WELCOME TO MY BLOG ::

Selamat Datang Sahabat. Semoga kita menjadi saudara sejati, ketika KLIK anda mengantar masuk space ini semoga bukan ruang hampa yang menjenuhkan. Sangat tersanjung anda berkenaan membaca sejenak apapun yang tersaji disini. Sejurus lalu, meninggalkan komentar, kritik atau pesan bijak buat penghuni blog. Ekspresi anda dalam bentuk tulisan adalah ungkapan abstrak banyak keinginan yang ingin kita gapai. So, berekspresilah dengan tulus dan semangat. Mari kita pupuk semangat dan cita-cita tinggi.
OK

Sabtu, 18 April 2015

DARKNESS


Lord Byron (George Gordon Byron, Inggris abad ke-19 tahun 1816).





And war, which was a moment was no more, did glut himself again. A meal was bought, with blood, and each state sullenly apart gorging himself in gloom. No love was left.”
( perang, yang saat ini sudah berhenti, muncul kembali untuk memuaskan diri. Santapan bergelimang darah yang memuaskan muka yang cemberut berkeping-keping. Tak ada rasa yang tersisa )

“I had a dream which was not all a dream.”
(Saya punya mimpi yang tak sepenuhnya mimpi).


“The bright sun was extinguished, and the stars did wander darkling in the eternal space. Rayless, and pathless, and the icy earth swung blind and blackening in the moonless air. Morn came and went—and came, and brought no day.”
(Matahari yang terang itu padam, dan bintang-bintang menggelap di angkasa yang abadi. Tanpa cahaya, tanpa jalan, dan Bumi yang beku membuta dan menghitam dalam langit tak berbulan. Pagi datang dan pergi—dan datang lagi, tanpa membawa hari).

All Earth was but one thought, and that was death. Immediate and inglorious. And the pang of famine fed upon all entrails, men died, and their bones were tombless as their flesh.”
(Seluruh Bumi cuma punya satu pikiran, dan itu adalah kematian. Tiba-tiba dan begitu hina. Dan kelaparan yang menyapa perut, orang-orang mati, dan tulangnya tak berpusara seperti halnya daging mereka).


Nb :
PUISI INI menceritakan dahsyatnya dampak letusan Gunung Tambora Indonesia dua abad lalu di Eropa.





Read More......

Rabu, 03 September 2014

SELAMAT DATANG KAMPUS NEGERI DI TANAH BIMA



Oleh : Muhammad Fahri, SPi. MP**)
* Pemerhati Pendidikan Vokasi
** Staf Pengajar SMKN 1 Bima

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci utama dalam menggerakkan akselarasi pembangunan sebuah daerah maupun dalam skala nasional. Upaya penggalian keunggulan dan potensi strategis sebuah daerah akan ditentukan oleh taraf kualitas sumberdaya manusia didaerah tersebut. Sehingga, upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi kemestian dalam memacu perkembangan wilayah kearah yang lebih maju, modern dan sejahtera. Pendidikan menjadi vital ketika tema kemajuan menjadi topik pembahasannya. Pendidikan diharapkan akan melahirkan tenaga-tenaga terampil yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terapan terkait dengan potensi keunggulan yang dimiliki oleh sebuah daerah.

“Tanah Bima” ( merujuk pada naluri kesukuan terdiri dari 3 daerah otonom yaitu Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu ), memiliki potensi unggulan dibidang pertanian, peternakan, budidaya perairan, penangkapan ikan, kehutanan, pertambangan, dan kepariwisataan. Merujuk pada potensi tersebut, masih belum tergarap dengan optimal dikarenakan masih minimnya kualitas sumberdaya manusia yang berkiprah dibidang tersebut. Alhasil, pengelolaan potensi-potensi tersebut masih belum memberikan konstribusi yang maksimal bagi sumber pendapatan di masing-masing daerah tersebut.

Keberadaan lembaga pendidikan tinggi di Tanah Bima meskipun secara kuantitas relatif banyak untuk ukuran sebuah daerah, namun belum ada satupun yang bergerak pada disiplin keilmuan berbasis potensi lokal daerah seperti yang disebutkan diatas. Sebuah realitas yang kontraproduktif jika kita ingin berharap untuk mengoptimalkan potensi wilayah. Kaum muda Bima harus merantau jauh ke daerah lain untuk belajar disiplin keilmuan yang terkait dengan potensi daerahnya. Sebuah usaha yang memerlukan kegigihan tersendiri. Kehadiran lembaga pendidikan tinggi yang berbasis potensi lokal sudah lama menjadi impian masyarakat Bima. Berbagai upaya dari pemerintah daerah telah dilakukan untuk menghadirkan lembaga pendidikan tinggi negeri di Tanah Bima. Ide awal dicetus oleh Almarhum Nur Latif, Walikota Bima saat itu, namun tidak dapat dituntaskan karena sang Walikota dijemput Sang Khalik.

Letak geografis Tanah Bima yang sangat strategis sebagai penghubung antara wilayah Indonesia barat dan timur menjadikan daerah ini memiliki posisi yang vital untuk mendukung upaya pemerataan pembangunan nasional. Dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025, Propinsi NTB dikukuhkan sebagai “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Ketahanan Pangan Nasional” merupakan tantangan yang harus dijawab dengan kesungguhan. Oleh karenanya, kehadiran lembaga pendidikan tinggi dengan disiplin keilmuan berbasis potensi wilayah menjadi wadah akselarator bagi upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki.

Pemeritah Kabupaten Bima bekerjasama dengan Universitas Mataram telah melakukan kajian dan usaha yang lebih maju dengan menginisiasi pendirian Pendidikan Vokasi Kejuruan setingkat Diploma 3 dibawah pengelolaan Universitas Mataram untuk Kampus di Bima, lokasi kampus tepatnya di Sondosia Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Dalam hal ini, Pemeritah Kabupaten Bima telah menyediakan lahan seluas lebih kurang 3 Ha dan direncanakan akan diperluas sampai 10 Ha. Saat ini, Pemkab Bima juga telah menyediakan ruang perkuliahan sebanyak 9 ruangan dan akan terus dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana pendukung lainnya. Proses perkuliahan akan dimulai pada Tahun Ajaran baru 2014/2015 ini dengan 3 program studi awal dari 6 yang telah diusulkan yaitu : D3 Produksi Ternak dan kesehatan Hewan, D3 Budidaya Perairan dan D3 Agroindustri.

Berdasarkan studi kelayakan (feasibility study) bahwa sektor unggulan primadona dan dapat memberikan sumbangan cukup besar bagi perekonomian daerah NTB berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sektor pertambangan, pariwisata, pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan. Pengembangan sektor unggulan berdampak positif bagi peluang kesempatan kerja bagi masyarakat melalui “employment multiplier effect” sehingga dalam waktu yang relatif tidak lama diperkirakan indistri garmen, tekstil, mesin, dan produk-produk kimia lainnya akan tumbuh dengan pesat. Terkait dengan perkembangan inilah maka sangat diperlukan kehadiran lembaga pendidikan vokasi yang akan menghasilkan tenaga tenaga terampil sesuai dengan sektor unggulan tersebut.

Data statistik Dikpora Propinsi NTB menunjukkan bahwa jumlah siswa lulusan pendidikan menengah (SMA/MA/SMK) tahun 2012/2013 tercatat 61.546 orang, sedangkan daya tampung perguruan tinggi negeri/swasta hanya 35 % dari lulusan pendidikan menengah. Inilah tantangan sekaligus peluang bagi pendirian pendidikan vokasi dalam upaya penyiapan sumberdaya manusia terampil, berkualitas dan menguasai Iptek di daerah ini. Lebih lanjut, gambaran kenyataan bahwa penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan menunjukan ketidakseimbangan antara lulusan perguruan tinggi (S1) dengan lulusan pendidikan diploma. Terlihat bahwa setiap tahunnya lulusan pendidikan S1 lebih banyak dibanding lulusan diploma. Rasio lulusan S1:D3 sebesar 3:1. Menurut Suhendro (1996), rasio ideal bagi lulusan S1 dengan D3 adalah 1:1. Sehingga, kehadiran pendidikan vokasi diploma ini menjadi penyeimbang bagi kesenjangan rasio lulusan S1 dengan D3.

Cikal Bakal Politeknik Negeri Bima

Pendidikan Vokasi Universitas Mataram Kampus Bima ini, dalam jangka panjangnya, direncanakan akan bermetamorfosis menjadi Kampus Politeknik Negeri Bima (PNB) dan menjadi Kampus Negeri pertama di Tanah Bima. Dengan demikian, akan menjawab kerinduan panjang masyarakat Tanah Bima untuk kehadiran kampus negeri di negeri Dana Mbojo. Sehingga, kehadiran program pendidikan vokasi Universitas Mataram Kampus Bima ini semestinya mendapat dukungan dan partisipasi semua pihak di Tanah Bima guna peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang akan terlibat dalam mengelola sumber daya alam dan potensi daerah yang besar tersebut sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah.

Kedepannya, ruang lingkup cakupan pendidikan vokasi Universitas Mataram Kampus Bima ini akan menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia tidak hanya didaerah Tanah Bima namun dapat diperluas sebagai pusat pendidikan vokasi ternama bagi wilayah Indonesia timur. Masyarakat Propinsi NTT terutama Pulau Flores dan Sumba akan meliriknya mengingat akses yang lebih mudah secara geografis dengan Bima.

Rencana pembentukan Propinsi Pulau Sumbawa (PPS) jika terlaksana dalam waktu dekat juga akan menjadikan program vokasi ini sebagai cikal bakal pendirian kampus negeri di Propinsi baru ini, layaknya Universitas Mataram saat ini bagi Propinsi NTB.

Harapannya, program vokasi Universitas Mataram Kampus Bima ini dapat menjadi katalisator percepatan perkembangan daerah menuju masyarakat yang maju, modern dan sejahtera. Selamat Datang Kampus Negeri Di Tanah Bima. Bagaimana pendapat anda ?


Read More......

Selasa, 11 Juni 2013

Memahami Dunia Sebagai Suaka

 

 Oleh : BRIGITTA ISWORO LAKSMI. (Sumber : kompas.com)

 Observasi kecil. Kita berjalan mengamati sepanjang lantai di dinding pinggir sebuah pesta perkawinan sesaat setelah acara makan prasmanan berlangsung. Tak pelak, kita akan menemukan bergunung-gunung nasi dengan beragam lauk-pauk teronggok di piring-piring yang (juga) teronggok di lantai. Miris.

Mengonsumsi makanan secara bebas telah menjadi upacara pemenuhan nafsu mengonsumsi yang dipicu dari indra penglihatan dan penciuman. Tamu berdesakan, berlomba mengambil makanan. Sebanyak-banyaknya. Jika makanan yang diambil dimakan habis, mungkin petani dan tukang masak akan tersenyum puas. Lain cerita jika makanan itu dibuang dan bakal menjadi sampah.

Kebanyakan dari kita tidak mampu melihat keterkaitan antara sumber daya alam dan berbagai benda yang kita konsumsi, termasuk makanan. Keterpecahan dalam melihat realitas lingkungan dan ekosistem di balik barang konsumsi tidak berdiri sendiri.

Fritjof Capra dalam The Turning Point secara gamblang menguraikan bagaimana pemikiran Cartesian (Descartes) telah mendorong cara pandang yang mekanistik, yang mengotak-kotakkan realitas dalam kehidupan kita. Integritas dan keseimbangan antara organisme dan lingkungan pun menghilang.

Bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia II yang memiskinkan negara-negara kuat dunia, paradigma pertumbuhan ekonomi dipandang tepat sebagai jalan keluar. Teknologi menjadi sarana meningkatkan produktivitas. Sumber daya alam dibongkar, berbagai benda konsumsi diciptakan menggunakan teknologi. Sementara proses ekologis dan keberlanjutan lingkungan pun hancur.

Keterkaitan 

Ketika ide Cartesian mengotak-kotakkan berbagai hal, sebenarnya semua sistem justru dalam keterkaitan satu dengan yang lain. Thomas M Kostigen (You Are Here, 2008) menuturkan hal itu setelah berjalan memutari bola dunia untuk mengalami fakta keterkaitan antarsistem dan antarmakhluk.

Dia melacak jejak kerusakan akibat praktik pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi dengan indikator produk domestik bruto. Saat kerusakan berlangsung masif, respons terhadap kerusakan demikian tidak memadai. Perusakan jauh lebih cepat dibandingkan dengan pemulihan. Penggundulan hutan menggunakan mesin berat berhektar-hektar sehari. Upaya memulihkan hutan membutuhkan puluhan tahun. Ekosistem dan keanekaragaman hayati tidak mungkin dikembalikan pada kondisi awalnya. 

Kostigen berjalan dari Jerusalem (Israel), menjelajah ke Mumbai (India), Borneo (Kalimantan, Asia Tenggara), Kota Linfen (China), Shishmaref Village (Alaska), rimba Amazon (Amerika Latin), tempat pembuangan sampah Fresh Kills Landfill (New York, AS), Samudra Pasifik, Great Lakes, Duluth (Minnesota, AS), dan pulang ke kotanya Santa Monica (California, AS). Dia berpikir. 

Menjalani keseharian, Kostigen menunjukkan, penghematan energi listrik dapat dilakukan dengan mengubah jam. Dengan memundurkan waktu satu jam, orang akan berada di luar rumah satu jam lebih lama. Dia tidak menyalakan lampu rumah sehingga konsumsi energi—yang sebagian besar masih digerakkan batubara—berkurang. 

Saat menyaksikan penggundulan rimba Amazon, Kostigen tersadar akan cara-cara manusia mengonsumsi kertas. Mungkin hanya dalam hitungan menit, kertas kita remas dan kita buang. Sebagai catatan, penggunaan kertas per kapita di AS mencapai 1.400 lembar per minggu. Hal itu berarti sekitar 73.000 lembar setahun, ekuivalen hampir sembilan batang pohon per orang (!). Bisa kita hitung, cara kita mengonsumsi kertas. 

" Inter-being " 

Barang konsumsi, termasuk makanan, tersedia setelah melalui rantai proses produksi yang panjang dan kompleks. Menurut Sudrijanta SJ, setiap benda adalah inter-being. Setiap benda merepresentasikan keberadaan (benda) lainnya. 

Saat kita menyia-nyiakan makanan, itu sama artinya dengan menyia-nyiakan segala sumber daya alam yang turut andil dalam proses produksi makanan itu. Juga sama artinya dengan menyia-nyiakan kerja manusia yang ambil bagian dalam rantai produksi, serta memuat ketidakadilan terhadap makhluk lain yang tidak berkesempatan mendapat makanan. 

Menurut catatan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), untuk memproduksi 1 liter susu dibutuhkan 1.000 liter air, dan sekitar 16.000 liter air (sekitar 100 tong minyak tanah) untuk membesarkan sapi sebelum dagingnya tersaji dalam satu buah hamburger. Selain itu, transportasi dalam proses produksi sapi, daging, dan roti mengemisikan gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global yang mengakibatkan anomali cuaca dan perubahan iklim. 

Fakta lain, produksi makanan secara global menguasai 25 persen lahan yang bisa didiami manusia, membutuhkan 70 persen air bersih, 80 persen deforestasi, dan 30 persen emisi GRK. Proses produksi makanan global menjadi pendorong utama perubahan fungsi lahan dan hilangnya keanekaragaman hayati. 

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), setiap tahun 1,3 miliar ton makanan terbuang sia-sia. Di sisi lain, setiap hari satu dari tujuh orang di dunia tidur dengan perut lapar, dan lebih dari 20.000 anak-anak balita meninggal akibat kelaparan. 

Tahun ini, UNEP menetapkan tema ”Think.Eat.Save World Environment” sebagai peringatan Hari Lingkungan Sedunia pada hari ini. Pertanyaannya, masihkah kita bertahan dengan gaya hidup tak seimbang dan tak adil itu, yang menghancurkan lingkungan hidup? Kita ditantang mengubah gaya kita mengonsumsi makanan. Kita digugah untuk membuat keputusan tepat guna mengurangi jejak karbon. Dunia, lebih dari sekadar korban eksploitasi, adalah suaka kemanusiaan dan kehidupan seperti diungkapkan filosof lingkungan, Henryk Skolimowski.

Read More......

Sabtu, 29 Desember 2012

MERENCANAKAN MODAL USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Muhammad Fahri, MP*)
Perkembangan kesadaran masyarakat terhadap keutamaan derajat kesehatan makin meningkat seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan pendapatannya. Keadaan ini mendorong kebiasaan masyarakat untuk semakin selektif dalam mengkonsumsi produk-produk yang memberikan dampak pada kondisi kesehatan. Peralihan pola konsumsi semakin mengarah pada meningkatnya permintaan produk yang memiliki nilai gizi (nutrisi) tinggi dan harga terjangkau serta dihasilkan dari lingkungan yang ramah lingkungan. 

Ide Bisnis dan Produk 
Produk pangan yang dihasilkan dari lingkungan laut (sea food basic) kian menempati ruang penerimaan konsumen yang semakin luas. Seiring dengan manfaat dan dampak produk-produk pangan hasil laut memiliki kandungan yang mendukung bagi kesehatan yang lebih baik. Jenis hasil laut yang terus mengalami peningkatan permintaan salah satunya yaitu : rumput laut (sea grass). 
Rumput laut memiliki banyak manfaat kegunaan dan kandungan nutrisi sehingga menjadi komoditas penting bagi berbagai produk olahan. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, chlor. silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsur-unsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace elements, tepung, gula dan vitamin A, D, C, D E, dan K. 
Manfaat rumput telah digunakan diberbagai industry, yaitu Sebagai Bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antihehmethes, antihypertensive agent, pengurang cholesterol, dilatory agent, dan insektisida. Karena kandungan gizinya yang tinggi, maka mampu meningkatkan sistem kerja hormonal, limfatik, dan juga saraf. Meningkatkan fungsi pertahanan tubuh, memperbaiki sistem kerja jantung dan peredaran darah, serta sistem pencernaan. Sebagai Obat tradisional untuk batuk, asma, bronkhitis, TBC, cacingan, sakit perut, demam, rematik, bahkan dipercaya dapat meningkatkan daya seksual. Kandungan yodiumnya diperlukan tubuh untuk mencegah penyakit gondok. Kandungan klorofil rumput laut bersifat antikarsinogenik, kandungan serat, selenium dan seng yang tinggi pada rumput laut dapat mereduksi estrogen. Disinyalir level estrogen yang terlalu tinggi dapat mendorong timbulnya kanker, sehingga konsumsi rumput laut memperkecil resiko kanker bahkan mengobatinya. 
Kandungan vitamin C dan antioksidan rumut laut dapat melawan radikal bebas. Kaya akan kandungan serat yang dapat mencegah kanker usus besar, melancarkan pencernaan, meningkatkan kadar air dalam feses. Membantu metabolisme lemak, sehingga menurunkan kadar kolesterol darah dan gula darah. Rumput laut juga membantu pengobatan tukak lambung, radang usus besar, susah buang air besar dan gangguan pencernaan lainnya. Dapat membantu penyerapan kelebihan garam pada tubuh. Baik untuk diet, mengurangi resiko obesitas, serat pada rumput laut bersifat mengenyangkan dan kandungan karbohidratnya sukar dicerna sehingga akan menyebabkan rasa kenyang lebih lama. Anti oksidan yang berperan dalam penyembuhan dan peremajaan kulit. Vitamin A (beta carotene) dan vitamin C nya bekerja dalam memelihara kolagen, sedangkan kandungan protein dari rumput laut penting untuk membentuk jaringan baru pada kulit. Sehingga Mencegah penuaan dini. Mengandung kalsium sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan susu, sehingga rumput laut sangat tepat dikonsumsi untuk mengurangi dan mencegah gejala osteoporosis. 
Read More......

PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Oleh ; Muhammad Fahri, MP

Indonesia merupakan negara dengan bentuk kepulauan yang terbesar di dunia. Indonesia terdiri dari 13.000 pulau besar kecil dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi 26 juta Ha areal perikanan laut dan pantai. Selain sebagai lahan penangkapan ikan, perairan pantai juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya perairan (marine aquaculture). Dari areal lahan pantai seluas 26 juta Ha, hanya 680.000 Ha atau kurang dari 3% yang dimanfaatkan untuk produksi (ADB, 2006, Project Number 35183).

Menentukkan Ide Bisnis

Salah satu bidang aquaculture (budidaya perairan) yang berkembang dewasa ini adalah budidaya rumput laut (seaweed culture) terutama budidaya rumput laut jenis Eucheuma Cottonii. Indonesia memiliki potensi areal budidaya rumput laut seluas 1,2 juta Ha, dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Apabila seluruh lahan bisa dimanfaatkan maka akan dapat dicapai 17.774.400 ton per tahun dengan harga Rp.4,5 juta per ton. Dengan kisaran jumlah produksi dan tingkat harga tersebut, akan diperoleh nilai Rp.79,984 triliun. Namun dari potensi area yang sangat luas ini, Indonesia saat ini hanya mampu mengusahakan 3% dari potensi lahan yang ada (BEI News Maret-April, 2005). 

Berdasar data yang dikemukakan di atas, masih terbuka lebar peluang usaha budidaya dan investasi pemrosesan rumput laut. Peluang usaha itu semakin besar sejalan dengan perkembangan permintaan rumput laut dunia yang meningkat rata-rata 5-10% per tahun. Dewasa ini permintaan rumput laut yang ditujukan kepada eksportir Indonesi diindikasikan sudah mencapai 48.000 ton rumput laut kering per tahun(World Bank Report, 2006). 

Rumput laut pada waktu ini menjadi salah satu komoditas pertanian penting yang makin banyak dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin meningkat. Disamping karena kandungan agarnya juga ada kandungan karagenan (Carrageenan) yang penggunaannya makin meluas. Rumput laut dengan kandungan bahan untuk agar terutama didapatkan dari spesies Gracilaria dan Gelidium, sedangkan untuk kandungan karagenan banyak dibudidayakan spesies Eucheuma, ialah Eucheuma Cottoni dan Eucheuma. Sebagai karagenan, rumput laut kering diolah menjadi bentuk tepung untuk diekspor dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan pasar lokal mencapai 22.000 ton per tahun (Ekon. Neraca 2 Juni 1999). 

Karagenan merupakan bahan yang unik untuk berbagai industri makanan seperti kemampuan dengan konsentrasi rendah mengikat cokelat ke dalam susu cokelat. Sari karegenan juga dipergunakan untuk pembuatan “dessertgel” semacam agar untuk hidangan penutup makan. Karagenan memiliki derajat panas pencairan yang tinggi, sehingga mudah dipasarkan di daerah tropis atau di tempat yang tidak tersedia lemari pendingin (refrigerator). Agar karagenan juga banyak dipergunakan sebagai bahan penambah (additive) pada berbagai makanan Eropa. 

Fungsi karagenan sebagai perekat pasta gigi menyaingi penggunaan sodium carboxymethylcellulose (SCMC), karena keunggulan kualitasnya dan penampilan karagenan dalam pasta gigi. Karagenan juga sangat penting di dalam industri makanan binatang piaraan (Pet Food), penyegar udara (Air Freshener) dan dalam daging hamburger sebagai subsitusi lemak. Penggunaan karagenan rumput laut akan bertambah makin luas dan makin banyak di masa yang akan datang, sehingga permintaan terhadap produksi rumput laut ini akan terus meningkat di masa mendatang. 

Potensi usaha budidaya ini akan terus berkembang sejalan makin luasnya pemanfaatan rumput laut sebagai bahan makanan, polimer maupun bahan dasar kertas dan industri lainnya. Untuk memanfaatkan peluang pasar yang masih sangat terbuka ini, maka usaha-usaha di bidang rumput laut yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah: 

1. Pembukaan usaha budidaya rumput laut, atau pengembangan perluasan usaha dengan perluasan areal budidaya. 
2. Pengolahan paska panen untuk memperoleh nilai tambah 
3. Industri pemroses rumput laut untuk produk makanan siap saji, Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Alkali Treated Carrageenan (ATC). 

Hampir seluruh daerah di Indanesia dapat dilangsungkan usaha budidaya rumput laut antara lain di Sulawesi, Bali, NTB dan NTT, serta Papua. Di NTB rumput laut banyak dibudidayakan di Pulau Bali, Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Mengingat besarnya permintaan pasar terhadap bahan baku rumput laut tersebut dibidang industri baik makanan, bahan baku kosmetika, dunia medis, dan industri maka diperlukan usaha penyediaan bahan baku yang memiliki kualifikasi yang dapat diterima. Dengan produksi yang tinggi maka ketersediaan bahan baku menjadi tersedia dan menentukan keberlangsungan usaha lanjutan bidang ini. 

Berdasarkan peluang usaha yang dianalisa maka prospek usaha yang menguntungkan dibidang rumput laut ini maka dipilih usaha budidaya dan pemrosesan rumput laut bahan baku industri dalam skala yang lebih besar. Bentuk produk yang akan diproduksi adalah rumput laut jenis Euchema cottoni dengan pola usaha budidaya metode tali letak dasar. 

Gambar 1. Rumput laut jenis Euchema cottoni 

Pemilihan usaha budiaya rumput laut sebagai ide bisnis ini didasari semakin meningkatnya permintaan pasar lokal, nasional dan bahkan internasional terhadap bahan baku dan makin meluasnya skala pemanfaatan bahan baku rumput laut dalam dunia industri. Kebutuhan yang kian meningkat ini menjadi tantangan untuk dapat dipenuhi terutama dari usaha budidaya dan pemrosesan rumput laut. Sebagai daerah yang didominasi oleh wilayah perairan menjadikan potensi pengembangan rumput laut yang sangat tinggi. Pengembangan rumput laut dilakukan dengan pertimbangan : periode budidaya singkat (30 – 60 hari), transfer teknologi mudah, serta mampu melibatkan partisipasi aktif perempuan secara massal. Selain dipengaruhi oleh kenyataan bahwa komoditas ini belum memiliki kuota, baik di pasar domestik maupun internasional.

Segmentasi Pasar dan Target Pasar

Kondisi industri hilir rumput laut di Indonesia saat ini tergolong minim dan penyebarannya masih terkonsentrasi di beberapa kota besar seperti Surabaya, Makassar dan Jakarta. Minimnya industri hilir dalam negeri, secara kalkulasi merugikan, terutama bagi industri hulu yang mayoritas berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Akselerasi industri hulu yang tinggi tidak diimbangi dengan pengembangan industri hilir, sehingga secara simultan mendorong orientasi pemasaran (domestik/ekspor) dalam bentuk bahan mentah. 

Hasil panen produksi budidaya oleh pembudidaya, dijual dalam bentuk rumput laut kering, setelah dijemur selama 3 sampai 4 hari. Rumput Laut Kering dimasukkan ke dalam karung-karung plastik untuk dijual kepada para pedagang pengumpul atau kepada Koperasi yang kemudian menjualnya kepada pengusaha / pabrik pengolahan rumput laut di beberapa kota besar di Indonesia. Para pengumpul membeli rumput laut kering dari nelayan dengan harga sekitar Rp. 3.500 – Rp. 5.000 per kilogram, tergantung pada jenis rumput laut ataupun jarak lokasi budidaya ke perusahaan pengelola. Pemasaran seperti ini bagi pembudidaya memang tidak menguntungkan dari segi harga. 

Gambar 2. Pengolahan pasca panen rumput laut

Segmentasi Pasar 

Permintaan rumput laut dipengaruhi oleh permintaan pengguna rumput laut yaitu industri-industri makanan, obat-obatan dan bahan polimer. Ekspor rumput laut Indonesia secara total selalu meningkat pesat. Perkembangan ekspor itu terjadi pada hampir seluruh negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia, Peningkatan ekspor paling pesat terjadi pada negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia di Asia yaitu: Cina, Hongkong dan Phillipina. 

Proyeksi peluang pasar, ekspor rumput laut Indonesia mengalami perkembangan rata-rata 15% per tahun. Selain ditunjukkan oleh perkembangan ekspor juga dapat dilihat dari selisih antara jumlah permintaan/kebutuhan dunia dan jumlah yang mampu diproduksi. 

Kondisi tingkat penawaran rumput laut di tingkat dunia yang belum mampu memenuhi permintaan yang ada. Hal demikian juga terjadi di Indonesia, kemampuan produksi yang ada masih kecil dibanding permintaan. Penawaran suatu produk selalu berada pada posisi sebatas kemampuan kapasitas produksi. Pada tahun 2005 permintaan rumput laut dunia mencapai 260.571.050 ton berat kering sementara Indonesia hanya mampu memenuhi sejumlah 300.000 ton berat kering. Jadi penawaran rumput laut masih jauh dari kebutuhan atau permintaan. 

Sebagai gambaran Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki potensi areal budidaya rumput laut seluas 6.000 Ha dengan potensi produksi 28.100 ton, namun kenyataannya pada tahun 2005 hanya mampu memproduksi 419 ton rumput laut kering, suatu jumlah yang jauh dari potensi yang ada (Sunarpi et.al, April 2006). Hal ini menunjukkan bahwa potensi budidaya rumput laut belum dimanfaatkan secara optimal. 

Ekspor rumput laut Indonesia dalam posisi belum menggembirakan, karena mayoritas masih dilakukan dalam bentuk raw seaweed atau rumput laut kering atau raw seaweed, sedangkan ekspor hasil olahan rumput laut (ekstrak) masih kecil porsinya. Pada tahun 2000 jumlah ekspor rumput laut kering 25.000 ton, dan ekspor ekstrak berjumlah kurang lebih 15.000 ton. Pada tahun 2004 ekspor rumput laut kering kurang lebih berjumlah 55.000, ekstrak rumput laut kurang lebih 10.000 ton, dan total ekspor rumput laut sebesar 65.000 (Neish. Ian Charles, 2006). 

Dengan berpedoman data produksi dan ekspor maka dapat dinyatakan bahwa : 

1. Peluang pasar dan perluasan usaha budidaya rumput laut masih sangat terbuka karena realisasi produksi jauh berada di bawah kapasitas produksi dan permintaan rumput laut kering. 
2. Ekspor rumput laut Indonesia sebagian besar adalah raw seaweed, dengan demikian terdapat peluang yang cukup besar untuk membuka investasi industri pengolahan ekstrakt rumput laut yang memiliki nilai tambah (value added). 

Rantai pemasaran rumput laut berawal dari pembeli besar yang biasanya exporter atau pemroses rumput laut (pabrikan). Pabrikan akan mengadakan negosiasi transaksi kepada pedagang besar, tentang harga, spesifikasi produk dan syarat-syarat pembayaran. Dalam proses transaksi ini, biasa terjadi pedagang besar diberi modal atau uang muka untuk pengadaan barang. Selanjutnya pedagang besar aka melakukan kontak kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang kecil inilah yang melakukan pencarian/ pengumpulan rumput laut kering, proses awal (sortir dan pemilihan) dan pembayaran kepada petani pembudidaya. 

Biasanya pedagang pengumpul sudah memiliki “anak buah” yaitu pembudidaya yang diberi pinjaman modal dan akan menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul tersebut. Untuk pedagang besar akan mengumpulkan rumput laut kering dari pedagang pengumpul dan juga dari pembudidaya binaannya. 

Ditinjau dari aspek transportasi, komunikasi dan ketersediaan produk yang jauh dibawah permintaan maka kendala pemasaran dapat dikatakan tidak ada. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kendala dalam pemasaran yaitu aspek kualitas. 

Kendala utama pemasaran utama dan pertama-tama harus ditangani adalah masalah kepercayaan pada produk yang ditawarkan. Kepercayaan akan terbentuk melalui terpenuhinya standard mutu produk rumput laut (Neish, 2006). Aspek kualitas ini banyak dipengaruhi aspek teknologi dan pengolahan pasca panen (DKP, 2006). Dengan keadaan seperti itu, maka kendala yang ada sebenarnya adalah tantangan pasar dan tuntutan persaingan untuk selalu meningkatkan mutu. Untuk merebut posisi dan kepercayaan pasar, standard mutu produk rumput laut yang diekspor harus memenuhi berbagai kriteria (Neish, 2006): 

1. Aspek Produk. 
a. Kadar air atau tingkat kelembaban max 38% 
b. Prosentasi kotoran pada rumput laut maksimum 2% 
c. Umur pemanenan minimum 45 hari. 
d. Kadar garam rumput laut. 

2. Aspek standarisasi produk. 
a. Standarisasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar. 
b. Prosedur standar menggunakan uji laboratorium 
c. Diterapkan dan dipatuhinya manual mutu dan produksi 
d. Sertifikasi sebagai penjaminan mutu. 

Pemakaian karaginan diperkirakan 80% digunakan dibidang industry makanan, farmasi dan kosmetik. Pada industry makanan sebagai stabilizer, thickener, gelling agent, additive atau komponen tambahan dalam pembuatan coklat, milk, pudding, instant milk, makanan kaleng dan bakery. Untuk industry non food antara lain pada industry : 
- farmasi: sebagai suspensi, emulsi, stabilizer dalam pembuatan pasta gigi, obat-obatan, mineral oil. 
- Industri-industri lain : misalnya pada industry keramik, cat dan lain-lain. 

Segmentasi pasar rumput laut yang akan digarap dalam usaha budidaya ini dengan memproduksi Euchema cottoni yang bisa diharap pada segmen pasar bahan baku industry pengolahan makanan siap saji maupun Alkali Treated Carrageenan (ATC) dan Semi-refined Carrageenan (SRC). Dengan menggarap segmen pasar ini maka usaha budidaya dan pemrosesan rumput laut ini dapat memproduksi kualitas rumput laut yang sesuai dengan permintaan pasar di segmen pasar ini. 

Target Pasar 

Target pasar dari bisnis budidaya rumput laut E. cottonii adalah para perusahaan pangan dan non pangan yang menggunakan campuran rumput laut sebagai pengolahan produknya. Produk ditawarkan nantinya juga akan sangat memperhatikan peluang pasar baik nasional maupun Internasional. 

Posisi daya saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu produk. Mutu produk dapat ditingkatkan melalui penggunaan strain bibit yang baik, dan pemrosesan paska panen lebih yang baik. Indonesia sudah saatnya meningkatkan posisi dari pengekspor raw seaweed menjadi ekpsortir produk rumput laut, baik dalam bentuk makanan siap saji maupun Alkali Treated Carrageenan (ATC) dan Semi-refined Carrageenan (SRC). 

ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN ANCAMAN (SWOT ANALISYS) : 

Kekuatan
Kelemahan
1.Harga Terjangkau
2.Kualitas terjamin
3.Kebersihan Rumput laut terjamin

1.Manajemen tradisional
2.Sarana dan prasarana sederhana
3.Sumberdaya manusia yang masih rendah pendidikan
4.Pemasaran yang masih terbatas
Peluang
Ancaman
1.Pangsa pasar yang masih luas
2.Bahan baku yang mudah di dapat
3.Pesaing besar relatip terbatas
4.Biaya produksi yang terjangkau
1.Munculnya pesaing baru


Target pasar rumput laut masih sangat terbuka dengan tingginya marjin permintaan dengan penawaran. Kemampuan produksi untuk memenuhi pangsa pasar masih sangat rendah dibandingkan dengan permintaan produk rumput laut baik skala nasional (domestik) maupun internasional (eksport). Produk yang dihasilkan adalah berupa produk yang seragam maka pencakupan pasar yang diterapkan adalah strategi pemasaran tampa pembedaan. 

Sementara level pasar yang terdapat di usaha ini memiliki pasar potensial yang sangat tinggi. Target pasar (target market) bidang usaha ini meliputi sasaran yang merupakan perusahaan/pabrik industry pengolahan makanan siap saji maupun Alkali Treated Carrageenan (ATC) dan Semi-refined Carrageenan (SRC). Usaha budidaya dan pemrosesan rumput laut yang dilakukan diharapkan dapat menyuplai atau memasok kebutuhan bahan baku dari industry hilir (pengolahan) rumput laut dengan kualitas yang sesuai.



Muhammad Fahri 
SMKN 1 Bima NTB 
elfahry.bimami@gmail.com

Read More......

Jumat, 28 Desember 2012

Pendidikan di Pusaran Kerawanan

Jumat, 28 Desember 2012

Oleh Hafid Abbas
Menarik direnungkan apa yang pernah dikemukakan oleh Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi. Bagi Malaysia, kata Badawi, pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia bukan sekadar sesuatu yang mutlak atau sangat vital, melainkan persoalan hidup matinya Malaysia.

Jika Indonesia berpandangan sama, bahwa pendidikan adalah persoalan hidup matinya bangsa ini di masa depan, maka sudah waktunya bangsa ini membenahi pendidikan secara sungguh-sungguh pada semua dimensi persoalan pendidikan. Beberapa waktu lalu (27/11/2012) harian ini melaporkan peringkat pendidikan Indonesia pada urutan terendah di dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, sistem pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Tempat pertama dan kedua diraih Finlandia dan Korea Selatan.

Tiga titik rawan


Jika wajah pendidikan kita seperti itu, proses perjalanan peradaban modern bangsa ini ke masa depan akan bergerak di atas pelataran yang amat rapuh. Berikut ini titik-titik rawan itu. Pertama, pada 21 Maret 2011, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR melaporkan, 88,8 persen sekolah di Indonesia, mulai dari SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal.
Read More......

Senin, 16 Juli 2012

To Manufacturing Hope, Dahlan Iskan

( mendukung ide besar sang menteri BUMN, Dahlan Iskan )
Oleh : Muhammad Fahri, SPi. MP

Profil Sang Menteri

Dahlan Iskan (lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur, adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009. Pada tanggal 19 Oktober 2011, berkaitan dengan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II, Dahlan Iskan diangkat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara menggantikan Mustafa Abubakar yang sedang sakit.

Dahlan Iskan dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan kondisi serba kekurangan. Orangtuanya tidak ingat tanggal berapa Dahlan dilahirkan. Dahlan akhirnya memilih tanggal 17 Agustus dengan alasan mudah diingat karena bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Dahlan Iskan pernah menulis buku berjudul Ganti Hati pada tahun 2008. Buku ini berisi tentang penglaman Dahlan Iskan dalam melakukan operasi cangkok hati di Cina.

Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang. Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikutiBatam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. 


Sejak awal 2009, Dahlan adalah sebagai Komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC)yang akan memulai pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) pertengahan tahun ini. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong. Dengan panjang serat optik 4.300 kilometer Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan,gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya. Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi PLN. 


Gagasan Yang Lahir 


Membaca catatan Dahlan Iskan, sepertinya kita menemukan banyak solusi bagi kusutnya masalah BUMN. Cerita BUMN yang terus menabur kabar sedih tentang kerugian yang tak pernah berujung. Ada tengarai, bahwa BUMN adalah lahan tersubur bagi para koruptor besar di negeri ini. Belum lagi, bila badan usaha pelat merah ini berafiliasi dengan partai politik, maka cerita kerugian akan terus bertambah panjang. BUMN telah menjadi pundi besar politisi dan partai politik untuk mengeruk dana pembiayaan bagi siklus dan kelangsungan hidup partainya. Alhasil, menuju 70 Tahun kemerdekaan masih saja BUMN terperosok pada utang dan kerugian. 


Privatisasi BUMN vital telah dilakukan sejak lama, runtuhnya rezim orde baru seakan membuka pandangan bahwa BUMN hendaknya dinobatkan sebagai sumber penggali bagi dana pembangunan demi kemaslahatan umum. Namun, motif mulia itu hanya cerita yang masih maya adanya. Dobrakannya masih lemah dan cerita defisit masih tertera juga. 


Memulai kepemimpinan dengan kondisi terbatas, Dahlan Iskan merintis ide-ide baru diluar kebiasaan yang berlaku. Jalan Tol yang diharapkan untuk mengurangi atau mengurai kemacetan kota-kota besar Indonesia malah jadi momok dengan memperpanjang antrian pada pintu-pintu masuknya. Kemacetan kerapkali terjadi hanya karena pelayan pintu tol yang tidak profesional. Berita Dahlan Iskan melabrak petugas pintu tol bahkan membanting kursi loket adalah sejarah yang tidak pernah terjadi di Republik ini. Naluri kepemimpinannya yang terasah dengan segera nmenemukan akar masalah. Antrian dipintu tol hanya boleh 5 mobil saja. Kalau lebih harus segera dipecahkan. Jasa Marga telah diajari dengan sebuah tindakan efektif dan efisien. 


Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga telah dijamah dengan mengurangi sifatnya yang byar pett (sering mati kekurangan daya). Dimasa kepemimpinannya sebagai dirut banyak hal yang realisasikan. Akar masalahnya dicermati seksama. Pembangkit dengan berbagai kapasitas terpasang. Meningkatkan penggunaan bahan bakar alternatif seperti batubara, air, panas bumi, tenga surya telah membawa dampak dengan berkurangnya pemadaman secara signifikan. Tangan dingin Dahlan, telah mengisyaratkan upaya pemasangan sejuta pelanggan dalam sehari guna memenuhi menumpuknya antrian pelanggan baru yang membutuhakan energi listrik. Tetesan airmatanya meluap ketika kerjanya di PLN dialihkan ke menteri BUMN karena merasa kerjanya belum tuntas. 


 Sakit hati Dahlan kian berkecamuk saat mendengar negeri maritim ini masih mengimpor garam untuk menutupi stok garam nasional per tahunnya. Merasa tidak pantas, negeri yang lautnya meluap dan lahan pantainya yang luas sebagai modal pengadaan garam melimpah masih dikerumuni hal yang aneh, kekurangan garam. Tahun ini, Dahlan mencetuskan PT Garam yang tujuannya meningkatkan produksi garam nasional secara besar-besaran. Daerah NTT tepatnya di Sumba segera dibuka 70 ribu HA lahan baru dengan kondisi siap garap untuk garam yang lebih baik secara kualitas dan jumlahnya. Targetnya, Tahun ini kita bisa memenuhi kebutuhan garam nasional bahkan mengekspornya sebagai sumber devisa baru. 


Masih disekitar Sumba NTT, juga akan dibangun lahan peternakan (ranch) sekala besar untuk mengantisipasi stok daging nasional. Masalah kekurangan daging selalu saja menghantui negeri ini disetiap agenda rutinnya, hari raya. Masalah mendasar di bidang peternakan adalah bibit pejantan yang kurang bermutu sehingga induk betinanya tidak bisa menghasilkan bibit unggul. Perkawinan sapi lokal terjadi antar sesamanya sehingga bibit yang dihasilkan kian waktu semakin mengecil dan tidak bisa menghasilkan kualitas daging yang memadai. Menghindari perkawian incest (sedarah) adalah solusi yang ditawarkannya. 


Yang tak kalah serunya manajemen Dahlan terhadap penguatan stok gula nasional. Pabrik gula peninggalan Belanda yang telah berumur mendapat sentuhannya. Pabrik gula menjadi penentu kualitas gula yang dihasilkan. Sentuhan kecil perbaikan kondisi pabrik akan mengurangi masalah produksi. Secara prinsip, Dahlan mengemukan bahwa gula bukan hanya diproduksi di pabrik tetapi di perkebunan itu sendiri. Kualitas tebu menjadi faktor utama yang menentukan ketersediaan gula kita. Tebu berkualitas akan menyediakan rendemen yang baik. Rendemen yang baik akan meningkatkan kualitas gula baik kualitas maupun kuantitasnya. Manajemen penanaman tebu memegang kendali dalam carut marut masalah pergulaan nasional. 


 Perusahaan penerbangan nasional Garuda Indonesian Airways juga telah menunjukkan kerja yang semakin meningkat. Terbukti, dalam tahun terakhir maskapai ini telah mengalami peningkatan peringkatnya sebagai maskapai terbaik di asia mengalahkan MAS malaysia ataupu Thai Airways. Hanya Singapore Airlines yang masih belum bisa ditaklukkan. 


BatanTek, sebuah BUMN berbasis teknologi nuklir justru mengalami perkembangan pesat dengan menghasilkan radioisotop nuklir rendah yang sangat vital perannya dalam dunia medis. Sebuah inovasi yang mumpuni ditengah kalutnya kondisi BATANTEK yang tidak bisa mandiri dan sulit menghasilkan reaktor nuklir untuk listrik sekalipun. Alhasil, Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan dalam penyediaan isotop nuklir demi kepentingan dunia kesehatan. 


Program unik lainnya adalah Empat Putra Petir. Proyek ini sungguh luar biasa, dimana empat putra terbaik negeri diharuskan untuk menghadirkan moda transportasi berbasis listrik. Mobil Listrik Nasional. Perkembangan terakhir program ini dalam fase uji coba penggunaan mobil tersebut. Kemarin. Dahlan telah mencobanya mengendarai mobnas listrik tersebut rute Depok- Kantor BPPT meskipun mobnas harapan itu masih ngambek akibat kekuatan daya baterei listriknya belum sempurna. Jika progam ini sukses maka misi kita untuk melepas ketergantungan pada BBM akan semakin ringan. 


Makin banyak solusi yang ditemukan oleh Dahlan dalam memimpin perusahaan negara (BUMN) untuk kembali membawa kejayaan dan keharuman negeri ini. Semoga beliau diberi umur panjang dan dijaga agar tetap istiqomah mengemban amanat demi kehidupan negara besar ini. Selamat dan salut buat seorang menteri yang sahaja, Dahlan Iskan. Bagaimana menurut anda ??? (fahrinotes) Read More......

Selasa, 05 Oktober 2010

UJI TOKSISITAS EKSTRAK POLAR, SEMIPOLAR DAN NONPOLAR DARI ALGA COKLAT Sargassum cristaefolium

Oleh : Muhammad Fahri, S.Pi. M.Pi

PENDAHULUAN

Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test)

Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa antikanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup akurat (Meyer, 1982).

Carballo et al. (2002) meneliti kelayakan penggunaan metode BSLT untuk pengujian aktivitas farmakologi produk bahan alam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya korelasi positif antara BSLT dan uji sitotoksik (50 % spesies yang aktif dalam BSLT juga aktif dalam uji sitotoksik). Menurut Mc Laughlin & Thompson (1998) dalam Widiastuti, (2004), nilai LC50 untuk sitotoksik umumnya adalah sepersepuluh nilai LC50 yang diperoleh dari BSLT.

Artemia salina Leach merupakan komponen dari invertebrata dari fauna pada ekosistem perairan laut. Udang renik ini mempunyai peranan yang penting dalam aliran energi dan rantai makanan. Spesies invertebrata ini umumnya digunakan sebagai organisme sentinel sejati berdasarkan pada penyebaran, fasilitas sampling, dan luasnya karakteristik ekologi dan sensifitasnya terhadap bahan kimia (Calleja dan Persoone, 1992).

Dalam waktu 24-36 jam setelah pemasukan telur, biasanya telur-telur itu sudah menetas menjadi larva Artemia yang dinamakan nauplius (Mujiman, 1995). Tahapan proses penetasan Artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Untuk mengetahui tahap penetasan dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Tahapan penetasan Artemia salina Leach (Mujiman, 1995).

Pengujian Letalitas telah digunakan dengan sukses untuk isolasi biomonitor dari cytotoxic (Siqueira, et. al., 1998), antimalaria (Perez, et.al., 1997), insektisida (Oberlies, et.al., 1998), dan antifeedent (Labbe, et.al., 1993) campuran dari ektrak tumbuhan. Hasil dari skrining dari air, hydroalcoholic dan ekstrak alkohol dari beberapa tumbuhan obat penting yang digunakan dalam pengobatan tradisional untuk letalitas merujuk pada larva Artemia salina yang diujikan.

Menurut Meyer dkk. (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Suatu ekstrak dianggap sangat toksik bila memiliki nilai LC50 di bawah 30 ppm, dianggap toksik bila memiliki nilai LC50 30-1000 ppm dan dianggap tidak toksik bila nilai LC50 di atas 1000 ppm. Tingkat toksisitas tersebut memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin toksik suatu senyawa dan semakin berpotensi sebagai senyawa antitumor.

METODELOGI PENELITIAN

Rancangan Uji Toksisitas

Uji toksisitas ekstrak senyawa menggunakan hewan uji larva A. salina L umur 48-72 jam setelah penetasan telur untuk mengetahui daya toksisitas ekstrak senyawa dalam menyebabkan kematian pada hewan uji. Uji toksisitas untuk mendapatkan nilai Lethal Concentration 50 (LC50) dari senyawa tersebut. Ekstrak yang bersifat toksik dengan diketahui dari nilai LC50 pada uji toksisitas.. Media kultur penetasan larva A. salina L menggunakan botol plastik transparan ukuran volume 1500 ml dengan perlengkapan aerasi kuat. Media penetasan berupa air laut buatan dengan melarutkan garam dapur sebanyak 38 gram dalam 1000 ml air tawar sehingga salinitas air berkisar 32-35 ppm.

Uji toksisitas menggunakan rancangan eksperimental dengan perlakuan perbedaan konsentrasi ekstrak S. cristaefolium terhadap kematian larva Artemia salina L. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 0 μg/ml (kontrol), 6,25 μg/ml, 12,5 μg/ml, 25 μg/ml, 50 μg/ml, 100 μg/ml dan masing-masing perlakuan dibuat ulangan 5 kali. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak. Parameter yang digunakan adalah jumlah Artemia salina L yang mati dari total larva hewan uji. Kemudian dihitung nilai LC50 dengan menggunakan analisa probit (50% kematian larva hewan uji).

Prosedur Uji Toksisitas Ekstrak Metode BSLT

Wadah penetasan A. salina L menggunakan botol plastik transparan ukuran volume 1500 ml yang dimodifikasi dengan perlengkapan aerasi kuat. Media penetasan berupa air laut buatan dengan melarutkan garam dapur sebanyak 38 gram dalam 1000 ml air tawar sehingga salinitas air berkisar 32-35 ppm. Salinitas ini sesuai dengan salinitas habitat hidup alami dari A. salina L. Media penetasan ini ditempatkan dengan pencahayaan yang cukup.

Sebanyak 1 gram kista A. salina L dimasukan dalam media 1500 ml air laut buatan dengan pemberian aerasi yang cukup. Suhu penetasan adalah ± 25-300C dan pH ± 6-7. Telur akan menetas setelah 18-24 jam dan larvanya disebut nauplii. Nauplii siap untuk uji BSLT setelah larva ini berumur 48 jam (Subyakto, 2003).

Botol vial disiapkan untuk pengujian, masing-masing sampel dibuat 5 konsentrasi berbeda yaitu 6,25 μg/mL, 12,5 μg/mL, 25 μg/mL, 50 μg/mL, dan 100 μg/mL dan masing-masing dengan kontrol (0 μg/mL). Ekstrak pekat kloroform, aseton dan metanol ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan menggunakan 5 ml pelarutnya masing-masing. Selanjutnya, larutan dipipet masing-masing sebanyak 500 μL, 250 μL, 125 μL, 62,5 μL, dan 31,25 μL, kemudian dimasukkan ke dalam botol vial, pelarutnya diuapkan selama 24 jam. Masing-masing vial dimasukkan 2 mL air laut, 10 μL dimetil sulfoksida (DMSO) sebagai emulsigator, 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti, kemudian ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 5 mL, sehingga konsentrasi masing-masing menjadi 100, 50, 25, 12,5 dan 6,25 ppm.

Untuk kontrol, ke dalam botol vial dimasukkan 2 mL air laut, 10 μL dimetil sulfoksida, 10 ekor larva A. salina L dan setetes larutan ragi roti, kemudian ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 5 mL. Pengamatan Uji Toksisitas ini untuk mengetahui nilai Lethal Concentration 50 (LC50) dengan menghitung jumlah larva A. salina yang mati setelah perlakuan dengan pemberian ekstrak senyawa dengan konsentrasi berbeda dari S. cristaefolium setelah 24 jam dari perlakuan. Secara singkat prosedur uji BSLT penentuan LC50 ditampilkan dalam Lampiran 2.

Analisis Hasil Uji Toksisitas

Efek toksisitas dianalisis dari pengamatan dengan persen kematian dengan rumus perhitungan sebagai berikut ini :


Dengan mengetahui kematian larva A. salina, kemudian dicari angka probit melalui tabel dan dibuat persamaan garis :

Dari persamaan tersebut kemudian dihitung LC50 dengan memasukkan nilai probit (50 % kematian). Apabila pada kontrol ada larva yang mati, maka % kematian ditentukan dengan rumus Abbot (Meyer et al., 1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Toksisitas Metode BSLT

Hasil pengamatan mortalitas A. salina dalam uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) setelah 24 jam pada ekstrak kasar S. cristaefolium yang larut dalam kloroform, aseton dan metanol disajikan dalam lampiran 3. Dari data hasil pengamatan tersebut diperoleh persentase mortalitas hewan uji dari masing-masing konsentrasi ekstrak yang diujikan. Berdasarkan data tersebut dilakukan perhitungan dan analisa probit dengan program SPSS13 untuk mencari nilai LC50 dari masing-masing ekstrak yang diujikan.

A. salina L mempunyai peranan yang penting dalam aliran energi dan rantai makanan. Spesies invertebrata ini umumnya digunakan sebagai organisme sentinel sejati berdasarkan pada penyebaran, fasilitas sampling, dan luasnya karakteristik ekologi dan sensifitasnya terhadap bahan kimia (Calleja and Persoone, 1992).

Hasil perhitungan analisa probit ekstrak kloroform, aseton dan metanol dari S. cristaefolium disajikan pada Tabel 5.2 sebagai berikut :

Tabel 5.2. Hasil perhitungan uji BSLT ekstrak kloroform, aseton dan metanol dari S. cristaefolium

Persentase mortalitas hewan uji larva A. salina pada ekstrak kloroform berkisar antara 72-82 %. Pada konsentrasi 6,25 ppm persentase mortalitas sebesar 72 %, konsentrasi 12,5 ppm mortalitas sebesar 70 %, konsentrasi 25 ppm mortalitas sebesar 80 %, konsentrasi 50 ppm mortalitas sebesar 82 % dan konsentrasi 100 ppm mortalitas sebesar 80 %.

Dari data persentase mortalitas larva A. salina pada ekstrak kloroform tersebut, dapat dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara persentase mortalitas dengan konsentrasi (dosis) ekstrak yang larut dalam kloroform seperti pada grafik Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.1. Hubungan persentase mortalitas dengan konsentrasi ekstrak kloroform dari S cristaefolium.

Grafik diatas menujukkan bahwa konsentrasi dosis ekstrak kloroform pada 6,25 ppm dimana mortalitas mencapai 72 persen. Pada konsentrasi dosis 12,5 ppm terjadi penurunan mortalitas menjadi 70 persen tetapi kembali meningkat pada konsentrasi 25 ppm sebesar 80 persen. Sedangkan pada konsentrasi 50 ppm meningkat sebesar 82 persen dan kemudian menurun sebesar 80 persen pada konsentrasi 100 ppm. Penurunan mortalitas dengan semakin meningkatnya konsentrasi ini diduga karena ekstrak kasar masih banyak mengandung senyawa yang bekerja saling kontraproduktif satu sama lainnya. Nilai LC50 ekstrak kloroform dari hasil analisa probit dengan selang kepercayaan p = 0.00 adalah 1.88 ppm yang berarti mortalitas hewan uji mencapai 50% pada saat konsentrasi ekstrak senyawa mencapai 1.88 ppm. Nilai LC50 ini termasuk dalam kategori sangat toksik karena nilai LC50-nya dibawah 30 ppm.

Untuk hasil persentase mortalitas larva A. salina pada ekstrak aseton berkisar antara 88-96 %. Pada konsentrasi 6,25 ppm persentase mortalitas sebesar 90 %, konsentrasi 12,5 ppm mortalitas sebesar 88 %, konsentrasi 25 ppm mortalitas sebesar 92 %, konsentrasi 50 ppm mortalitas sebesar 90 % dan konsentrasi 100 ppm mortalitas sebesar 96 %. Hubungan antara persentase mortalitas dengan konsentrasi ekstrak aseton disajikan pada Gambar 5.2 berikut ini.

Gambar 5.2. Hubungan persentase mortalitas dengan konsentrasi dosis ekstrak aseton dari S cristaefolium.

Berdasarkan nilai LC50 hasil analisa probit dengan selang kepercayaan p = 0.00 pada ekstrak aseton yaitu sebesar 3,97 ppm menunjukkan bahwa angka mortalitas hewan uji mencapai 50% pada saat konsentrasi ekstrak senyawa mencapai 3,97 ppm. Berdasarkan nilai LC50 maka ekstrak aseton termasuk dalam kategori sangat toksik karena berada dibawah 30 ppm (Meyer et. al, 1982).

Hasil uji toksisitas ekstrak metanol, menunjukkan persentase mortalitas larva A. salina berkisar antara 80-92 %. Secara berurutan, konsentrasi 6,25 ppm persentase mortalitas sebesar 80 %, konsentrasi 12,5 ppm mortalitas sebesar 84 %, konsentrasi 25 ppm mortalitas sebesar 92 %, konsentrasi 50 ppm mortalitas sebesar 90 % dan konsentrasi 100 ppm mortalitas sebesar 92 %. Grafik hubungan antara persentase kematian dengan konsentrasi dosis ekstrak metanol disajikan pada Gambar 5.3 berikut ini.

Gambar 5.3. Hubungan persentase mortalitas dengan konsentrasi ekstrak metanol dari S. cristaefolium.

Hasil analisa probit dengan selang kepercayaan p = 0.00 diperoleh nilai LC50 dari ekstrak metanol yaitu sebesar 3.02 ppm. Ini berarti bahwa mortalitas hewan uji sebesar 50 persen dicapai pada saat konsentrasi dosis ekstrak metanol sebsar 3.02 ppm. Berdasar pada nilai LC50 ini maka ekstrak metanol dikategorikan sebagai sangat toksik.

Dari hasil analisa data uji toksisitas ini, memperlihatkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi dosis ekstrak, maka mortalitas larva A. salina juga semakin besar. Hal ini sejalan dengan Harbone (1994), bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka sifat toksiknya juga semakin tinggi. Mortalitas pada perlakuan pemberian ekstrak disebabkan oleh pengaruh sifat toksik dari ekstrak yang terlarut dalam media hidup larva tersebut.

Menurut Meyer et. al, (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Suatu ekstrak dianggap sangat toksik bila memiliki nilai LC50 di bawah 30 ppm, dianggap toksik bila memiliki nilai LC50 30-1000 ppm dan dianggap tidak toksik bila nilai LC50 di atas 1000 ppm. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin toksik suatu senyawa.

Lebih jauh, Meyer (1982) dan Anderson (1991) menjelaskan bahwa aktifitas ketoksikan suatu ekstrak dalam BSLT jika ekstrak dapat menyebabkan kematian 50% larva uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Dengan demikian, berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh dari ketiga ekstrak yang diujikan maka dinyatakan bersifat sangat toksik. Ekstrak kloroform mencapai nilai LC50 pada konsentrasi 1,88 ppm, ekstrak aseton pada konsentrasi 3,97 ppm dan ekstrak metanol pada konsentrasi 3,02 ppm.

Ekstrak yang paling toksik dapat dilihat dari kemampuan menyebabkan kematian hewan uji yang lebih besar dengan semakin kecilnya konsentrasi. Hal ini menunjukkan bahwa secara berturut-turut ekstrak paling toksik berdasarkan nilai LC50 adalah ekstrak kloroform dengan nilai 1,88 ppm, diikuti oleh ekstrak metanol dengan nilai 3,02 ppm dan ekstrak aseton dengan nilai 3,97 ppm.

Berdasarkan data tersebut, ketiga fraksi ekstrak kasar yang diujikan dari alga coklat S. cristaefolium ini memperlihatkan bahwa ketiga ekstrak dapat dikategorikan sangat toksik karena memiliki nilai LC50 dibawah 30 ppm.

Senyawa bioaktif selalu selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu, daya bunuh in vivo dari senyawa dari organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktifitas dan juga untuk memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian (Meyer. et al. 1982).

Persentase mortalitas A. salina oleh ekstrak kloroform memperlihatkan nilai LC50 yang lebih toksik (1,88 ppm) disebabkan karena senyawa-senyawa non polar yang terlarut dalam ekstrak kloroform tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga lebih mudah untuk masuk dalam membran sel melalui proses difusi pada daerah ekor (tail) yang bersifat hidropobik pada phospolipid bilayer. Hal ini mengakibatkan sel lebih cepat mengalami kerusakan atau mati dalam proses difusi senyawa-senyawa non polar dari ekstrak kloroform. Disisi lain, senyawa-senyawa polar tidak mudah berdifusi memasuki dinding sel (membran) dimana senyawa polar ini berada pada posisi kepala (head) yang bersifat hidropilik. Hal ini mengakibatkan senyawa polar lebih sulit untuk masuk dalam dinding sel sehingga nilai ketoksikan senyawa polar lebih rendah daya rusaknya terhadap sel.

Proses difusi pada sel terjadi akibat kecenderungan dari substansi yang bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang rendah. Struktur membran sel yang memiliki dua lapisan lipid (phospolipid bilayer) dimana molekul lipid mempunyai satu bagian kepala bundar yang polar (globular head polar) yang mengandung grup NH3 pada bagian luar dan daerah dua ekor yang mengandung asam lemak non polar yang bersifat hidropobik pada permukaan bagian dalamnya memudahkan molekul-molekul non polar berdifusi sedangkan molekul polar tidak bisa berdifusi langsung.

Pelarut non polar hanya dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar sehingga pelarut polar tidak dapat bercampur dengan pelarut non polar didalam phospolipid bilayer. Pelarut polar tidak dapat memasuki membran sel lipid tampa bantuan dari protein pembawa (carrier). Tidak semua molekul dapat memasuki membran phospolipid termasuk gradient elektrokimia dan ukurannya. Molekul yang lebih kecil dan non polar dapat dengan mudah masuk ke dalam phospolipid bilayer lewat proses difusi karena kesamaan polaritasnya. Sedangkan pelarut molekul polar tidak dapat masuk dalam membran plasma hanya dengan proses difusi, melainkan dengan proses endocytosis, difusi yang difasilitasi dan transport aktif (Prashant, et. al., 2009)

Salah satu organisme yang sangat sesuai dengan hewan uji tersebut adalah Brine Shrimp (udang laut). Brine shrimp test sudah digunakan untuk berbagai sistem bioassay yaitu untuk menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan pada air sungai, ananstetik, toksik dinoflagellata senyawa yang berupa morfin, tosksisitas pada dispersant minyak dan kokarsinogenik ester phorbol. Dalam fraksinasi yang diarahkan dengan bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi aktif mikotoksin dan antobiotik pada ekstrak jamur (Abdi, 2001 dalam Lenny, 2006)

Uji tahap lanjut untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak yang aktif dilakukan pada ekstrak metanol dari S. cristaefolium karena ekstrak metanol merupakan ekstrak yang bersifat polar. Pelarut polar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melarutkan senyawa organik dari bahan alam terutama senyawa fenol dan flavonoid. (Harbone, 1987)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji toksisitas ekstrak metanol alga coklat S. cristaefolium maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ekstrak kasar senyawa dari S. cristaefolium diperoleh nilai LC50 dari masing-masing ekstrak yaitu ekstrak kloroform sebesar 1, 88 ppm yang merupakan ekstrak paling toksik, diikuti oleh ekstrak metanol dengan nilai sebesar 3,20 ppm dan ekstrak aseton sebesar 3,97 ppm.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga ekstrak senyawa dari S. cristaefolium mempunyai prospek dapat dikembangkan sebagai sumber senyawa bioaktif dalam dunia farmasi, misalnya sebagai antitumor atau antikanker.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap masing-masing ekstrak (kloroform, aseton dan metanol) dengan menggunakan konsentrasi (dosis) dibawah 6,25 ppm terkait dengan potensi dan prospeknya sebagai sumber senyawa bioaktif bahan alam yang memiliki peran dalam dunia farmasi mengingat sifatnya yang sangat toksik.

Selain itu, disarankan untuk melakukan kajian-kajian terhadap manfaat alga coklat S. cristaefolium sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. S. cristaefolium pada saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal meskipun jumlahnya sangat melimpah diperairan laut Indonesia. Pemanfaatan S. cristaefolium dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

PUSTAKA

Fahri, M, 2010. Thesis. Unpublication.

Read More......

KAJIAN KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER DARI ALGA COKLAT Sargassum cristaefolium

Oleh : Muhammad Fahri, S.Pi. M.Pi


PENDAHULUAN

Sargassum cristaefolium.

Alga coklat Sargassum cristaefolium merupakan salah satu marga Sargassum termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Ada 150 jenis Marga Sargassum yang dijumpai di daerah perairan tropis, subtropis dan daerah bermusim dingin (Nizamuddin, 1970). Habitat alga Sargassum tumbuh diperairan pada kedalaman 0,5–10 m, ada arus dan ombak.

Pertumbuhan alga ini sebagai makro alga bentik melekat pada substrat dasar perairan. Di daerah tubir tumbuh membentuk rumpun besar, panjang thalli utama mencapai 0,5-3 m dengan untaian cabang thalli terdapat kantong udara (bladder), selalu muncul di permukaan air. (www.rumputlaut.org).

Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 15 jenis alga Sargassum dan yang telah dikenal mencapai 12 jenis. Sedangkan di perairan Indo-Pasifik tercatat 58 jenis. Alga Sargassum tumbuh sepanjang tahun, alga ini bersifat “perenial” atau setiap musim barat maupun timur dapat dijumpai di berbagai perairan (Bosse, 1928).

Sargassum secara ekologis ikut andil dalam pembentukan ekosistem terumbu karang dan merupakan tempat asuhan bagi biota kecil, termasuk untuk perlindungan benih ikan dan benur udang serta sarang melekatnya telur cumi-cumi. Marga Sargassum mengandung bahan alginat dan iodin, bermanfaat sebagai bahan industri makanan, farmasi, kosmetik dan tekstil. (www.rumputlaut.org)

Morfologi dan Penyebaran S. cristaefolium

Sargassum spp. ada sekitar 400 spesies di dunia, sedangkan di Indonesia dikenal ada 12 jenis, yaitu: Sargassum duplicatum, S. hitrix, S. echinocarpum, S. gracilinum, S. obtuspfolium, S. binderi, S. polyceystum, S. microphylum, S. crassifolium, S. aquafolium, S. vulgare, dan S. polyceratium. Hormophysa di Indonesia dijumpai satu jenis yaitu Hormophysa tricuetra dan Turbinaria spp. ada 4 jenis yaitu Turbinaria conoides, T. conoides, T. ornata, T. murrayana dan T. deccurens. Sargassum spp. bersifat kosmopolitan, tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Penyebaran Sargassum spp. di alam sangat luas terutama di daerah rataan terumbu karang di semua wilayah perairan pantai (DirJen Perikanan Budidaya DKP RI, 2009).

Sargassum tumbuh dari daerah intertidal, subtidal sampai daerah tubir dengan ombak besar dan arus deras. Karakteristik daerah untuk pertumbuhan yaitu kedalamam 0,5–10 m, suhu perairan 27,25 – 29,30 oC dan salinitas 32–33,5 ‰. Kebutuhan intensitas cahaya matahari marga Sargassum lebih tinggi dari pada marga alga merah. Boney (1965) menyatakan pertumbuhan Sargassum membutuhkan intensitas cahaya matahari berkisar 6500–7500 lux. Sargassum tumbuh berumpun dengan untaian cabang-cabang. Panjang thalli utama mencapai 1–3 m dan tiap-tiap percabangan terdapat gelembung udara berbentuk bulat yang disebut “Bladder,” berfungsi untuk menopang cabang-cabang thalli terapung ke arah permukaan air dalam mendapatkan intensitas cahaya matahari.

Spesifikasi khusus dari Sargassum cristaefolium C. Agardh yaitu mempunyai thalli bulat pada batang utama dan agak gepeng pada percabangan, permukaan halus atau licin. Percabangan dichotomous dengan daun bulat lonjong, pinggir bergerigi, tebal dan duplikasi (double edged). Vesicle melekat pada batang daun, bulat telur atau elip, bentuk bladder bulat lonjong (Tetsuro Ajisaka, 2006). Marfologi dari Sargassum cristaefolium C. Agardh dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Taksonomi S. cristaefolium

Berdasarkan hierarki taksonomi Sargassum cristaefolium C. Agardh 1820 menurut NODC Taxonomic Code, database (version 8.0) (1996) adalah sebagai berikut :
Domain : Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978
Kingdom : Chromista - T. Cavalier-Smith, 1981
Subkingdom : Chromobiota - Cavalier-Smith, 1991
Infrakingdom : Heterokonta - (Cavalier-Smith, 1986) Cavalier-Smith, 1995
Phylum : Ochrophyta - (Cavalier-Smith, 1986) T. Cavalier-Smith, 1995
Subphylum : Phaeista - Cavalier-Smith, 1995
Infraphylum : Chrysista - (Cavalier-Smith, 1986) Cavalier-Smith, 1995
Superclass : Phaeistia - Cavalier-Smith, 1995
Class : Phaeophyceae
Order : Fucales - Kylin
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Specific descriptor : cristaefolium - C. Agardh
Scientific name : Sargassum cristaefolium C. Agardh

Sumber : NODC Taxonomic Code, database (version 8.0)
Acquired : 1996

Kandungan S. cristaefolium C. Agardh

Rumput laut merupakan makro alga laut primitif, mendukung fotosintesis kehidupan di laut atau di perairan payau. Alga ini diklasifikasikan berdasarkan kandungan pigmen dalam 4500 spesies dari alga merah (Rhodophyta) dengan pigmen r-phycoerythrin dan c-phycocyanin; selain itu 3000 spsies dari alga coklat (Phaeophyta) memiliki pigmen seperti xanthophylls dan fucoxanthins, dan sejumlah 7000 spesies dari alga hijau (Chlorophyta) dengan chlorophyll a dan b, karoten dan beberapa xanthophills. (Dring, 1982)

Rumput laut mengandung komponen penting yang dibutuhkan dalam proses fisiologis hewan dan manusia. Rumput laut kaya akan karbohidrat, protein, lipid dan mineral dan tidak menyebabkan kerusakan pada paru-paru, ginjal, perut dan usus (Katheresan, 1992). Sehingga dapat digunakan sebagai suatu sumber potensial pangan fungsional.

Secara umum, rumput laut mempunyai kandungan nutrisi cukup lengkap. Secara kimia rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain karbohidrat, protein, lemak dan serat, rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A, B, C, D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10 -20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Anonim, 2009). Kandungan nutrien dan potensi zat-zat yang terdapat dalam alga laut, khususnya Sargassum belum banyak diteliti (Mulyo, 2009).

Jenis rumput laut yang banyak digunakan untuk pembuatan obat adalah alga coklat khususnya Sargasum dan Turbinaria. Pengolahan rumput laut jenis tersebut menghasilkan ekstrak berupa senyawa natrium alginat. Senyawa alginat inilah yang dimanfaatkan dalam pembuatan obat antibakteri, antitumor, penurunan darah tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar (Parveen dan Viqar, 2002).

Menurut Parveen dan Viqar (2002), komposisi proksimat dari penelitian berdasarkan persentase berat kering beberapa jenis rumput laut mengandung unsur-unsur seperti yang disajikan dalam Tabel. 2.1 berikut ini.

Tabel. 2.1. Komposisi Biokimia dari Beberapa Rumput Laut (Parveen dan Viqar, 2002).

Senyawa Bioaktif dari S. cristaefolium C. Agardh

Sitotoksisitas dari tumbuhan alam menjadi pertimbangan sebagai penyedia dari kandungan agen antitumor. Antitumor potensial menjadi harapan umumnya dari alga laut telah diteliti dan aktifitas penghambatan yang kuat terdapat dalam spesies Undaria pinnatifida, Laminaria dan Sargassum (Ohigashi et. al., 1992; Yamamoto et.al., 1974). Aktifitas antitumor dari fucoidan atau fucan dari alga coklat, spesies Laminaria dan Sargassum thumbergii juga telah dilaporkan dalam hewan uji tikus dengan karsinoma Ehrlich (Chida & Yamamoto, 1987; Ito & Sugiura, 1976; Zhuang, et.al., 1995). Fucan, sebuah polysacharide sulphate (HF) dari alga coklat Ascophyllum nodosum menunjukkan efek antitumor dan antipoliferasi baik secara in-vitro maupun in-vivo terhadap non-small-cell human broncho-pulmonary carcinoma (NSCLC-N6) dan sangat berpotensi sebagai agen antitumor dalam terapi kanker (Riou, et.al., 1996). Efek antitumor dari ekstrak Sargassum kjellmanianum juga telah dilaporkan (Iizima-Mizui et.al, 1985; Yamamoto et.al., 1981) masing-masing pada sulphate fucose mengandung polyscharide (Nagumo et.al, 1988, Yamamoto et.al, 1984). Fraksi dari polyscharide sulphate dari Sargassum fulvellum menunjukkan efek penghambatan tumor terhadap sarcoma-180 yang disuntikkan pada tikus (Yamamoto et.al., 1977).

Mortalitas Artemia pada larutan ekstrak E. alvarezii yang terlarut pada metanol dan kloroform, membuktikan adanya metabolisme sekunder yang bersifat polar dan nonpolar. Senyawa metabolit sekunder dari alga yang bersifat polar adalah flavonoid dan alkaloid, sedangkan senyawa yang bersifat non-polar adalah terpenoid dan steroid (Sastrohamidjojo, 1985).

Alginat adalah garam dari asam alginic, suatu co-polymer linier dari b-1, asam 4-D-mannuronic dan a-1, asam 4-L-guluronic, dengan residu diorganisir dari kelompok asam polyguluronic dan polymannuronic, seperti sequens heteropolymeric dari asam guluronic dan mannuronic. Alginat dilaporkan dapat merangsang produksi cytokines, tumour necrosis factor-a, interleukin-1 dan interleukin-6 dari monocytes manusia (Otterlei et al., 1991; Espevik et al., 1993), dan tidak bisa dipisahkan dari aktivitas perlawanan antitumor terhadap model tumour murine secara in-vivo (Fujihara et al., 1984; Fujihara & Nagumo, 1992). Suntikan intraperitoneal tunggal dari derivat alginat seperti alginate-DNM (daunomycin) pada tikus B16 menekan tumours subcutaneous yang dihasilkan kecil, tetapi secara signifikan menghalangi pertumbuhan tumor (Al-Shamkhani & Duncan, 1995).

Depolymerisasi secara biologi dari alginat adalah mengkatalisasi dengan alginate lyases (EC 4.2.2.3) melalui reaksi β-elimination, membelah rantai molekular dan menciptakan asam uronic yang tak terbungkus pada akhir tanpa pengurangan yang baru (Haugen et al., 1990). Produk akhir adalah campuran dari oligosaccharides pendek, yang menjadi bioaktif dan mempunyai aktivitas antitumour dan antivirus (Boyd & Turvey, 1978; Currie, 1983).

Sintesa total dari empat stereoisomer dari amiroxene, dimana hormone pelepasan spermatozoid dan feromon menarik dari Laminaria spp, menunjukkan (1S,2R,3S)-lamiroxene adalah isomer paling aktif. Sintesa total dari (3R,4S)-dictyopterene A, yang merupakan suatu feromon seks dari Dictyopteris Hawaiian sp, menggunakan optis aktif tributylstannylcyclopropane sebagai kunci penghubung ( 2S,3S,5R)-5-[(1R)-1-Hydroxydec-9-enyl]-2-pentyltetrahydrofuran-3-ol151 dan (2S,3S,5S)-5-[(1S)-1-hydroxydec-9-enyl]-2-pentyltetrahydrofuran-3-ol152, keduanya diisolasi dari Notheia anomala. (John Faulkner, 2001).

Alga coklat jenis Stypopodium schimperi dari laut Aegean mengandung meroterpenoid schimperiol baru. Seskuiterpena hydroquinones zonarol dan isozonarol dan quinones yang sesuai dengan zonarone dan isozonarone, merupakan hasil metabolit dari Dictyopteris zonaroides, disintesa secara umum dari β-ionone. Struktur dari sporochnol A, penghambat pakan ikan dari alga Caribbean Sporochnus bolleanus, diperoleh dengan sintesa total dari racemate. Dua diastereoisomers dan dari suatu struktur berdasarkan arsenomethionine yang diisolasi dari Sargassum lacerifolium (John Faulkner, 2001)

PUSTAKA

Fahri, M. 2010. Thesis. Unpublication.

Read More......

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID SERTA UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DARI ALGA COKLAT Sargassum cristaefolium
Oleh : Muhammad Fahri, S.Pi. M.Pi


Kerangka Konsep Teoritis

Penelitian pendahuluan sangat diperlukan dalam upaya mencari informasi kandungan fitokimia dan potensi senyawa yang dapat menjadi alternatif pemanfaatannya dimasa depan dari bahan alam khususnya dari tumbuhan laut.

Untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif flavonoid dari alga coklat S. cristaefolium, belum banyak dilakukan. Sehingga perlu dilakukan pengujian fitokimia yang lebih mendalam untuk mengetahui kandungan senyawa flavonoid pada S. cristaefolium dengan metode isolasi dan identifikasi senyawa, serta pengujian daya toksisitas ekstrak senyawa pada A. salina.

Alur kerangka pikir dalam penelitian ini adalah ekstraksi senyawa dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut organik dengan tingkat kepolaran berbeda yaitu non polar, semi polar dan polar. Hasil berupa ekstrak kasar masing-masing pelarut tersebut dilakukan uji pre-skrining pada hewan uji dengan uji toksisitas metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) untuk mengetahui kemampuan ekstrak senyawa untuk menyebabkan kematian pada hewan uji A. salina L sehingga diketahui nilai LC50 senyawa tersebut. Nilai LC50 adalah kemampuan senyawa dapat menyebabkan kematian hewan uji sebanyak 50 % pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm.

Ekstrak senyawa yang bersifat toksik dengan konsentrasi kurang dari 1000 ppm dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi untuk mengetahui jenis kandungan senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Isolasi dan indentifikasi senyawa flavonoid menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), High Pressure Liquid Chromatography (HPLC), Spektroskois Ultraviolet-Cahaya Tampak (UV-vis), Spektroskopis Infrared (FT-IR).


Read More......

SAHABAT MAYA :

SEARCH LINK :

Label List

VISIT TOROWAMBA BEAUTY BEACH

VISIT TOROWAMBA BEAUTY BEACH
torowamba as one of tourism asset in sape bima

NEW MOTIVATION :

SUNGGUH SANGAT MEMALUKAN JIKA KAPAL BESAR KITA BERBALIK HALUAN KEBELAKANG HANYA UNTUK MENGURUS SAMPAN KECIL MASALAH. AYO !!! MAJU TERUS BRO !
Template by KangNoval & Abdul Munir | blog Blogger Templates