Translate Journal Ilmiah :
By ; Muhammad Fahri 0720818017
Pasca Sarjana BP Univ Brawijaya Malang
Aplikasi Biotechnology Pada Breeding Ikan. II: Produksi Immune Lebih Tinggi Secara Genetik Yang Dimodifikasi Pada Ikan Redbelly Tilapia, Tilapia zillii
1 National Institute of Oceanography and Fisheries, Kayt Bey, Alexandria, Egypt.
2 Animal and Fish Production Department, Faculty of Agriculture, (Saba-Bacha) Alexandria University, Alexandria, Egypt.
Accepted 18 February, 2005
Penelitian saat ini mengarah untuk menghasilkan suatu immun yang tinggi, secara genetic dimodifikasi pada redbelly tilapia, Tilapia Zillii dengan pertumbuhan dipercepat sebagai hasil injeksi (suntikan) langsung dari DNA ikan hiu (Squalus acanthias L.) ke dalam daging otot benih ikan (fingerlings) pada konsentrasi 10, 20, 40 dan 80 µg/fish. Hasil menunjukkan bahwa ikan yang disuntik dengan 40 µg/fish mempunyai pengaruh keunggulan signifikan (P≤0.05) dari pencapaian pertumbuhan. Juga, komposisi tubuh dari ikan ini telah ditingkatkan. Ikan yang disuntik dengan 20 dan 40 µg/fish pengaruh yang signifikan (P≤0.05) rata-rata lebih tinggi dari total aktivitas antibodi (total IgM), total serum protein dan globulin bandingkan dengan kelompok yang disuntik lainnya. Pengujian cytological untuk semua ikan yang disuntik dan kontrol mengungkapkan jumlah diploid yang sama (2n=44) dari khromosom, dan tidak ada kerusakan khromosomal yang dideteksi. Lebih dari itu, fingerprinting (sidik) DNA menunjukkan polymorphism tinggi antar ikan disuntik. Oleh karena itu, variabel fragmen DNA ikan hiu dapat secara acak diintegrasikan ke dalam genom otot/daging T. zillii. Penyelidikan saat ini mengungkapkan juga diameter telor dari ikan betina yang disuntik dan kontrolnya dibagi menjadi sembilan kelompok, yang bervariasi antara 0.2 dan 1.7 mm. Sebagai tambahan, indung telur (ovary) T. zillii betina yang disuntik dengan 10; 20; 40 dan 80 µg/fish dari DNA ikan hiu menunjukkan 10, 38, 65 dan 18% oocytes normal, secara berturut-turut. Juga, testis dari ikan jantan yang disuntik dengan berbagai variasi dari DNA menunjukkan sejumlah besar kelainan (abnormal). Lebih dari itu, perbandingan antara semua ikan yang disuntik mengungkapkan bahwa testis dan ovary ikan yang disuntik dengan 80 µg/fish menjadi lebih berubah bentuk dan atretic. Ini berarti bahwa pengaruh dari intramuscular dengan penyuntikan langsung dari DNA asing ke dalam T. zillii dapat membatasi pada germ sel (bibit kuman) dari ikan. Oleh karena itu, studi lebih lanjut tentang penetapan dari pengaruh ini pada generasi berikutnya diperlukan. Hasil mengindikasikan adanya suatu kemungkinan cara yang mudah dan cepat untuk meningkatkan karakteristik ikan.
PENDAHULUAN
Pengembangan dari modifikasi ikan secara genetik mengalami penelitian yang intensif sejak produksi pertama modifikasi secara genetik dari mammalia (Devlin et al., 1995). Modifikasi ikan secara genetik berkembang untuk dua hal yaitu tujuan akademis dan aplikasi, produksi mengikuti sistem model bermanfaat seperti strain genetik baru dengan karakteristik yang ditingkatkan untuk aquakultur (Maclean dan Penman, 1990; Chen dan Powers, 1990; Houdebine dan Chourrout, 1991; Fletcher dan Davies 1991; Maclean dan Laight 2000). Berbagai variasi gen sekarang sudah diperkenalkan ke dalam ikan dengan tujuan mempengaruhi cirri-ciri seperti pertumbuhan, kematangan, toleransi pada suhu dingin, kualitas daging dan resistensi pada penyakit (Sheares et al., 1991; Chatakondi et al., 1995; El-Zaeem, 2001, 2004; Dunham et al., 2002; El-Zaeem dan Assem, 2004).
Suatu gen asing dapat ditransfer ke ikan secara in vivo dengan memperkenalkan DNA yang lebih baik ke dalam embrio maupun secara langsung ke dalam jaringan somatik ikan dewasa (Sudha et al., 2001). Penyerahan langsung dari DNA ke dalam jaringan iikan adalah suatu pendekatan sederhana, menyediakan hasil yang cepat dan mengurangi kebutuhan akan penyaringan transgenik individu dan memilih pembawa garis germ. Perpindahan gen dan ekspresi yang mengikuti suntikan langsung intramuscular dari DNA asing ke dalam daging ikan dicapai oleh beberapa studi (Hansen et al., 1991; Rahman dan Maclean, 1992; Anderson et al., 1996; Tan dan Chan, 1997; Xu et al., 1999; El-Zaeem, 2004; El-Zaeem dan Assem 2004; Hemeida et al., 2004). Lebih dari itu, Sudha et al., (2001) menyatakan bahwa ekspresi dari suntikan otot/daging (muscle) dari DNA adalah jelas nyata dalam beberapa jaringan yang bukan otot, seperti epithelia kulit, sel pigmen, sel pembuluh darah dan neuron-like sel.
Parameter fisiologis atau imunologi dari ikan sehat mungkin diperoleh dari sampel darah sebagai pengukuran tidak langsung dari resistensi penyakit. Salah satu dari parameter ini dapat menjadi aktivitas antibody total (total IgM) (Fjalested et al., 1993). Tingkatan immunoglobulin (IgM) dan serum protein yang ada dalam serum darah itu menandai adanya kemajuan pengembangan sistem immun. Immunoglobulins adalah protein khusus mengandung membrane dari lymphocytes yang beredar dalam darah dan bertindak sebagai zat antibody. IgM adalah salah satu dari immunoglobulins yang bertanggung jawab untuk bagian dari respon immun pada invasi penyakit bakterial (Magnadottir, 1990 dan 1998; Magnadottir dan Guomundsdottir, 1992). Marchalonis et al. ( 1993) melaporkan bahwa IgM dapat mengandung sebanyak 50% dari serum protein pada ikan hiu, sedang pada manusia meliputi kurang dari 5%. Magnadottir (1998) IgM yang diisolasi dari empat jenis ikan teleostei; Atlantik salmon (Salmo salar L.), ikan halibut (Hippoglossus hippoglossus L.), ikan haddock (Melanogrammus aeglefinus L.) dan ikan cod (Gadus morhua L), dengan konsentrasi 2, 8, 13 dan 20% dari serum protein, secara berturut-turut.
Kita sebelumnya sudah melaporkan (El-Zaeem dan Assem, 2004) bahwa suatu hyperimmune modifikasi secara genetik dari Nile Tilapia, Oreochromis niloticus dengan pertumbuhan yang dipercepat dan meningkatkan dari komposisi tubuh dapat diproduksi dengan suntikan langsung dari DNA hati (liver) ikan hiu ke dalam otot ikan.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh dari suntikan langsung DNA ikan hiu (Squalus acanthias L.) ke dalam otot ikan redbelly tilapia, Tilapia Zillii, terhadap pencapaian pertumbuhan, komposisi tubuh, imunologi dan karakteristik biokimia serum darah, diameter oocyte dan karakteristik histological gonad. Lebih dari itu, penyelidikan cytological dan fingerprinting (sidik jari) DNA dari yang normal dan ikan yang dimodifikasi telah dilakukan.
MATERIAL DAN METODA
Asal Ikan
T. zillii yang digunakan dalam penelitian ini diturunkan dari populasi kematangan secara acak di laboratorium breeding dan produksi ikan, Departemen produksi ikan dan hewan, Fakultas Pertanian, (Saba-Bacha) Universitas Alexandria, Alexandria, Mesir.
Preparasi dari genomik DNA
Berat molekular DNA yang tinggi diisolasi dari sample hati ikan hiu menurut metoda Brem et al. (1988). Isolasi DNA dipenuhi dengan mengurangi sampel hati ke potongan kecil, yang kemudian ditransfer ke tabung microfuge dan diinkubasi pada malam hari sampai sampel dicerna dalam suatu buffer berisi 50 mM Tris, 100 mM EDTA (pH 8.0), 100 mM Nacl, 0.1% SDS dan 0.5 mg/ml proteinase K. Setelah inkubasi, sampel telah diekstraksi dua kali untuk 15-20 min dengan volume phenol/chloroform (1:1) dan kemudian dua kali lagi untuk 15 min dengan volume chloroform/ isoamylealcohol (24:1). Tahap aquaeous (mengandung air) kemudian dipercepat dengan 2.5 volume dari 100% ethanol di hadapan 1/10 volume 3 M sodium asetat (pH 6.0). DNA dibentuk pil dicuci dengan 70% ethanol dan dihancurkan pada 0.1X SSC buffer (saline sodium sitrat). konsentrasi DNA diukur dengan UV spectrophotometry. DNA yang diekstraksi direstrikasi dengan EcoR1.
Kondisi-Kondisi Budidaya
Lima puluh fingerlings dari T. zillii dengan berat awal hidup dan total panjangn (5.25±1.00 g dan 7.12±0.50 cm, secara berturut-turut) dibagi secara acak ke dalam lima kelompok dan dipasang label secara individu dengan metoda transbody tags (Nielsen, 1992), menggunakan Tag-Gun. Masing-Masing kelompok tidak kekurangan persediaan secara terpisah pada tingkat dari 1.0 fish/17.5L dalam setengah dari fiberglass tangki segiempat panjang (total volume, 350 L), yang dibagi dengan plastik sieved yang dihubungkan dengan frame besi. Masing-Masing tangki disuplai dengan air bersih pada tingkat 0.5 L/min dengan aerasi bersifat tambahan. Ikan diberi pakan dua kali sehari-hari dengan pellet diet (30% protein), sampai kekenyangan, enam hari selama seminggu, dan ditimbang setiap dua minggu sekali selama 90 hari.
Suntikan (Injeksi) dari DNA asing secara in vivo
Menggunakan 0.1X SSC buffer, empat konsentrasi, 10, 20, 40 dan 80 µg/0.1ml/fish, dari DNA ikan hiu yang disiapkan dan disuntik ke dalam otot T. zillii secara in vivo menggunakan jarum suntik (hypodermic needle). Kelompok kelima ikan dibiarkan tanpa suntikan sebagai kontrol.
Pengukuran Ciri-Ciri Kuantitatif
Parameter berikut yang diukur; berat tubuh, berat yang diperoleh, perolehan harian (DG, g/day), laju pertumbuhan spesifik (SGR, %/hari), total panjang tubuh, dan faktor kondisi (K). Komposisi tubuh utuh dari ikan yang disuntik dan controlnya dianalisa menurut metoda yang standar (AOAC, 1984) untuk moisture (oven pengeringan), protein (metoda micro-kjeldahl) dan lipid/lemak (metoda eter extract).
Karakteristik biokimia dan imunologi
Pada akhir eksperimen, sampel darah diambil dari pembuluh darah caudal ikan. Serum diperoleh dengan centrifugation darah pada 3000 rpm selama 20 menit dan disimpan pada suhu – 20°C untuk analisa kemudiannya. Total Serum protein diukur dengan Metoda Biuret, seperti yang diuraikan oleh Amstrong dan Carr (1964). Konsentrasi zat putih telur ditentukan menurut metoda Doumas et al. (1971), menggunakan komersil kits (Diamonds Diagnostic®). Konsentrasi Globulin diperkirakan dengan pengurangan konsentrasi zat putih telur dari total nilai serum protein. Pada akhirnya pemurnian dan konsentrasi IgM antibodi diukur menurut Ohta et al. (1990); Nevens et al. (1992) dan Wendelborn et al. (1992), penggunaan kits komersil (Immunopure® IgM purification kits).
Preparasi Chromosom
Chromosomes dipreparasi menurut metoda (Chourrout dan Happe, 1986). Pada akhir eksperimen, ikan yang dimodifikasi dan kontrolnya disuntik ke dalam otot dorsal dengan 0.5% colchicine (0.3 ml/100 g didalam 0.8% Nacl) dan berada dalam akuarium yang diaerasi dengan baik. Setelah empat jam, ikan yang disuntik, anterior ginjal ditransfer ke dalam 2ml medium hypotonic (0.8% trisodium sitrat) dan dengan cepat dissociated dengan pipetting yang diulangi. Tabung 5 ml kemudian diisi sampai puncak, ditutup dan diaduk pada waktu tertentu selama 20 min pada suhu 20°C. Setelah setrifugasi (100 g selama 7 min), medium digantikan dengan yang baru disiapkan asam ethanol-acetic (3:1) pada suhu 4°C, fiksasi pertama berlangsung 30 min. Operasi akhir diulangi dua kali dan tabung dijaga sampai malam pada suhu 4°C; 2ml dari fiksasi segar digunakan untuk menahan kembali sel sebelum persiapan slide. Lima tetesan dari suspention sel diteteskan dalam slide dingin (yang dibungkus dengan lapisan tipis/encer dari air yang deionisasi) yang telah dipanaskan dua kali (sekali dengan singkat dan lebih panjang yang lain), udara kering dan akhirnya ditandai/stained dengan 4% Giemsa selama 30 min.
Analisa Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Pada akhir eksperimen, genomic DNA disadap dari jaringan otot dari ikan yang disuntik dan kontrolnya menurut metoda yang diuraikan oleh Brem et al. (1988). Reaksi Rantai Polymerase Campuran (25 µl) yang terdiri dari 0.8 U TAQ polymerase DNA, 25 pmol dNTPs, 25 pmol dari random primer, 2.5 ul 10X Taq polymerase DNA buffer dan 40 ng dari genomic DNA. Sequence primer acak yang digunakan dalam penelitian ini adalah (5-ACCGGGAACG-3 dan 5-ATGACCTTGA-3). Campuran reaksi akhir ditempatkan dalam DNA thermocycler. Program PCR mencakup tahap awal denaturasi pada suhu 94°C selama 2 min yang diikuti oleh 45 siklus dengan suhu 94°C selama 30 s untuk denaturasi DNA, pendinginan pada suhu 46°C selama 30 detik, ekstensi pada suhu 72°C selama 30 detik dan ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 10 min dilaksanakan. Sampel didinginkan pada suhu 4°C. Amplifikasip produk secara electrophoretical dipisahkan pada 2.5% gel agarose dan ditandai dengan ethidium bromida, divisualisasikan dengan cahaya ultaviolet dan dipotret. Panjang fragmen DNA ditentukan oleh perbandingan dengan 100 pb DNA penanda (marker) (1500, 1000, 500, 300, 100 pb).
Diameter Telor dan Karakteristik Histological dari Gonads
Pada akhir eksperimen, gonads secara hati-hati dipindahkan dan ditimbang kemudian difiksasi dalam 10% formol saline solution. Potongan dari ovary yang difiksasi diuji di bawah mikroskop binuclear untuk menentukan diameter oocyte. Diameter oocyte dibagi menjadi sembilan kelompok, tiga kelompokkan yang pertama (0.2, 0.4 dan 0.6 mm) adalah kecil dan transparan, sedang ova yang sisa berkisar antara 0.8 mm dan 1.7 mm didalam diameter kuning telur (yolky). Untuk study histological yang gonads difiksasi dibersihkan dalam 70% etil-alkohol untuk tiga hari sebelum pengeringan, kemudian dibersihkan dan ditempelkan pada paraffin wax. Bagian dari 6-10 m yang tebal ditandai dengan Eirlich hematoxylin dan Eosin (H&E).
Analisa Statistik
Data ciri-ciri kuantitatif dianalisa menggunakan model berikut (Costat, 1986) :
Yij = µ + Ti + Bj + Eij
Di mana Yij adalah pengamatan atas ijth parameter yang diukur; µ, rata-rata keseluruhan; Ti, pengaruh dosis ith; Bj, pangaruh Blok Jth; dan Eij, acak kesalahan. Perbedaan signifikan (P≤0.05) antar rata-rata diuji dengan Duncan’s multiple range test (Duncan, 1955).
HASIL DAN DISKUSI
Ciri-Ciri Produktif
Penelitian saat ini menunjukkan pengaruh signifikan dari dosis yang berbeda dari DNA ikan hiu yang disuntikkan ke dalam T. zillii pada pencapaian pertumbuhan dan komposisi tubuh. Pada awal eksperimen, perbedaan tidak signifikan (P≤0.05) dideteksi pada inisial berat tubuh dan panjang (IBW dan IBL) dari T. zillii. Rata-rata dari FBW, WG dan DG paling tinggi dicapai oleh ikan yang disuntik dengan 40 µg DNA, menunjukkan peningkatan signifikan (P≤0.05) dibandingkan dengan ikan lain yang disuntik dan kelompok kontrol. Juga, catatan paling tinggi dari SGR (%/hari) dicapai oleh ikan yang disuntik dengan 40 µg DNA secara signifikan (P≤0.05) dibedakan dibanding kontrol, tetapi tidak berbeda secara signifikan dari yang ikan disuntik dengan dosis lain dari DNA ikan hiu. Faktor kondisi yang paling tinggi (K) dicapai oleh ikan yang disuntik dengan 40 dan 80 µg DNA secara signifkan (P≤0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan kelompok yang disuntik lainnya. Panjang Badan Akhir (FBL) secara signifikan (P≤0.05) meningkat pada ikan yang disuntik dengan 40 µg DNA, menunjukkan rata-rata lebih tinggi, bandingkan dengan ikan yang disuntik dengan 80 µg DNA dan kelompok kontrol, tetapi tidak berbeda secara signifikan dari ikan yang disuntik dengan 10 dan 20 µg DNA ikan hiu (Tabel 1). Hasil pencapaian pertumbuhan menyatakan bahwa dosis 40 µg DNA ikan hiu lebih efektif merangsang cirri-ciri ini. Hasil Ini adalah konsisten dengan penelitian yang diperoleh sebelumnya (El-Zaeem, 2004; El-Zaeem dan Assem, 2004), menunjukkan bahwa dosis optimal dari DNA asing yang disuntikkan ke dalam otot ikan adalah 40 µg/fish. Dosis yang rendah dari DNA asing ditunjukkan oleh beberapa peneliti untuk dapat efektif dalam merangsang pencapaian pertumbuhan dan komposisi tubuh (El-Fiky dan Mehana, 1998; El-Zaeem, 2001).
Hasil komposisi tubuh menunjukkan bahwa isi moisture secara signifikan menurun (P≤0.05) dengan ikan yang disuntik dengan 40 µg DNA ikan hiu, sedang protein kasar secara signifikan meningkat (P≤0.05) pada ikan yang disuntik dengan 40 µg DNA ikan hiu. Lebih dari itu, pencapaian paling tinggi dari lemak kasar diperoleh oleh ikan yang disuntik dengan 40 µg DNA secara signifikan (P≤0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang disuntik dengan 10 µg DNA dan kelompok kontrol, tetapi tidak berbeda secara signifikan dari ikan yang disuntik dengan 20 dan 80 µg DNA ikan hiu (Tabel 1). Hasil ini sependapat dengan penemuan kami sebelumnya (El-Zaeem, 2004; El-Zaeem dan Assem, 2004). Juga, Chatakondi et al. (1995) dan Dunham et al. (2002) yang melaporkan bahwa isi moisture lebih rendah sedang isi protein lebih tinggi dalam transgenik otot ikan karper umumnya yang berisi gen hormon pertumbuhan ikan rainbow trout bandingkan dengan kontrolnya. Lebih dari itu, Martinez et al. (2002) dan Lu et al. (2002) diamati rangsangan anabolik dan rata-rata sintesa protein lebih tinggi pada transgenik dibandingkan dengan ikan non-transgenik.
Tabel 1. Pengaruh dari dosis yang berbeda DNA Ikan hiu yang disuntik ke dalam otot T. zillii pada pencapaian pertumbuhan dan composition tubuh1.
1 Tingkat mortalitas 0.0% untuk semua ikan yang disuntik dan kontrol.
Rata-rata mempunyai perbedaan (superscripts) dalam bahan baku berbeda secara signifikan (P≤0.05).
Awal dan akhir berat tubuh (IBW dan FBW)= berat tubuh pada awal dan akhir eksperimen.
Selisih Berat (WG) = berat akhir– berat awal.
Selisih harian (DG) = (berat akhir– berat awal) / jumlah hari.
Laju pertumbuhan spesifik (SGR%/day) = (Log berat akhir– Log berat awal) 100 / jumlah hari.
Faktor Kondisi (K) = Berat tubuh (100) / volume (kubik) panjang total.
Tabel 2. Pengaruh dari dosis DNA ikan hiu yang berbeda yang disuntik ke dalam otot T. zillii dalam parameter biokimia dan imunologi dari serum darah.
Rata-rata mempunyai perbedaan superscripts dengan bahan baku berbeda secara signifikan (P≤0.05).
1 g / 100 ml.
2 Percentage dihitung dari total protein.
Hasil kami menunjukkan bahwa suntikan DNA ke dalam jaringan otot ikan dari atas sampai dosis 80 µg/fish tidak berpengaruh mematikan, seperti halnya yang dilaporkan sebelumnya (El-Zaeem, 2004; El-Zaeem dan Assem, 2004).
Karakteristik biokimia dan imunologi
Hasil dari parameter biokimia dan imunologi serum darah menunjukkan pengaruh signifikan dosis yang berbeda dari DNA ikan hiu yang disuntik ke dalam T. zillii. Jumlah paling tinggi dari total serum protein, globulin, IgM dan % IgM dicapai oleh ikan yang dimodifikasi dengan suntikan 20 dan 40 µg/fish. Sedang, perbandingan albumin/globulin ikan yang disuntik dengan 20 dan 40 µg/fish lebih rendah. Rata-rata paling rendah secara signifikan (P≤0.05) untuk serum albumin dicapai oleh ikan yang disuntik dengan 80 µg/fish, tetapi tidak berbeda signifikan dari ikan yang disuntik dengan 20 dan 40 µg/fish (Tabel 2). Hasil ini adalah konsisten dengan penelitian sebelumnya (El-Zaeem dan Assem, 2004), di mana kita memproduksi hyperimmune yang dimodifikasi secara genetic dari ikan Nile Tilapia, O. niloticus dengan suntikan langsung DNA ikan hiu ke dalam otot. Mandour (1996) juga mengamati bahwa immune sangat kebal ayam transgenic dapat diproduksi dengan menyuntik embrio dengan berbagai dosis dari DNA burung puyuh bursal (antibody pembentukan sel organ).
Gambar 1. Metaphase chromosomes diploid (2n=44) T. zillii.
Gambar 2. Fingerprinting DNA menggambarkan polymorphism antar jaringan otot T. zillii yang mengikuti suntikan langsung dari berbagai DNA dosis ikan hiu. M, 1, 2, 3, 4 dan 5 adalah DNA penanda, kontrol, 10 µ g, 20 µ g, 40 µ g dan 80 µ g, secara berturut-turut.
Pengujian Cytological
Dalam rangka menyelidiki tingkat pengaruh pada organ lain, komplemen chromosomal diteliti dalam jaringan ginjal. Untuk semua ikan yang disuntik dan kontrolnya, pengujian cytological menunjukkan jumlah diploid chromosom T. zillii (2n=44). Juga, tidak ada perbedaan dari tingkat struktural atau jumlah kuantitatif penyimpangan chromosom yang dideteksi dalam semua ikan yang disuntik dengan dosis berbeda dari DNA ikan hiu dan kontrolnya (Gambar 1). Penemuan yang sama dilaporkan oleh El-Fiky dan Mehana (1998); El-Zaeem (2004); Hemeida et al. (2004).
DNA Polymorphic diperbesar acak (RAPD) analisa
Untuk mengevaluasi variabilitas genetik di antara genom ikan yang dimodifikasi dan kontrolnya, dua primer acak digunakan untuk menentukan fingerprinting DNA pada jaringan otot yang disuntik dengan berbagai dosis DNA ikan hiu seperti halnya sample kontrol. Fragmen polymorphic bervariasi antara 54.55% untuk primer 1 dan 14.29% untuk primer 2 (Gambar 2). Data ini menunjukkan polymorphism tinggi antar genom ikan normal dan yang dimodifikasi. Mungkin saja untuk perbedaan didalam molekul DNA antar ikan normal dan ikan yang dimodifikasi sebagai hasil suntikan langsung dari konsentrasi yang berbeda DNA ikan hiu. Lebih dari itu, beberapa fragmen dari DNA ikan hiu dapat secara acak diintegrasikan ke dalam genom otot T. zillii. Pengintegrasian ini dapat secara fungsional atau pengintegrasian diam (silent) (Yaping et al., 2001). Pengamatan yang sama dilaporkan oleh El-Zaeem (2001), Ali (2002) dan Hemeida et al. (2004) mengikuti in vivo suntikan langsung dari DNA asing ke dalam target jaringan ikan. Juga, kepekaan RAPD penanda berperan penting didalam pendeteksian dari perbedaan ini. Baradakci dan Skibinski (1994) dan Neza et al. (2002) mengusulkan bahwa analisa RAPD dapat lebih sensitif dibanding teknik molekular lain seperti analisa mtDNA yang mempunyai kegagalan untuk mengungkapkan variasi didalam populasi tilapia.
Diameter Telor Dan Karakteristik Histological gonads
Ovary dari ikan control mempunyai sekitar 15% ova kecil dan 85% yolky ova. Ova transparan dihitung bervariasi antara 3 dan 7%, dan sejumlah telor yolky bervariasi antara 9 dan 20% seperti ditandai dalam Gambar 3a. Hasil yag ada mengungkapkan bahwa keberadaan lebih ukuran ova menandakan suatu musim pemijahan ikan yang panjang dan karakteristik pemijahan ikan yang kecil seperti yang ditandai oleh Zaki et al. (1995) untuk Oblada melanura dan Assem (2003a) untuk ikan Pagellus erythrinus. Ovary ikan betina T. zillii yang disuntik dengan 10 µ g/ikan dari DNA ikan hiu mempunyai sekitar 28% ova kecil dan 72% yolky ova sebagaimana ditandai dalam Gambar 3b. Sedang ikan betina yang disuntik dengan 20 µg/ikan mempunyai sekitar 38% ova kecil dan 62% yolky ova sebagaimana ditandai dalam Gambar 3c. Ovary dari femal yang disuntik dengan 40 µg / ikan mempunyai sekitar 43% kecil ova dan 57% yolky ova sebagaimana ditandai dalam Gambar 3d. Ovary ikan betina yang disuntik dengan 80 µg DNA/ikan mempunyai sekitar 51% ova kecil dan 49% yolky ova sebagaimana ditandai dalam Gambar 3e. Didalam hasil terkini, banyaknya ova kecil didalam ovary betina ikan kontrol berkurang dibandingkan dengan ikan betina yang disuntik. Pengamatan serupa dicatat (El-Zaeem dan Assem, 2004). Lebih dari itu, hasil ini dapat dihubungkan dengan ketidakhadiran dari oocyte atretic dalam ovary kontrol. Hasil penelitian terkini mendukung penemuan Clay (1989) dan Zaki et al. (1995) untuk Oblada Melanura, menunjukkan bahwa ikan teleost normal dihitung dari ova kecil meningkat pada akhir dari musim pemijahan ikan.
Gambar 3. Frekuensi distribusi diameter ova T. zillii untuk kontrol dan ikan betina yang disuntik.
Seperti itu, penelitian terkini menunjukkan bahwa persentase besar dari diameter ova kecil hanya dicapai pada ikan yang disuntik. Ini mungkin berhubungan dengan kualitas (atretic atau infertile ova) seperti ditandai oleh Tyler dan Sumpter (1996) menunjuk bahwa atresia dapat mengurangi fekunditas untuk ikan ditentukan dan juga mempengaruhi kualitas telor.
Untuk karakteristik histological dari gonads, ovary ikan betina kontrol T. zillii adalah normal dalam bentuk dan isi dari deposit oocytes kuning telur normal. Oocytes dibulatkan atau diperpanjang, variasi dalam diameter antara 800-1150 µm dengan inti diameter berkisar dari 80-100 µm. Nucleoli diatur di periphery dari inti; bervariasi dalam jumlah dari 15 sampai 18 dan bergerak didalam diameter dari 3-6 µm. Granula Kuning telur tersebar dalam cytoplasma dan variasi diameter dari 8-32 µm. Dinding oocyte terdiri dari zona radius sekitar 4 µm didalam ketebalan, kemudian lapisan granulose sekitar 12 µm didalam ketebalan dan dilapisi dengan lapisan epithelial follicular sekitar 3 µm didalam ketebalan sebagaimana ditandai dalam Gambar 4a. Pada penelitian terkini, dinding oocyte terdiri dari tiga lapisan sebagaimana ditandai oleh Coward dan Bromage (1998) untuk T. zillii dan Levavi-Sivan et al. (2004) untuk Silver perch. Oocytes atretic ditemukan biasanya menduduki kurang dari 2% dari potongan melintang didalam ovary. Pada penelitian terkini, lapisan granulose terdiri dari sel cuboidal dalam persetujuan dengan temuan dari Coward dan Bromage 1998 untuk T. zillii. Coward dan Bromage (1998) menyatakan atresia bukan ditemukan pada fase perkembangan pre-vitellogenic T. zillii.
Testis matang dari ikan jantan kontrol T. zillii terdiri dari sebagian besar nestes atau lobules yang dipisahkan oleh jaringan interlobular dan menunjukkan spermatogenesis lebih aktif pada semua fase dari perkembangan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4b. Didalam penelitian yang ada, spermatozoa mengisi lumen lobular. Pengamatan serupa dilaporkan pada sejenis ikan Parasilurus aristototelis oleh Liadou dan Fishelson (1995) dan pada Pagellus erythrinus oleh Assem (2003b). Jaringan penghubung interlobular secara relatif tipis (6 µm dalam ketebalan) dan kaya akan sel interstitial dan kapiler darah. Pengamatan atas potongan melintang histological pada T. zillii, menunjukkan ditandai perkembangan tak serempak (asynchronous) pada spermatogenesis selama siklus reproduktif tahunan.
Pada potongan melintang ovary betina T. zillii yang disuntik dengan 10 µg/ikan, persentase dari oocytes normal sekitar 10% dari total oocytes. Oocytes abnormal ditandai oleh ketidakhadiran lapisan epithelium follicular, dengan peningkatan didalam lapisan granulose sampai jangkauan 40 µm. Zona radius bergelombang dan menghilangkan striation pada tempatnya. Granula kuning telur coaleces untuk membentuk granula besar mencapai sampai 30 µm dalam diameter sebagaimana ditandai dalam Gambar 5a. Pada penelitian terkini ada sekitar 90% dari oocytes didalam ovary mempunyai struktur abnormal sebagaimana ditandai di bawah. Ketidakhadiran dari lapisan follicular dengan hypertrophy dari lapisan granulose menjadi pertimbangan sebagai tanda ketidaksuburan (infertility) ikan berkaitan dengan ketidakhadiran dari hormon steroid yang digunakan untuk reproduksi sebagaimana ditandai oleh Yaron et al. (1983) testosterone itu dan estradiol diproduksi oleh lapisan follicular dan granulose dari kedua ikan O. aureus dan O. niloticus.
Potongan melintang pada testis ikan jantan T. zillii yang disuntik dengan 10 µg/ikan, menunjukkan semua fase dari spermatogenesis. Testis ditandai oleh ketidakhadiran jaringan penghubung interlobular dan sedikit jumlah dari spermatozoa. Dalam testis dari kelompok ikan ini, ada vacuoles dan ruang kosong dari spermatogenesis seperti ditandai dalam Gambar 5b. Ketidakhadiran jaringan penghubung interlobular dipertimbangkan sebagai tanda ketidaksuburan dan kekurangan pada sekresi (pengeluaran) dari hormon gonad sebagaimana ditandai oleh Cochran (1992), dikendalilkan sebagai fungsi utama dari jaringan penghubung interlobular untuk menghasilkan steroid yang dibutuhkan untuk gametogenesis dan ekspresi dari karakteristik jenis kelamin sekunder.
Gambar 4a. Photomicrograph potongan melintang (C) ovary ikan kontrol T. zillii menunjukkan, zona radiata (ZR), lapisan granulose (G), lapisan epithelial follicular (FE) dan nucleus (N). ditandai (H&E) X100. 4b. Photomicrograph C testis kontrol T. zillii menunjukkan, fase spermatogenesis berbeda, sekunder spermatocytes (SPC), spermatids (SPD), spermatozoa (SPZ) dan jaringan penghubung interlobular (IL). (H& E). X250.
Gambar 5a. Photomicrograph C pada ovary T. zillii yang disuntik dengan 10 µg / ikan menunjukkan, ketidakhadiran lapisan epithelium follicular, meningkatkan ketebalan dari lapisan granulose (G) & zona radiata (ZR) dan globules kuning telur (Y) bersatu untuk membentuk globules besar. (H&E) X 100. 5b. Photomicrograph C pada testis T. zillii yang disuntik dengan 10 µg/ikan dari DNA ikan hiu menunjukkan, ketidakhadiran jaringan penghubung interlobular, sedikit jumlah spermatozoa (SPZ), penampilan ruang kosong dari sel (panah), (H&E) X250
Persentase dari oocytes normal didalam ovary ikan betina T. zillii yang disuntik dengan 20 µg/ikan sekitar 38% dari total oocytes. Oocytes abnormal ditandai oleh ketidakhadiran lapisan epithelium follicular. Pada beberapa tempat lapisan follicular dibelokkan dari posisi aslinya. Zona radiata dijauhkan ke dalam lipatan (folds), dan dalam beberapa tempat dibelokkan dari posisi aslinya dan menembus isi oocyte. Granula kuning telur bersatu ke bentuk massa tidak beraturan. Residu dari oocytes atretic ditempelkan antara oocytes normal seperti ditandai dalam Gambar 6a. Didalam penelitian ini, dinding abnormal dari oocytes menunjukkan bahwa oocyte atretic dan nantinya phagocytic seperti diterangkan oleh Ramadhan et al. (1987) kelainan bentuk dinding pada oocyte dipertimbangkan sebagai fase pertama dari atresia dan phagocytosis dari oocyte didalam situ.
Gambar 6a. Photomicrograph C pada ovary T. zillii yang disuntik dengan 20 µg / ikan menunjukkan, residu dari oocytes atretic (panah) ditempelkan antara oocytes normal. (H & E) X 100. 6b. Photomicrograph C pada testis T. zillii yang disuntik dengan 20 µg/ikan menunjukkan, pembelokan jaringan penghubung interlobular (IL), dalam beberapa tempat tidak ada (panah). Lobules diisi dengan vacuoles (V) dan serat degeneratif (F), ( H&E) X 250.
Testis jantan pada potongan melintang yang disuntik dengan 20 µg/ikan ditandai oleh pembelokan jaringan interlobular dari posisi aslinya, dalam beberapa tempat jaringan interlobular tidak ada. Lobules dikepung dengan vacuoles dan serat degeneratif. Banyak lobules bentuk bebas dari spermatozoa sebagaimana ditandai Gambar 6b. Didalam penelitian ini, bentuk jaringan penghubung interlobular abnormal diperlakukan sebagai suatu bukti ketidaksuburan dan kekurangan dalam pengeluaran hormon steroid sebagaimana ditandai oleh Sulistyo et al. (2000).
Pada potongan melintang ovary ikan betina T. zillii yang disuntik dengan 40 µg/ikan, persentase dari oocytes normal sekitar 65% dari total jumlah oocytes. Oocytes abnormal ditandai dengan menyusutnya lapisan epithelial follicular; pada beberapa tempat lapisan follicular tidak ada. Ada hypertrophies dari lapisan granulose, dengan ruang antara sel granulose. Zona radiata dalam keadaan tidak beraturan dan dalam beberapa tempat dibelokkan dari posisi aslinya. Ada vacuoles besar mengelilingi isi oocyte. Granula kuning telur merusak fragmen kecil, dalam beberapa tempat granula kuning telur bersatu ke bentuk massa tidak beraturan sebagaimana ditandai Gambar 7a,b. Didalam hasil ini, bentuk abnormal dari lapisan epithelial follicular dengan absennya dari sel theca khusus yang diperlakukan sebagai suatu tanda ketidaksuburan dan kekurangan pengeluaran hormonal sebagaimana ditandai oleh Nagahama et al. (1995) menyimpulkan testosterone adalah diproduksi oleh sel theca khusus. Steroidogenesis jauh lebih kompleks ovary yang tak serempak seperti di tilapia. Planas et al. (2000) mencatat suatu peningkatan penting didalam reproduksi basal dari 17, 20-β-dihydroxy-4-pregnen-3-one oleh lapisan theca dan granulose dicata pada ikan salmonid.
Pada potongan melintang testis jantan yang disuntik dengan 40 µg/ikan DNA ikan hiu, spermatozoa dideteksi dengan sedikit jumlah dari spermatids. Bagian karakteristik ditandai oleh kehadiran vacuoles dan ruang kosong dari spermatogenesis seperti ditandai Gambar 7c. Testis ini diperlakukan sebagai lebih mirip ke tilapia normal, persentase dari kemiripan dari 70%, jaringan penghubung interlobular adalah normal dalam bentuk.
Gambar 7a,b. Photomicrograph C pada ovary T. zillii yang disuntik dengan 40 µg/ikan menunjukkan, penyusutan epithelium follicular (FE), dan ruang kosong antara sel granulose (panah), vacuoles besar pada sekeliling (peripheral) dari oocyte (V). Granula kuning telur merusak fragmen kecil (Y), zona radiata tidak beraturan (ZR) (H & E) X 100 dan X250 secara berturut-turut.
Persen dari oocytes normal ovary betina yang disuntik dengan 80 µg / ikan DNA ikan hiu sekitar 18%. Oocytes abnormal ditandai oleh hypertrophy dari lapisan epithelial follicular dan granulose. Lapisan granulose terdiri dari banyak baris dari sel dan diukur sekitar 96 µm. Zona radiata dijauhkan ke dalam lipatan dan dalam beberapa tempat dibelokkan dari posisi aslinya dan menembus isi oocyte. Ada pemecahan (fragmentation) menjadi kepingan pada granula kuning telur ke bentuk granula menit yang diukur 3 µm didalam diameter sebagaimana ditandai Gambar 8a. Hypertrophy dan untuk convoluted dari lapisan granulose dipertimbangkan sebagai fase pertama dalam oocyte atresia sebagaimana ditandai oleh Casadevall et al. (1993); tubuh atretic dianggap sebagai suatu folikel ovarian, yang berisi perkembangan oocyte, yang merosot secara spontan. Oocyte tidak melepaskan dirinya sendiri, tetapi lebih rumit dan suatu serat dari struktur granular dari penafsiran masih tampak meragukan.
Testis jantan yang disuntik dengan 80 µg/ikan DNA ikan hiu ditandai oleh ketidakhadiran jaringan penghubung interlobular. Didalam bagian testis ada vacuoles dan ruang kosong dari dari spermatogenesis. Spermatozoa dalam jumlah sedikit bercampur dengan jaringan yang tidak dapat dibedakan (undifferential) sebagaimana ditandai Gambar 8b.
Perbandingan antara semua ikan yang disuntik mengungkapkan bahwa testis dan ovary ikan yang disuntik dengan 80 µg / ikan ditandai oleh perubahan bentuk dan atretic gonads lebih banyak dibanding ikan didalam konsentrasi lain. Hasil ini konsisten dengan penemuan yang dilaporkan oleh El-Zaeem dan Assem (2004).
Gambar 7c. Photomicrograph C padal testis T. zillii yang disuntik dengan 40 µg/ikan menunjukkan, spermatozoa (SPZ), spermatids (SPD), serabut undifferetiated mengelilingi jaringan penghubung interlobular (IL), ruang kosong dari spermatogenesis (panah), ( H&E) X 250. Gambar 8a. Photomicrograph C pada ovary T. zillii yang disuntik dengan 80 µg/ikan menunjukkan, hypertrophy dari lapisan epithelial follicular (FE), lapisan granulose terdiri dari banyak baris (G). Fragmentasi dari granula kuning telur (Y). Zona radiata dijauhkan ke dalam lipatan ( ZR) dan menembus isi oocyte dengan ruang kosong (panah). (H & E) X 250. 8b. Photomicrograph C pada testis T. zillii yang disuntik dengan 80 µg/ikan menunjukkan, atretic lobules diisi dengan banyak vacuoles dan jaringan tidak dapat dibedakan (panah) dan sedikit jumlah dari spermatozoa (SPZ), (H&E) X 250.
Penman et al. (1990) dilaporkan ada suatu kecenderungan ke arah meningkatkan angka kematian dari teluor ikan rainbow trout dengan peningkatan konsentrasi DNA. Hasil ini konsisten dengan temuan dan betul-betul mendukung hipotesis bahwa dosis yang paling tinggi dari DNA asing mendorong kearah suatu penundaan dalam waktu pemijahan ikan dan pengurangan dari pencapaian yang produktif dari ikan (El-Zaeem, 2001, 2004; El-Zaeem dan Assem, 2004). Ini mungkin berkaitan dengan destruksi (kerusakan) dari salinan copy transgene oleh aktivitas nuclease sebagai hasil dari dosis paling tinggi dari DNA asing (Rahman dan Maclean, 1992).
Sudha et al. (2001) melaporkan bahwa ekspresi dari suntikan intramuscular dari DNA asing adalah jelas (nyata) dalam beberapa jaringan non-muscle dari ikan, seperti kulit, sel pigmen epithelia, sel pembuluh darah dan sel neuron-like. Hasil ini konsisten dengan penemuan ini, dimana pengaruh dari suntikan intramuscular DNA ikan hiu ke dalam T. zillii dapat dibatasi pada darah dan sel benih kuman (germ cells). Sepertinya, studi lebih lanjut tentang penetapan dari pengaruh ini pada generasi berikutnya diperlukan. Akhirnya, hasil menunjukkan bahwa, hyperimmune secara genetic (hyperimmune genetically) yang dimodifikasi pada T. zillii dengan pertumbuhan dipercepat dapat diproduksi dengan suatu kemungkinan dan metodologi yang cepat.
REFERENCES
Ali FK (2002). The genetic construction of a salt and disease toleranttilapia fish stain through the introduction some foreign genes. Ph.D.Thesis, Fac. of Agric., Alex. Univ., Alexandria, Egypt.
Anderson ED. Mourich DV, Leongo JA (1996). Gene expression inrainbow trout (Oncorhynchus mykiss) following intramuscularinjection of DNA. Mol. Mar. Biol. Biotechnol. 5(92): 105-113.
AOAC (Association of Official Analytical Chemists) (1984). Officialmethods of analysis. 14th ed. Association of Official analyticalChemists, Arlington, Virginia.
Armstrong WD, Carr CW (1964). Physiological Chemistry LaboratoryDirections. 3rd Ed. Burges Publ. Co .Minneapolis, Minnesota.Assem SS (2003a).The reproductive biology and the histological and ultrastructural characteristics of ovaries of the female pelagic fish Pagellus erythrinus from the Egyptian Mediterranean water. J. Egypt. Ger. Soc. Zool. Vol. (42c) Histol. & Histochem. 77-103.
Assem SS (2003b). Reproductive biology and spermatogenesis andultrastructural of the testes of the sparid fish, Pagellus erythrinus. J.Egypt. Ger. Soc. Zool. Vol. (42c) : Histology & Histochemistry. 231-251.
Baradakci F, Skibinski DOF (1994). Application of the RAPD techniquein tilapia fish: species and subspecies identification. Heredity 73:117-123.
Brem G, Brenig B, Horstgen-Schwark G, Winnacker EL (1988). Genetransfer in tilapia (Oreochromis niloticus). Aquacult. 68: 209-219.
Casadevall M, Bonet S, Matallanas J (1993). Description of different stages of oogenesis in Ophidion barbatum (Pisces, Ophiliidae). Environ. Biol. Fishes. 36: 127 –133.
Chatakondi N, Lovell RT, Duncan PL, Hayat M, Chen TT, Powers DA,Weete JD, Cummins K, Dunham RA (1995). Body composition of transgenic common carp (Cyprinus carpio) containing rainbow trout growth hormone gene. Aquacult. 138: 99-109.
Chen T, Powers DA (1990). Trangenic fish. Trends in Biotechnol. 8: 209-215.
Chourrout, D, Happe A (1986). Improved methods of direct chromosome preparation in rainbow trout, Salmo gairdneri. Aquacult. 52: 255-261.
Clay, D. (1989): Oogenesis and fecundity of haddock (Melanogrammus aeglefinus L.) from the Nova Scotia shelf. J. Cons. Int. Explor. Mer. 46: 24 – 34.
Cochran RC (1992). In vivo and in vitro evidence for the role of hormones in fish spermatogenesis, J. Exp. Zool. 264,143.
CoStat (1986). CoStat 3.03, Copyright, Co Hort Software. All rights reserved. P.O. Box 1149, Berkeley, CA 94701, USA.
Coward K, Bromage NR (1998): Histological classification of oocyte growth and the dynamics of ovarian recrudescence in Tilapia zillii. J. Fish Biol. (53): 285 – 302.
Devlin RH, Yesaki TY, Donaldson EM, Du SJ, Hew C (1995). Production of germline trangenic pacific salmonids with dramatically increased growth performance. Can. J. Aquat. Sci. 52: 1376-1384.
Doumas BT, Watson W, Biggs HG (1971). Albumin standards and the measurments of serum albumin with bromocresol green. Clin. Chem. Acta.31: 87-96.
Duncan DB (1955). Multiple range and multiple F tests. Biometrics 11: 1-42.
Dunham RA, Chatakondi N, Nichols AJ, Kucuktas H, Chen TT, Powers DA, Weete JD, Cummins K, Lovell RT (2002). Effect of rainbow trout growth hormone comlementary DNA on body shape, carcass yield, and carcass composition of F1 and F2 transgenic common carp (Cyprinus carpio). Mar. Biotechnol. 4: 604-611.
El-Fiky SA, Mehana EE (1988). Production of heat tolerant transgenic chickens. I. Genetic and histopathological response. Egypt. Poult. Sci. 18 (1): 123-139.
El-Zaeem SY (2001). Breeding studies in Tilapia. Ph.D Thesis, Fac. Of Agric. (Saba-Bacha), Alex. Univ. Alexandria, Egypt.
El-Zaeem SY (2004). Alteration of the productive performance characteristics of Orechromis niloticus and Tilapia zillii under the effect of foreign DNA injection. Egypt. J. aquat. Biol. Fish. 8 (1): 261- 278.
El-Zaeem SY, Assem SS (2004). Application of biotechnology in fish breeding: I- Production of highly immune genetically modified Nile tilapia, Orechromis niloticus with accelerated growth by direct injection of shark DNA into skeletal muscles. Egypt. J. aquat. Biol. Fish. 8(3): 67-92.
Fjalestad KT, Gjedrem T, Gjerde B (1993). Genetic improvement of disease resistance in fish: an overview. Aquacult. 111: 65-74.
Fletcher G, Davies PL (1991). Trangenic fish for aquaculture. Genet. Eng.13: 331-897.
Hansen E, Fernandes K, Goldspink G, Butterworth P, Umeda PK, Chang KC (1991). Strong expression of foreign genes following direct injection into fish muscle. FEBS Letl. 290: 73-76.
Hemeida AA, Riad SA, El-Zaeem SY (2004). Genetic alterations following the production of genetically modified Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Egypt. J. Genet. Cytol. 33 (2): 369-387.
Houdebine LM, Chourrout D (1991). Trangenesis in fish. Experientia 47: 891-897.
Iiadou KFL, Fishelson L (1995). Histology and cytology of testes of the catfish, Parasilurus aristototelis (Siluridae, Teleostei), from Greece. Jap. J. Ichthyol. Gyouruigaku, Zasshi 41 (4): 447 _ 454.
Levavi-Sivan B, Viman R, Sachs O, Tzchori I (2004). Spawning induction and hormonal levels during final oocyte maturation in the silver perch. Aquacult. (229) 419 – 431.
Lu J, Fu B, Wu J, Chen TT (2002). Production of trangenic silver seabream (Sparus sarba) by different gene transfer methods. Mar. Biotechnol., 4:328-337.
Maclean N, Laight RJ (2000). Transgenic fish: an evaluation of benefits and risks. Fish and Fisheries 1: 146-172.
Maclean N, Penman D (1990). The application of gene manipulation to aquaculture. Aquacult. 85: 1-20.
Magnadottir B (1990). Purification of immunoglobulin from the serum of Atlantic salmon (Salmo salar L.). Icel. Agri. Sci. 4: 49-54.
Magnadottir B (1998). Comparison immunoglobulin (IgM) from four fish species. Icel. Agric. Sci., 12: 47-59
Magnadottir B, Guomundsdottir BK (1992). Comparison of total and specific immunoglobulin levels in healthy Atlantic salmon (Salmo salar L.) and in salmon naturally infected with Aeromonas salmonicida ssp. achromogenes. Vet. Immunol. Immunopathol. 32: 179-189.
Mandour MA (1996). Production of highly immune transgenic chickens by injection of quail bursal DNA. Alex. J. Vet. Sci. 12: 81-98.
Marchalonis JJ, Hohman VS, Thomas C, Schluter SF (1993). Antibody production in sharks and humans: A role for natural antibodies. Develop. Comp. Immunol. 17: 41-53.
Martinez R, Juncal J, Zaldivar C, Arenal A, Guillen I, Morera V, Carrillo O, Estrada M, Morales A Estrada MP (2000). Growth efficiency in trangenic tilapia (Oreochromis sp.) carrying a single copy of an homologous cDNA growth hormone. Biochem. Biophys. Res. Commun. 267 (1): 466-472.
Nagahama Y, Yoshikuri M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y (1995) Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Current Trend In Developmental Biol. (30): 103 – 145.
Nevens JR, Mallia AK, Wendt MW, Smith PK (1992). Affinity chromatographic purification of immunoglobulin M antibodies utilizing immobilized mannan binding protein. J. Chrom. 597: 247-256.
Neza C, Peter R, Arthur WAM, Teun B, Maudy TS (2002). Molecular identification and genetic diversity within species of the genera Hanseniaspora and Kloeckera. FEMS Yeast Res. 1: 279-289.
Nielsen LA (1992). Methods of Marking Fish and Shellfish. Am. Fisheries Soc. (AFS), Special Publication 23, Bethesda, Maryland, USA.
Ohta M, Okada M, Yamashina I, Kawasaki T (1990). The Mechanism of carbohydrate-mediated complement activation by the serummannan-binding protein. J. Biol. Chem. 265: 1980-1984.
Penman DJ, Beeching AJ, Penn S, Maclean N (1990). Factors affecting survival and integration following microinjection of novel DNA into rainbow trout eggs. Aquacult. 85: 35-50.
Planas JV, Athos J, Goetz FW, Swanson P (2000 ). Regulation of ovarian steroidogenesis in vitro by follicle-stimulating hormone and lutenizing hormone during sexual maturation in salmonid fish. Biol. Reproduction 62: 1262 – 1269.
Rahman A, Maclean N (1992). Fish transgene expression by direct injection into fish muscle. Mol. Mar. Biol. Biotechnol. 1: 286-289.
Ramadan AA, Ezzat AA, Khadre SEM, Muguid NA, Aziz El-SHA (1987). Seasonal histological changes in the ovary of Sparus aurata, a hermaphrodite teleost marine fish (family Sparidae) Folia Morph. 35(3): 251 _ 264.
Shears MA, Fletcher GL, Hew CL (1991). Transfer, expression and stable inheritance of antifreeze protein genes in Atlantic salmon (Salmo salar). Mol. Mar. Biol. Biotechnol. 1(1): 58.
Sudha PM, Low S, Kwang J, Gong, Z (2001). Multiple tissue transformation in adult zebrafish by gene gun Bombardment and muscular injection of naked DNA. Mar. Biotechnol. 3: 119-125.
Sulistyo I, Fontaine P, Rinchard J, Gardeur JN, Migaud H, Capdevile B, Kestemont P (2000). Reproductive cycle and plasma level of steroids in male Eurasian perch (Perca fluviatilis) Aquat. Living Resour. 13 (2): 99 – 106.
Tan JH, Chan WK (1997). Efficient gene transfer into zebrafish skeletal muscle by intramuscular injection of plasmid DNA. Mol. Mar. Biol. Biotechnol. 6 (2): 98-109.
Tyler CR, Sumpter JP (1996). Oocyte growth and development in teleosts- reviews. Fish Biol. Fish. 6: 187–318.
Wang Y, Hu W, Wu G, Sun Y, Chen Sh, Zhang F, Zhu Z, Feng J, Zhang X (2001). Genetic analysis of all-fish growth hormone gene transferred carp (Cyprinus carpio L.) and its F1 generation. Chin. Sci. Bull. 46(14): 1174-1177.
Wendelborn LA, Sommer CV, Larson CS, Nevens JR (1992). Purification of fish IgM using mannan-binding protein affinity chromatography. Poster presentation at the Autumn Immunology
Conference, Chicago, IL, USA.
Xu Y, Tian HL, Chan CH, Liao J, Yan T, Lam TJ, Gong Z (1999). Fast skeletal muscle-specific expression of a zebrafish myosin light chain 2 gene and characterization of its promoter by direct injection into skeletal muscle DNA. Cell Biol. 18 (1): 85-95.
Yaping W, Wei H, Gang W, Yonghua S, Shangping C, Fuying Z, Zuoyan Z, Jianxin F, Zirui Z (2001). Genetic analysis of all fish growth hormone gene transferred carp (Cyprinus carpio L.) and its F1 generation. Chinese Sci. Bull. 46 (14): 1174-1177.
Yaron Z, Ilan Z, Bogomolnya A, Blaver Z, Vermaak, JF (1983). In proceeding of International Symposium on Tilapia in Aquaculture (Fishelson, L. & Yaron, Z., eds), pp. 153-164. Israel. Tel Aviv University.
Zaki MI, Abu-Shabana MB, Assem SS (1995). The reproductive biology of the saddled Bream.Oblada melanura (L.1758) from the Mediterranean coast of Egypt. Oebalia, 21: 17 _ 26.
SELAMAT MEMBACA
----------------------------------------------------------------------------------------------
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda :