aureus. Aquaculture, 133: 147-157.
29. Soliman, A.K., K. Jauncey and R.J. Roberts, 1986a. The effect of dietary ascorbic acid supplementation on hatchability, survival rate and fry performance in Oreochromis mossambicus (Peters). Aquaculture, 59: 197-208.
30. Soliman, A.K., K. Jauncey and R.J. Roberts, 1986b. The effect of varying forms of ascorbic acid on the nutrition of juvenile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture, 52: 1-10.
31. Stickney, R.R., R.B. McGeachin, D.H. Lewis, J. Marks, A. Riggs, R.F. Sis, E.H. Robinson and W. Wurts, 1984. Reponse of Tilapia aurea to dietary vitamin C. Journal of the worled Mariculrure society, 15: 179-185.
32. Takeuchi, M., S. Ishii, T. Ogiso, 1981. Effect of dietary vitamin E on growth, vitamin E distribution and mortalities of the fertilized eggs and fry in ayu, plecoglossus altivelis. Bull. Tokai Regional Fish. Res. Lab., 104: 111-122.
33. Waagbø, R., T. Thorsen and K. Sandnes, 1989. Role of dietary of ascorbic acid in vitellogenesis in rainbow trout (Salmo gairdneri). Aquaculture, 80: 301-314.
34. Watanabe, T. and F. Takashima, 1977. Effect of α–tocopherol deficiency on carp. VI. Defficiency symptoms and changes in fatty acid and triglyceride distribution in adult carp. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 43: 819-830.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda :