By : Muhammad Fahri. PPS U. Brawijaya Malang
24 January, 2009
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
RESPON FISIOLOGIS IKAN NILA TILAPIA, Oreochromis niloticus TERHADAP SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN E DAN SELENIUM PADA PERFORMA REPRODUKSI
Respon Fisiologis Ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus Terhadap Suplementasi Vitamin C.
Respon Fisiologis Ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus Terhadap Suplementasi Vitamin E
Peranan Vitamin E Dalam Memperbaiki Kualitas Reproduksi Ikan
Respon Fisiologis Ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus Terhadap Suplementasi Selenium
Mekanisme Kerja Antioksidan
EFEK SYNERGISITAS SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN E DAN SELENIUM PADA PERFORMA REPRODUKSI IKAN NILA TILAPIA, Oreochromis niloticus
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu komponen budidaya ikan yang mempunyai peranan yang sangat besar baik ditinjau dari faktor penentu pertumbuhan maupun dilihat dari segi biaya produksi. Hubungan antara fisiologi, pencernaan, nutrisi, dan pertumbuhan yang saling terkait, maka sangat perlu pemahaman tentang fisiologis pencernaan dalam pengembangan budidaya ikan. Pencernaan makanan sendiri didefinisikan sebagai proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisika dan kimia, sehingga menjadi zat yang mudah diserap dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah.
Suplementasi pakan ikan sering dilakukan dengan penambahan sejumlah vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan penting berkenaan dengan aturan diet pakan ikan. Vitamins adalah micronutrients yang paling utama didalam diet, kekurangan atau kelebihan micronutrients mempunyai dampak sebagai reaksi fisiologis dari ikan. Kekurangan vitamins dapat mengakibatkan lemahnya dalam pengolahan makanan, pertumbuhan terhambat, penurunan ketahanan dari stres, angka kematian yang tinggi, sulit menyembuhkan luka dan rendah pencapaian reproduksi. Kecukupan kebutuhan vitamin dari calon induk tilapia, mempengaruhi secara positif pada pencapaian reproduksi ikan.
Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi efek sinergitas suplementasi vitamin E, vitamin C dan selenium dalam pakan terhadap indeks gonadosomatik, fekunditas, ukuran telor, efisiensi pemijahan telur dan kemampuan penetesan dengan pengujian histological ikan Nila Tilapia Oreochromis niloticus.
Pakan yang digunakan penelitian ini ada enam macam dengan kandungan 35% protein kasar, 9.0% lemak kasar. Pakan kontrol, mengandung 30% tepung ikan, 30% solvent-extracted kedelai, 18% dedak gandum, 13% jagung kuning, 6% minyak jagung, 2% vitamin dan mineral premix dan 1% carboxy methyl cellulosa. Komposisi pakan uji dalam penelitian ini sebagai berikut :
Pakan (1): Pakan Control. Pakan (2): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan). Pakan (3): Pakan Control + vitamin C (120 mg/kg Pakan). Pakan (4): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan) + vitamin C (120 mg/kg Pakan). Pakan (5): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan) + selenium (0.2 mg/kg Pakan). Pakan (6): Pakan Control + vitamin E (34 mg/kg Pakan) + vitamin C (120 mg/kg Pakan) + selenium (0.2 mg/kg Pakan).
II. RESPON FISIOLOGIS IKAN NILA TILAPIA, Oreochromis niloticus TERHADAP SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN E DAN SELENIUM PADA PERFORMA REPRODUKSI.
2.1. Respon Fisiologis Ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus Terhadap Suplementasi Vitamin C.
Fungsi biologi vitamin C dalam kehidupan organisme secara umum sebagai bahan redox pelarut dalam air, co-factor dalam sintesis kollagen, pemacu pertumbuhan, pengatur sintesis hormon, sebagai pemacu modular hexose monophosphate dan indikator dari hepatimicrosomal hydroxylase dan sebagai immunostimulator pada ikan.
Vitamin C (asam ascorbic) dan E (ά-tocopherol) adalah salah satu di antara vitamins penting yang diperlukan untuk meningkatkan reproduksi ikan. Asam ascorbic adalah suatu co-factor dalam biosynthesis hormon steroid dan neurohormon. Pada ikan, asam ascorbic memainkan suatu peran penting dalam aturan diet ikan untuk memacu peningkatan reproduksi. Ascorbyl monophosphate adalah sumber yang baik dari asam ascorbic stabil dan secara efisien akan ditransfer ke telor dan offspring sebagai produk reproduksi ikan. Korelasi langsung antara tingkat penetasan dan konsentrasi telor dari asam ascorbic telah diteliti. Disisi lain, penurunan konsentrasi asam ascorbic dapat menjadi penanggung jawab untuk penurunan viabilitas sperma.
Pada calon induk Rainbow Trout, tingkat suplementasi dari 115 mg asam ascorbic/kg pakan meningkatkan secara signifikan jumlah dari penetasan telor dibandingkan pada telor ikan tanpa pemberian pakan suplemen asam ascorbic. Dapat disimpulkan bahwa calon induk (broodstock) ikan harus hidup dengan sejumlah vitamin yang cukup untuk menyediakan telor sebanyak lebih dari 20 µg asam ascorbic/g.
Asam ascorbic dapat berperan sebagai suatu cofactor atau sebagai pengatur dalam biosynthesis oestrogens pada folikel sel. Vitamin C berfungsi sebagai pemelihara integritas selaput membran dalam semua sel. Vitamin C memperlihatkan efek berkaitan yang bersifat melindungi atas pestisida intoxification (keracunan) pada campuran kedua organochlorine dan organophosphorus sehingga dapat menimbulkan hal yang berlawanan ketika digunakan pada dosis tinggi.
Secara umum fungsi dari vitamin C adalah sebagai berikut :
1. Vitamin C memiliki efek positif pada sistem imun. (Dr. Linus Pauling, Pemenang hadiah Nobel)
2. Vitamin C memperbaiki mobilitas sel darah putih.
3. Vitamin C digunakan untuk mempercepat pemulihan dari pneumonia, meononulkeosis, hepatitis, dan hamper semua infeksi virus lain.
4. Vitamin C menstimulasi sel (Limfosit) T dan B, serta “pemakan sel” raksasa (fagosit makrofag) yang menelan dan menghancurkan bakteri, virus, fungi, dan antigen penyebab penyakit lainnya.
5. Vitamin C merupakan antioksidan dan scavenger untuk radikal bebas.
Kekurangan vitamin C pada tilapia dapat menyebabkan scoliosis, lordosis, mengurangi pertumbuhan, mengurangi perbaikan luka, hemorrhage internal dan eksternal, erosi sirip caudal, exophthalmia, kekurangan darah merah dan mengurangi kemampuan penetesan telor (hatchability. Pada sisi lain, suplemen dari asam ascorbic pada calon induk (broodstock) dalam pemberian pakan secaras signifikan akan meningkatkan hatchabilitas telor,
Kebutuhan vitamin C tergantung pada umur ikan. Penelitian melaporkan ikan rainbow trout dewasa yang diberi pakan dengan diet tanpa asam ascorbic untuk 21 bulan termasuk fase perkembangan gonadal, menunjukkan tidak ada tanda makroskopik avitaminosis C dan tidak ada kematian yang meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Ovari mengalami suatu siklus tahunan mengalami dampak dalam saluran metabolisme pada ikan. Selama pertumbuhan gonadal didalam kaitan dengan penetasan teleosts, didahului, tanda protein kuning telur, vitellogenin, adalah yang disintesis pada hati dibawah kendali dari hormon oestrogenik. Jaringan endocrine secara normal mengandung asam ascorbic tingkat tinggi. Setelah ada suplementasi dari asam ascorbic, ditemukan ovari dalam tingkat tinggi dianggap sebagai gambaran dari fungsi organ endocrine ini.
Secara singkat respon fisiologis suplementasi vitamin C pada ikan dapat digambarkan sebagai berikut :
Diet broodstock untuk asam ascorbic ditransfer ke telor dimana itu akan disimpan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan larva sebagai pasokan pakan pertama.
Kecukupan vitamin C pada ovarium dapat mendukung proses vittelogenesis yaitu proses akumulasi material telur yang disintesis di hati dan proses ini distimulasi oleh kerja hormon steroid (estradiol). Dalam pembentukan sel telur, biosintesis hormon steroid terjadi dalam beberapa tahap reaksi hidroklasi yang secara tidak langsung mempercepat proses pembentukan ovarium. Vitamin C dalam ovarium diduga berperanan dalam reaksi hidroklasi sintesis hormon steroid. Vitamin C terakumulasi pada sel folikel yang mengintari telur dan pada jaringan ini terdapat sel teka yang berperan dalam sintesis hormon steroid reproduksi ikan (Zohar, 1991)
2.2. Respon Fisiologis Ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus Terhadap Suplementasi Vitamin E.
Salah satu vitamin yang dapat berperan dalam meningkatkan reproduksi ikan adalah vitamin E. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Sementara itu diketahui pula pada ikan atlantik salmon bahwa a-tokoferol, nama lain dari vitamin E, diangkut dari jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma (Lie et al. 1994 dalam Mokoginta et al. 2000), hal ini menunjukkan adanya peran vitamin E pada proses reproduksi ikan.
Defisiensi a-tokoferol pada hewan dapat menyebabkan lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis, dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostagladin oleh microsome dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu kematian dan kerusakan syaraf (Lehninger, 1993). Vitamin E juga berpengaruh pada kualitas telur yang dihasilkan, seperti terlihat dari rendahnya jumlah telur yang terbuahi pada red sea bream (Watanabe et al. 1991). Pada ikan yellow tail, adanya penambahan vitamin E sebanyak 200 mg/kg pakan induk akan menghasilkan jumlah larva yang tertinggi (Mushiake et al. 1993).
Vitamin E sangat berperan dalam proses reproduksi ikan. Effendie (1997) menyatakan pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Pada masa reproduksi, a-tokoferol akan didistribusikan ke jaringan adiposa. a-tokoferol diangkut ke hati mungkin dalam kilomikron, dan dikirim ke jaringan dalam bentuk lipoprotein. Selanjutnya oleh enterosit dalam bentuk gabungan kilomikron (a-tokoferol dengan mono, di dan trigliserida), vitamin tersebut dibawa ke saluran limpatik. Dari sistem limpatik a-tokoferol bersama very low density lipoprotein (VLDL) akan masuk ke dalam sirkulasi darah, dan langsung dikirim sebagian ke bagian yang membutuhkan, sebagian lagi a-tokoferol terlebih dahulu masuk ke hati melalui ductus toracicus dan bergabung dengan VLDL yang kaya akan trigliserida dan HDL (high density lipoprotein) yang kaya akan fosfolipid, kolesterol dan ester. VLDL dan HDL ini disintesis oleh hati. Kemudian vitamin E kembali ke pembuluh darah. Di dalam pembuluh darah VLDL dan HDL dari hati dikonversi menjadi LDL (low density lipoprotein) dengan bantuan enzim lipoprotein lipase dalam serum darah dan selanjutnya vitamin E dalam LDL siap diangkut ke jaringan adipose (Linder, 1992).
Fungsi dari Vitamin E antara lain, adalah :
1. Vitamin E, bersama Vitamin A, B1, B5, C, dan mineral selenium, merupakan scavenger (penangkap) radikal bebas. Radiakl bebas adalah pembunuh kecil, bahkan lebih kecil dari virus. Seperti gergaji mesin, mereka menghancurkan membrane sel di dalam tubuh, yang menyebabkan semua jenis kerusakan kanker dan kerusakan pada sistem imun.
2. Defisiensi Vitamin E menyebabkan kadar antibodi yang rendah, Sel (Limfosit) T dan B yang rendah, dan juga penurunan ukuran dan berat organ limfatik.
3. Pemberian Vitamin E meningkatkan kemampuan sistem imun untuk menghasilkan antibodi.
4. Aktivitas “pemakan sel” dar sel darah putih juga ditingkatkan oleh Vitamin E.
5. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa Vitamin E mungkin membantu melawan efek imunosupresif dari kortikosteroid (hormone yang berkaitan dengan depresi).
PERANAN VITAMIN E DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS REPRODUKSI IKAN
Vitamin E dikenal mempunyai peran besar untuk reproduksi ikan. Nutrisi yang paling utama di antara nutrisi penting yang berhubungan dengan perkembangan organ reproduksi yang berperan dalam pemijahan ikan dan kualitas telur. Ikan memerlukan sekitar 3.4 mg vitamin E didalam 100 g pakan untuk meningkatan penetesan dan kelulushidupan larva. Kekurangan vitamin E dalam pakan mengakibatkan keterlambatan perkembangan ovari.
Secara umum indikator reproduksi ikan dapat dilihat dari gonad somatik indeks, fekunditas, bobot telur, diameter telur, derajat tetas telur, larva abnormal dan total larva yang dihasilkan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan. Seperti sudah diketahui bahwa salah satu fungsi dari Vitamin E adalah sebagai zat antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak (Halver, 1989). Menurut Kamler (1992), lemak digunakan sebagai bahan penyusun struktur butiran lemak dan butiran kuning telur. Menurut Momensen dan Walsh (1983), material lemak merupakan bahan penyusun sejumlah besar fosfolipid yang ditimbun dalam sitoplasma dan kutub anima telur. Jadi dengan adanya penambahan vitamin E dalam formulasi pakan maka keberadaan lemak di dalam telur dapat dipertahankan sebelum digunakan untuk proses selanjutnya.
Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mengekskresi hormon-hormon steroid ke dalam peredaran darah. Salah satu sasaran hormon steroid yaitu 17b-estradiol. Hormon ini merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit ternyata melalui prostaglandin. Dalam hal ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial (Djojosoebagio, 1996), sedangkan vitamin E dapat mempertahankan keberadaan dari asam lemak tersebut, karena salah satu fungsi dari vitamin E adalah sebagai antioksidan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan oosit dapat dipengaruhi oleh kadar vitamin E dalam pakan yang diberikan kepada induk ikan.
Pada tahap pematangan oosit yaitu fase vitelogenesis (terjadinya akumulasi kuning telur), hormon steroid yang sangat berperan adalah estrogen. Estrogen disintesis di lapisan folikel sel telur, kemudian hormon ini merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin, selanjutnya dilepas ke dalam pembuluh darah yang akhirnya akan terakumulasi dalam sel telur. Setelah fase tersebut selesai, kemudian lapisan folikel akan mensintesis progesteron yang berperan dalam proses pematangan tahap akhir, dan akhirnya atas kerja hormon secara sinergis akan terjadi ovulasi (deVlaming, 1983 dalam Basri, 1997).
Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar (Yaron, 1995). Peningkatan nilai gonad somatik indek, fekunditas, dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Pemberian vitamin E dalam pakan yang diberikan pada induk juga memberikan pengaruh terhadap fekunditas relatif ikan. Jumlah vitamin E dalam pakan yang sudah mencukupi dapat mempertahankan keberadaan asam lemak esensial didalam telur, karena fungsinya sebagai antioksidan dapat mencegah teroksidasinya asam lemak. Asam lemak esensial pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel, dan asam lemak esensial juga diperlukan untuk pembentukan prostaglandin. Prostaglandin diketahui sebagai mediator dari aksi gonadotropin saat pecahnya folikel (ovulasi) pada ikan (Lam, 1985 dalam Syahriazal, 1998). Selanjutnya Djojosoebagio (1990a) dalam Syahrizal (1998) menyatakan bahwa prostaglandin juga terlibat dalam peningkatan produksi cAMP yang dipicu oleh luteinizing hormone. Sehingga dapat diduga apabila fluiditas membran sel dan prostaglandin di telur meningkat akan menyebabkan aksi gonadotropin untuk pembentukan butiran-butiran telur juga meningkat. Disamping itu peningkatan nilai fekunditas juga dapat disebabkan oleh kandungan nutrien seperti lemak dan protein serta karbohidrat yang terdapat didalam pakan cukup untuk mendukung perkembangan gonad.
Vitamin E juga memberikan pengaruh terhadap bobot dan diameter telur. fungsi vitamin E sebagai antioksidan dapat terlihat dari peningkatan kandungan lemak di dalam telur. Pada oosit atau telur yang mengandung kadar vitamin E (a-tokoferol) relatif tinggi, kemungkinan peluang teroksidasinya lipid relatif lambat dibandingkan dengan yang rendah. Menurut Linder (1992) anion superoksida diproduksi oleh interaksi dari berbagai substrat yang dapat teroksidasi oleh molekul oksigen, dengan melibatkan oksidase xantin dan sitokrom P-450. Superoksida dikonversi menjadi peroksida atas bantuan enzim dismutase superoksida yang membutuhkan Cu dan Zn, atau berinteraksi dengan peroksida. Peroksida juga membentuk beberapa rantai radikal; radikal-radikal tersebut dapat memulai reaksi berantai panjang dalam dinding sel yang melibatkan asam lemak tidak jenuh dan fosfolipid. Vitamin E menghambat proses-proses tersebut.
Vitamin E juga diperlukan selama proses embryogenesis dan perkembangan larva. Selama proses embryogenesis dan pertumbuhan larva terjadi penurunan kandungan vitamin E mulai dari telur sampai larva 2 hari. Hubungan antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tak jenuh. Fungsi lain dari asam lemak esensial dalam proses embryogenesis adalah merupakan prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Menurut Leray et al. (1985) dalam Mokoginta et al. (2000), proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Jika telur kekurangan asam lemak ensensial, maka berlangsungnya proses tersebut akan gagal (pada pembelahan sel ke 16, 32, dan organogenesis), dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah. Menurut Takeuchi et al. (1992) kekurangan vitamin E dalam pakan dapat menyebabkan kandungan lemak di hati dan otot berkurang. Komposisi asam lemak, terutama asam lemak esensial pada membran sel akan mempengaruhi fluiditas dan permeabilitas membran (Divakran dan Venkatraman, 1997 dalam Mokoginta et al. 2000). Selanjutnya, fluiditas membran dapat mempengaruhi aktivitas enzim pada membran, serta akan mengubah proses fisiologis sel.
Sebagaimana diketahui bahwa fungsi utama vitamin E sebagai antioksidan yakni melindungi lemak, terutama asam lemak tak jenuh dari proses oksidasi. Selanjutnya Kamler (1992) menyatakan bahwa lemak yang ditimbun dalam telur berperan juga sebagai sumber energi dan pengendali daya apung telur, embrio dan larva. Selama proses embryogenesis dan pertumbuhan larva terjadi penurunan kandungan lemak mulai dari telur sampai larva 2 hari, sedangkan kadar protein perubahannya tidak sebesar pada lemak. Hal ini menunjukkan bahwa lemak merupakan sumber energi utama selama embryogenesis dan selama 2 hari pertumbuhan larva. Karena peranan lemak yang cukup besar, maka lemak dalam telur harus diupayakan ada dan dijaga keberadaannya agar selalu dalam kondisi optimal. Salah satu jalan adalah dengan memberikan vitamin E kedalam pakan yang diberikan kepada induk.
Kualitas telur yang baik dapat juga dilihat dari derajat tetas telur, abnormalitas larva, dan jumlah total larva yang dihasilkan. Penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan derajat tetas telur yang tinggi. Sedangkan rendahnya derajat tetas telur dapat disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio, sehingga embrio tidak berkembang dengan baik (Mokoginta, 1991). Hubungan antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tak jenuh. Apabila rasio asam lemak w6/w3 kurang atau berlebih didalam telur akan menyebabkan derajat tetas telur rendah. Sedangkan rasio asam lemak w6/w3 yang sesuai dengan kebutuhan embryo dalam telur akan mempengaruhi keberhasilan proses embryogenesis, dan diperlihatkan dengan nilai derajat tetas telur yang tinggi. Keberhasilan suatu penetasan tidak hanya ditentukan oleh derajat tetasnya saja, tetapi juga kualitas larva yang dihasilkan, seperti tingkat abnormal larva. hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar vitamin E dalam pakan, maka larva abnormal semakin rendah. Defisiensi vitamin E pada ikan dapat menyebabkan penyakit distrofi otot, degenerasi lemak hati, anemia, pendarahan dan berkurangnya fertilisasi (NRC, 1983). Kualitas telur yang baik direfleksikan dengan peningkatan derajat tetas telur, dan total larva yang dihasilkan. Pada tabel di bawah ini disajikan beberapa hasil penelitian tentang pengaruh penambahan vitamin E dalam pakan terhadap kualitas reproduksi ikan.
Setiap oosit selama permulaan perkembangannya dikelilingi oleh selapis folikel. Dengan tumbuhnya oosit, sel-sel folikel membelah diri dan membentuk suatu lapisan folikular yang kontinyu (lapisan granulosa). Secara bersamaan dikelilingi bagian jaringan pengikat yang juga menjadi terorganisir membentuk suatu lapisan luar yang berbeda dari penutup folikular yang disebut lapisan teka. Dengan demikian oosit dikelilingi oleh dua lapisan utama, dibagian luar lapisan teka dan dibagian dalam adalah lapisan granulosa yang masing-masing dipisahkan oleh membran. Sel teka mengandung fibroblas, jaringan kolagen dan kapiler darah pada beberapa jenis ikan. Sel teka dan granulosa berperan sebagai penghasil steroid. Sel folikular pada pinggiran memainkan peranan penting dalam inkoporasi material lipoprotein yang berasal dari hati ke dalam oosit. Pematangan oosit dicirikan oleh pergerakan awal dari vesikula germinalis (germinal vesicle) dan diakhiri dengan tahap pembelahan meiosis pertama (Takashima dan Hibiya, 1995).
Telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis, setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang panjang yang sangat bergantung pada gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit teleostei umumnya karena akumulasi kuning telur selama proses vitelogenesis. Akibat proses ini, telur yang tadinya kecil menjadi besar.
Dosis vitamin E yang diperlukan untuk ditambahkan satu demi satu untuk mendorong Oreochromis niloticus bertelur dapat lebih tinggi dibanding dosis saat ini. Pengamatan lebih lanjut tentang efek vitamin E pada pencapaian reproduksi yang diperlukan dari Oreochromis niloticus terletak vitamin E dalam posisi yang benar menurut perannya dan arti penting dibandingkan dengan vitamin lain.
Untuk tingkat yang lebih tinggi vitamin E lebih bersifat melindungi dan mempengaruhi selaput RBC untuk melawan peroxidant lysis yang diinduksi. Phospholipids mitochondria, reticulum endoplasmic dan membran plasma punya hubungan khusus untuk ά- tocopherol. Pada ikan salmonids, supplementasi vitamin E yang lebih tinggi mempunyai peningkatan lymphocyte proliferation. Ditemukan kekurangan vitamin E pada Oreochromis niloticus yang diberi pakan menyebabkan ketiadaan pewarnaan seksual (warna kulit) dan mengurangi aktivitas reproduksi.
Vitamin E sebagai antioksidan berperan untuk mengawetkan vitamin-vitamin dan asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi, baik dalam pakan, campuran bahan pakan maupun dalam tubuh. Konsentrasi vitamin E yang tinggi diduga terdapat pada sel telur dan konsentrasi yang rendah pada jaringan gonad pada saat setelah pemijahan. Dengan demekian vitamin E dapat mempengaruhi fungsi fisiologis pada pemijahan, fertilitas dan penetasan telur yang dihasilkan induk ikan (Watanabe, 1985).
2.3. Respon Fisiologis Ikan Nila Tilapia, Oreochromis niloticus Terhadap Suplementasi Selenium
Selenium adalah suatu trace elemen yang ditemukan secara luas di lingkungan. Walaupun Selenium adalah suatu unsur penting, pada konsentrasi tinggi, bisa jadi beracun untuk ikan, penyebab kematian, keterlambatan pertumbuhan dan kerusakan organ reproduksi. Ini berkaitan dengan sejumlah enzim; seperti glutathione peroxidase. Enzim ini membantu melindungi membran sel dari kerusakan oleh radikal bebas. Selenium juga terlibat dalam sistem kekebalan, metabolisme kelenjar thyroid dan dalam reproduksi.
Se adalah salah satu mineral esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang dapat bekerja secara bersama-sama dengan vitamin E, yang selama ini dikenal sebagai antioksidan yang mampu menetralisir radikal bebas. Radikal bebas sebenarnya adalah partikel terkecil dari suatu molekul yangmengandung gugusan elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya dan hal ini sangat mudah bereaksi dengan molekul lain. Radikal bebas ini ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya sejumlah penyakit seperti diabetes millitus, katarak, parkinson dan sebagainya. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk. Disamping itu, kombinasi antara kedua bahan ini akan mempengaruhi performance jika ditambahkan.
Ketersediaan Se dalam tubuh sangat tergantung pada bentuk dan dosis yang digunakan. Dosis ini menjadi sangat penting karena tubuh akan memberikan respon yang berbeda tergantung dari berapa dosis yang dikonsumsi (grafi k 1). Se yang dikonsumsi oleh tubuh dapat dalam bentuk Selenium organik atau inorganik. Hanya Se-organik yang dapat disimpan dalam jaringan tubuh sehingga dapat dipergunakan pada saat tubuh membutuhkan.
Fungsi dari Selenium terhadap fisiologi ikan Nila yang diketahui antara lain adalah :
1. Selenium merupakan antioksidan dan scavenger yang sangat baik dari radikal bebas yang berbahaya.
2. Sebagai antioksidan, selenium membantu melingdungi dinding sel dari oksidasi . sehingga meningkatakn respon kekebalan
3. Selenium juga membantu mengantagonis raksa/merkuri dan kadmium.
4. Selenium meningkatkan aktivitas pemakan sel terhadap bakteri, serta kapasitas makrofag untuk membunuh sel tumor dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit viral.
5. Selenium memperbaiki respons antibodi terhadap berbagai antigen dan melindungi tubuh dari kanker.
6. Memelihara fungsi kelenjar tiroid
7. Memperbaiki kesuburan
8. Memperpanjang masa produksi pada pembenihan
9. Defisiensi selenium disertai dengan penurunan yang jelas pada respons sel B (antibodi), dengan memperlambat kemunculan antibodi dan penurunan konsentrasi antibodi yang terbentuk.
10. Meningkatkan kandungan Se dalam daging dan telur.
Organisme air mengakumulasi selenium dari jenis selenium organik dan tidak teratur lewat air dan jalur ekspose food-chain. Selenium dilaporkan mampu menoleransi racun (toxicas) dan logam berat. Efek dari diet dan waterborne selenium reproduksi ikan bluegills dewasa, Lepomis macrochirus, dievaluasi ada suatu kronis toxicas yang diteliti. Sebelum pemijahan ikan, bluegills umur dua tahun diperlakukan selama 60 hari dengan enam kombinasi diet dan waterborne selenium. Pengukuran marfologi ikan dewasa, mencakup panjang, berat, faktor kondisi dan index gonadosomatic, diukur pada hari 60 dan 140 setelah ekspose. Parameter reproduksi, mencakup frequency pemijahan, jumlah telor setiap memijah, persentase dari penetesan dan survival dari hasil benih selama 30 hari setelah penetesan dimonitor sepanjang 11 minggu periode pemijahan. Konsentrasi selenium ditentukan telur ikan dewasa, dan 30 hari usia benih. Hanya benih secara signifikan yang terpengaruh. Survival benih dikurangi induk menunjukkan ke 10 Fg/L waterborne selenium dalam kombinasi berkenaan dengan diet 33.3 Fg/G Seleno-L-Methionine. Hasil ini mendukung pengamatan yang menandai adanya akumulasi selenium pada food-chain yang dapat mengurangi keberhasilan reproduksi ikan bluegills.
Di samping mineral esensial untuk pertumbuhan dan metabolisme umum, sedikit penelitian yang diselenggarakan tentang efek dari mineral berkenaan dengan suplementasi diet atas pencapaian reproduksi tilapia. Jelas, oleh karena itu, penelitian sangat diperlukan pada kebutuhan kwantitatif vitamins dan mineral tilapia.
Selenium mempunyai manfaat spesifik sebagai " chemopreventive agen" kuat yang dapat meningkatkan kekuatan sistem immun, mengurangi timbulnya penyakit jantung, memelihara pembuluh darah tetap sehat, mengurangi resiko dari tekanan stres, berpotensi mengurangi ketertarikan dan tekanan, dan bahkan meningkatkan fertilitas ikan.
Selenium melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dalam dua cara: bersama protein untuk membuat selenoproteins, yang merupakan antioxidant enzim penting, dan membantu tubuh membentuk antioxidant alami, glutathione peroxidase.
Respon fisiologis suplementasi selenium pakan pada performa ikan dapat digambarkan sebagai berikut :
Selenium bekerja synergistic dengan vitamin E, maksudnya keduanya bekerja lebih kuat bersama-sama. Kedua unsur ini adalah antioxidants kuat membantu mencegah atau melambatkan kekakuan dan pembekuan jaringan melalui oksidasi. Trace mineral ini penting bagi banyak fungsi tubuh dan dapat ditemukan tiap sel, terutama dalam ginjal, hati, limpa, pankreas, dan testis. Selenium bekerja sebagai suatu antioxidant dengan glutathione peroxidase untuk mencegah kerusakan oleh radikal bebas. Dalam hal ini melibatkan metabolisme prostaglandins (hormon) yang digunakan oleh tubuh untuk berbagai fungsi. Vitamin E bekerja dengan selenium mineral untuk menetralkan merkuri alam tubuh.
Enzim murni dapat menaikkan aktivitas reaksi spesifik. Menurut Schumm (1993) bahwa aktivitas spesifik adalah aktivitas enzim/mg protein. Nilainya naik bila enzim berada dalam keadaan yang lebih murni. Bilangan pertukaran jumlah molekul substrat yang bereaksi, per satuan waktu untuk tiap satu molekul enzim, dapat dihitung dari aktivitas spesifik bila enzim tadi berada dalam keadaan murni dan berat molekulnya diketahui.
MEKANISME KERJA ANTIOKSIDAN
Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,1990).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 1). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990). Menurut Hamilton (1983), radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal.
Inisiasi : R* + AH --------------------------RH + A*
Radikal lipida
Propagasi : ROO* + AH ------------------------- ROOH + A*
Gambar 1. Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990).
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sample yang akan diuji.
AH + O2 ----------------------------- A* + HOO*
AH + ROOH ----------------------------- RO* + H2O + A*
Gambar 2. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990).
Stuckey (1972) berpendapat bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu (a) pemberian hidrogen, (b) pemberian elektron, (c) penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan, (d) pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut mengamati bahwa ketika atom hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan dengan pemberian hidrogen lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa pemberian hidrogen atau elektron merupakan mekanisme utama, sementara pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder.
Tubuh dapat menghasilkan antioksidan yang berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut juga ko-faktor. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh antara lain adalah :
1. Superoksida Dismutase
Antioksidan ini merupakan enzim yang bekerja bila ada pembantunya yaitu berupa mineral-mineral seperti tembaga, mangan yang bersumber pada kacang-kacangan, padi-padian. Dengan demikian sangat diperlukan sekali mengkonsumsi bahan tersebut di atas. Sayangnya kita lebih senang mengkonsumsi bahan yang enak dimakan. Bagi orang yang mampu, kekurangan mineral dapat dilakukan dengan meminum multivitamin dan suplemen mineral tetapi bagi orang yang hidupnya sedang-sedang saja lebih baik mengkonsumsi mineral dari tanaman karena banyak juga tanaman yang dapat menghasilkan SOD antara lain brokoli, bayam, sawi dan juga hasil-hasil olahan seperti tempe.
2. Glutathione Peroksidase
Adalah enzim yang berperan aktif dalam menghilangkan H2O2 dalam tubuh dan mempergunakannya untuk merubah glutathione (GSH) menjadi glutathine teroksidasi (GSSG) dengan reaksi sebagai berikut :
H2O2 + 2GSH 2H2O + GSSG
Enzim tersebut mendukung aktivitas enzim SOD bersama-sama dengan enzim katalase dan menjaga konsentrasi oksigen akhir agar stabil dan tidak berubah menjadi pro-oksidan. Makanan yang kaya glutahione adalah kubis, brokoli, asparagus, alpukat dan kenari. Glutathione sangat penting sekali melindungi selaput-selaput sel. Senyawa ini merupakan tripeptida yang terdiri dari asam amino glisin, asam glutamat dan sistein.
3. Katalase
Enzim katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air.
Enzim-enzim tersebut di atas dalam bekerjanya sengat membutuhkan mineral-mineral penyusun sebagai berikut :
• Copper (Cu)
• Zinc (Zn)
• Selenium (Se)
• Manganese (Mn)
• Besi (Fe)
III. EFEK SYNERGISITAS SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN E DAN SELENIUM PADA PERFORMA REPRODUKSI IKAN NILA TILAPIA, Oreochromis niloticus
Kelulushidupan lebih rendah pada pakan yang tidak cukup mengandung vitamin C dan E dihubungkan dengan lemahnya metabolisme didalam yellow perch. Suatu kombinasi antara vitamin C, vitamin E dan selenium diketahui meningkatkan pencapaian reproduksi, seperti pertumbuhan ovarian pada semua jenis karper, Cyprinus carpio, eyed-stage survival dan hatchabilitas pada ikan Ayu, Plecoglossus altivelis dan persentase lebih tinggi pada fekunditas dan telor normal pada ikan gilthead seabream, Sparus aurata.
Pada peneltian ini, indeks gonado- dan hepato-somatic mengakibatkan pengaruh yang berbeda antara ikan jantan dan ikan betina dengan berbagai kombinasi antara vitamin E dan C dan Selenium.
Diameter telor menunjukkan perubahan jelas nyata berkaitan dengan kombinasi yang berbeda antara adiktif tersebut. Diameter yang dicapai setiap perlakuan didalam tiga kategori ukuran telor berbeda. Ukuran telor yang pertama kelompok yang diukur kurang dari 1500 µm, telor kedua kelompok ukuran berkisar dari 1500 sampai 2000 µm dan yang ketiga kelompok ukuran telor lebih dari 2000 µm. Diameter telor mayoritas ikan kelompok diet 6 (vitamin E+vitamin C+selenium) lebih dari 2000 µm dengan persentase sekitar 22-52%. diikuti oleh kelompok ikan yang disuplemen dengan vitamin C+E dengan persentase 23-40%, kemudian kelompok ikan yang disuplemen dengan vitamin C saja dengan persentase 15-22%. Hanya satu ikan pada masing-masing kelompok 1 (kontrol), kelompok 2 (vitamin E) dan kelompok 5 (vitamin E+ selenium) menunjukkan persentase yang kecil dari diameter telor lebih dari 2000 µm.
Fekunditas mutlak kelompok ikan yang disuplemen (vitamin E+C+Selenium) menunjukkan suatu korelasi positif dalam hubungan dengan panjang dan berat ikan. Studi ini menandai adanya perbaikan persamaan untuk menyatakan hubungan antara fekunditas mutlak dan panjang seperti halnya berat dikurangi pada ikan.
Pemijahan ikan berkurang pada kelompok kontrol, kelompok 2 (vitamin E), seperti halnya kelompok 5 (vitamin E+ selenium). Pada sisi lain, proses pemijahan ikan yang diamati pada kelompok 3 (vitamin C) dengan persentase 20%, kelompok 4 (vitamin E+ C) dengan persentase 50% dan kelompok 6 (vitamin E+ C+ selenium) dengan persentase 75%.
Penelitian ini menunjukkan vitamin C yang berkenaan dengan diet dengan dosis 120 mg/kg diet meningkatkan pencapaian reproduksi, dari ikan Nila Tilapia, tetapi vitamin E dengan dosis 34 mg/kg diet tidak berpengaruh. Bagaimanapun, 34 mg vitamin E/kg diet tidak efisien untuk membuat peningkatan dalam pencapaian reproduksi ketika disuplemen saja, tetapi itu akan efisien ketika dicampurkan dengan vitamin C dan selenium. Bagaimanapun, hitungan yang akurat jumlah kebutuhan bergantung pada evaluasi beberapa faktor, seperti jenis pakan, proses, kandungan isi pakan, waktu simpan pakan dan lingkungan toxicants (racun) dan mungkin ukuran, umur dan tampilan genetik dari ikan.
Fertilisasi lebih tinggi dan tingkat penetesan berkenaan diet vitamin C dibandingkan vitamin E dicapai yellow perch. Secara umum efek positif dari asam ascorbic pada telor ikan dalam pencapaian penetasan dipertunjukkan peneliti sebelumnya Itu menunjukkan bahwa asam ascorbic berhubungan dengan fungsi endocrine dalam mendewasakan ikan. Asam ascorbic mungkin punya peran dalam sintesis steroid dan sekresi dan/atau bertindak sebagai penyestabil, pelindung, peningkatannya sebagai penghambat dalam hubungan pada konsentrasi yang tinggi dari lokal steroids dalam systems endocrine.
Kesimpulannya, suatu peningkatan kematangan broodstock dan pencapaian reproduksi ikan nila Tilapia, Oreochromis niloticus diamati sebagai hasil dari supplementasi vitamins E dan C dan selenium.
Pencampuran unsur tersebut secara bersama-sama didalam diet adalah pilihan yang paling baik untuk nutrisi Oreochromis niloticus untuk mendapatkan pencapaian reproduksi terbaik. Fertilisasi tinggi dan tingkat penetasan menempati persentase survival tinggi dari benih yang diamati pada diet yang mengandung ke tiga komponen suplemen secara bersama-sama. Efek synergistic dari supplementasi unsur tersebut bersama-sama dengan jelas diamati.
Jadi, suplementasi pakan dengan vitamin dan mineral akan menyebabkan terjadinya respon fisiologis dari ikan sebagai tanggapan terhadap adanya keterlibatan unsur-unsur yang terkandung dalam pakan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Y. 1997. Penambahan Vitamin E Pada Pakan Buatan Dalam Usaha Meningkatkan Potensi Reproduksi Induk Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Laccepede). Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 84 hal.
Djojosoebagio, S. 1996. Fisiologi kelenjer endokrin. UI-Press, Jakarta, 501 hal.
Djojosoebagio, S dan W. G. Pilliang. 1996. Fisiologi nutrisi, Edisi kedua. UI-Press, Jakarta, 289 hal.
Furuichi, M. 1988. Dietary requirements, p. 21 – 78. In. Fish nutrition and mariculture. T. Watanabe (ed.), Kanazawa International Fisheries Center, Japan International Cooperation Center.
Gatlin, D.M., S.C Bai and M.C Erickson. 1992. Effects of dietary vitamin E and synthetic antioxidants on composition and storage quality of channel catfish, Ictalurus punctatus. Aquaculture. 106 : 323 – 332.
Halver, J.E. 1989. The vitamins, pp. 32-102. In: Fish nutrition, J.E. Halver (ed.). Academic Press, Inc., California.
Kamler, E. 1992. Early life history of fish. an energetics approach. Chapman and Hall. London. 267 pp.
Kochar, S.P. dan B. Rossell. 1990. Detection estimation and evaluation of antioxidants in food system. Di dalam : B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elvisier Applied Science. London.
Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta. 781 hal.
Mokoginta, I; D. Jusadi; M. Setiawati; dan M. A. Suprayudi. 2000. Kebutuhan asam lemak esensial, vitamin dan mineral dalam pakan induk Pangasius suchi untuk reproduksi. Hibah Bersaing VII/1-2 Perguruan Tinggi/Tahun Anggaran 1998/2000. Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. 54 hal.
Mushiake, K., A. Arai, A. Matsumotoo, H. Shimma and I. Hasegawa. 1993. Artificial insemination from 2-year-old cultured yellowtail fed with pellets. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish. 59 : 1721-1726.
National Research Council. 1993. Nutrient requirements of fish. National academic of science, Washington, D.C. 115 pp.
Syahrizal. 1998. Kadar optimum vitamin E (a-tokoferol) dalam pakan induk ikan lele, Clarias batrachus Linn. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 69 hal.
Takeuchi, T., T. Watanabe, C. Ogino, M. Saito, K. Nishimura and T. Nose. 1981. Effects of low protein high calorie and deletion of trace elements from a fish meal diet on reproduction of rainbow trout. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish. 47 (5) : 645 – 654.
Takeuchi, T., K. Watanabe, S. Satoh, and T. Watanabe. 1992. Requirement of grass carp fingerling for a-tocopherol. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish. 58 (9) : 1743-1749.
Thorarinsson, R., M.L. Landolt, O.G. Elliot , R.J. Pascho. 1994. Effects of dietary vitamin E and selenium on growth, survival and the prevalence of renibacterium Salmoninarium infection in chinook salmon (Oreochynchus tshawytscha). Aquaculture, 121 : 343-358.
Verakunpiriya, V., T. Watanabe, K. Musshiake, V. Kiron, S. Shuichi, and T. Takeuchi. 1996. Effect of broodstock diets on chemical components of milt and eggs produced by yellowtail. Fishseries science Japan. 62 (4) : 1207 – 1215.
Watanabe, T., T. Koizumi, H. Suzudi, S. Satoh, T. Takeuchi, N. Yoshida, T. Kitada and Y Tsukashima. 1985a. Effect of dietary protein levels and feeding period before spawning on chemical components of eggs produced by red sea bream broodstock. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 51 (9) : 1501-1509.
Yaron, Z. 1995. Endocryne control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture, 129 : 49-73.
Yulfiperius, 2001. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan terhadap kualitas telur ikan patin Pangasius hypophthalmus. Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 40 hal.
Yulfiperius, 2003, Penambahan Vitamin E Dalam Formulasi Pakan Induk Ikan Dapat Memperbaiki Kualitas Reproduksinya, Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana /S3. Institut Pertanian Bogor. Mei 2003
WELCOME TO MY BLOG ::
OK
Kamis, 29 Januari 2009
RESPON FISIOLOGIS IKAN TERHADAP SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN E DAN SELENIUM T
Label :
pakan ikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda :