WELCOME TO MY BLOG ::

Selamat Datang Sahabat. Semoga kita menjadi saudara sejati, ketika KLIK anda mengantar masuk space ini semoga bukan ruang hampa yang menjenuhkan. Sangat tersanjung anda berkenaan membaca sejenak apapun yang tersaji disini. Sejurus lalu, meninggalkan komentar, kritik atau pesan bijak buat penghuni blog. Ekspresi anda dalam bentuk tulisan adalah ungkapan abstrak banyak keinginan yang ingin kita gapai. So, berekspresilah dengan tulus dan semangat. Mari kita pupuk semangat dan cita-cita tinggi.
OK

Rabu, 21 Januari 2009

PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI INDONESIA

By : Muhammad Fahri. 0720818017
Pasca Sarjana Perikanan Univ Brawijaya Malang 2008


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1982, tentang Pengembangan Budidaya Laut di perairan Indonesia, dan dalam rangka menunjang Program Pemerintah untuk meningkatkan ekspor komoditas non migas, maka pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu usaha untuk memanfaatkan perairan pantai semaksimal mungkin, sesuai dengan tujuan tersebut di atas. 
Salah satu komoditi sumberdaya laut yang ekonomis adalah rumput laut. Dari ratusan jenis rumput laut yang tersebar di perairan pantai Indonesia, terdapat 4 jenis bernilai ekonomis yaitu marga Gracilaria, Gelidium dan Gelidiella sebagai penghasil agar, dan marga Hypnea serta Eucheuma sebagai penghasil karagenan. Di antara keempat Jenis tersebut di atas, maka jenis Eucheu¬ma sp dan Gracilaria sp merupakan jenis yang banyak dieksport. Jenis-jenis tersebut diekspor ke beberapa negara antara lain: Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Denmark dan Amerika. Adapun jenis rumput laut yang dieksport hampir 90% dari jenis Eucheuma Sp, karena jenis ini merupakan rumput laut yang menghasilkan zat carraginan murni yang dapat larut dalam air dingin dan sangat disukai importir karena penggunaannya yang sangat efektif Permintaan pasaran luar negeri akan rumput laut Eucheuma sp bisa mencapai 10 kali lipat dari produksi alami dan untuk menutupi kekurangan ini perlu digalakkan mengenai budi¬daya rumput laut ini di Indonesia khususnya daerah Riau. 
Dari total produksi rumput laut di Indonesia sebagian besar dihasilkan di perairan Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Pulau Madura (Sumenep). Walaupun perairan pantai Indonesia mempunyai potensi sebagai penghasil rumput laut, tetapi masih kalah jauh dengan produksi rumput laut dari Filipina. Hal ini disebabkan karena produksi rumput laut Indonesia selama ini masih tergantung dari hasil panen dari alam, sedangkan di Filipina sudah dibudidayakan secara intensif. Usaha budidaya rumput laut di Indonesia baru dilakukan di beberapa daerah seperti Bali, Sulawesi Tenggara dan Sumenep itupun masih terbatas pada jenis Eucheuma.
Rumput laut diIndonesia sebagian besar diekspor dalam bentuk kering (raw material) dan sebagian lagi dikonsumsi untuk keperluan perusahaan agar-agar atau dikonsumsi langsung oleh masyarakat sebagai sayuran. Daerah yang mempunyai potensi sebagai penghasil rumput laut bernilai ekonomis adalah perairan pantai Kepulauan Riau, pantai barat Sumatera, Bangka Belitung, perairan pantai sebelah barat dan selatan Jawa, bagian timur Madura, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Maluku (gambar 1).
PENGEMBANGAN POTENSI KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI INDONESIA

Gambar 1. Peta Sebaran Potensi Rumput Laut di Indonesia
Salah satu jenis rumput laut yaitu Eucheuma spinosum lebih baik tumbuh pada pasir bercampur karang mati dan produksinya lebih banyak pada saat setelah musim hujan. Produksi Eucheuma di perairan pantai Maluku dan Nusa Tenggara Timur yang tumbuh secara alami adalah 0.6 – 3.4 ton berat kering per ha. Dewasa ini di perairan Lasori Sulawesi Tenggara telah dilakukan budidaya Eucheuma dengan produksi 6 – 8 ton / ha. Di Bali dengan budidaya dicapai produksi 5 – 6 ton / ha. Dari hasil budidaya Bali dapat mensuplai Eucheuma lebih dari 120 ton/bulan dari 22 ha areal budidaya. Saat ini Filipina merupakan penghasil rumput laut Eucheuma terbesar yang dapat mensuplai kebutuhan dunia.

Selain Eucheuma, jenis lainnya yang bernilai ekonomis dan cukup potensial adalah Hypnea, Gracilaria, Gelidium dan Gelidiella. Data produksi dari ketiga jenis rumput laut tersebut tidak diperoleh dengan pasti dan pada data statistik berbaur dengan produksi Eucheuma. Di perairan Pulau Kefing Maluku Tengah, produksi Gracilaria adalah 1,28 ton/ha (Sumadiharga, 1978). 
Prospek usaha rumput laut di masa mendatang cukup baik dan memberikan harapan. Sebagai contoh, permintaan dunia terhadap Eucheuma dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Bahkan menurut Doty (1973) permintaan dunia untuk jenis Eucheuma ditaksir dapat mencapai 10 kali produksi alami. Tiga perusahaan industri karagenan terbesar didunia (USA, Denmark dan Prancis) setiap tahunnya membutuhkan rumput laut sebanyak 20.000 ton sedangkan yang tersedia di pasaran dunia hanya 18.000 ton/tahun (BPEN, 1978). Kemudian Porse (1985) menunjukkan bahwa dewasa ini permintaan dunia untuk Eucheuma adalah 50.000 ton per tahun, sedangkan suplai hanya mencapai 44.000 ton per tahun, untuk memenuhi permintaan dunia masih diperlukan 6.000 ton per tahun. Dari sejumlah suplai Eucheuma, Indonesia hanya mensuplai 9 % - nya.
Disatu pihak Indonesia cukup potensial sebagai penghasil rumput laut seperti agar-agar, alginat dan karagenan. Untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri Indonesia masih mengimpor agar, alginat dan karagenan dalam jumlah cukup besar.. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan agar untuk bahan makanan baik skala “home industry” maupun semi tradisional. Industri agar-agar tersebut di Indonesia perlu ditingkatkan dan dikembangkan lagi mengingat potensi bahan bakunya cukup tersedia.
Apabila senyawa agar karagenan dan alginat dapat diproduksi di dalam negeri, maka nilai impor dari jenis senyawa tersebut dapat menjadi investasi negara dan akan lebih menguntungkan lagi bila sanggup mengekspor hasil olahan dari rumput laut tersebut dan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat. Sampai saat ini pengelolaan rumput laut oleh nelayan merupakan usaha sambilan yang diperoleh dari hasil panen langsung dari alam. Usaha budidaya hanya berkembang di beberapa daerah saja seperti di perairan Bali sebelah tenggara yaitu di Nusa Dua, Serangan, Nusa Lembongan dan Nusa Penida, di perairan Sulawesi Tenggara seperti di Buton dan usaha budidaya tersebut baru untuk jenis Eucheuma saja. Sebagian besar hasil panen baik yang berasal dari alam maupun budidaya dijual untuk diekspor dan sebagian lagi untuk kebutuhan di dalam negeri sebagai pembuat agar-agar dan juga dikonsumsi sebagai sayuran oleh masyarakat pesisir.
Harga rumput laut masih ditentukan oleh eksportir karena rumput laut yang dibeli eksportir belum memenuhi standar ekspor. Demikian juga harga rumput laut masih dipengaruhi dan ditentukan para importir, karena sampai saat ini ada tiga importir besar di dunia yang menguasai pasaran yaitu Marine Colloids INc. dari USA Pierrefitte Auby dari Perancis dan The Copenhagen Pectin Factory dan Denmark. Ekspor rumput laut pada umumnya lewat agen-agen mereka di Singapura, sehingga memperpanjang lagi rantai pemasaran yang telah ada di Indonesia. Harga rata-rata rumput laut kering adalah Rp 4.00/kg eksportir masih harus melakukan penyortiran karena rumput laut masih tercampur dengan kotoran, pasir, jenis rumput laut lain, kayu, pecahan karang dan lain-lain. Karena harga masih ditentukan eksportir dan pedagang antar pulau yang membawa rumput laut dari sentra produksi harus mengeluarkan biaya transportasi, maka harga pada setiap pedagang lokal akan berbeda-beda tergantung dari jauh dekatnya sentra produksi atau sulit tidaknya dijangkau oleh pedagang antar pulau. Pedagang lokal yang jauh dan sulit dijangkau akan menerima harga rumput laut paling rendah, akibatnya harga yang diterima pemetik rumput laut lebih rendah lagi. 
Kualitas rumput laut dan rantai pemasaran mempengaruhi harga yang diterima pemetik rumput laut.. Kualitas dapat ditingkatakan dengan melakukan usaha budidaya atau kultivasi dan penanganan lepas panen yang baik. Rantai pemasaran dapat diperpendek dengan mengikutsertakan atau melibatkan KUD yang berperan sebagai pengumpul sekaligus penyalur ke eksportir. Dan untuk mendorong usaha budidaya perlu adanya penyuluhan cara-cara budidaya rumput laut dan penanganan lepas panennya oleh tenaga penyuluh yang terampil, dan juga pemberian pinjaman modal oleh pemerintah kepada para petani rumput laut dengan bunga modal yang rendah.

B. Tujuan 
1. Untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut dengan metode long line.
2. Sebagai tugas terstruktur mata kuliah Pengembangan Budidaya Perairan.

BAB II. MANFAAT RUMPUT LAUT

MANFAAT RUMPUT LAUT 
Ada tiga kelompok penting zat yang dikandung oleh rumput laut bila di ekstraksi, yaitu Agar-agar, Algin dan Carragenin. 
Adapun pemanfaatan zat -zat tersebut kedalam industri, yaitu : 
1. Industri kosmetik kecantikan : dapat dibuat Sabun, cream, lo¬tion, sampho, pencelup rambut, pembersih muka, dan sebagainya. 
2. Industri farmasi obat-obatan : untuk pembuatan kapsul, tab¬let. salep, klep, pencahar /peluntur, suspensi. emulsifer, sta¬bilizer, filter, plester dan kultur mikroba bakteri. 
3. Industri makanan : Untuk membuat saus, mentega, bahan tambahan dalam makanan kaleng, dalam minuman, bahan kue dan sayuran. 
4. Sebagai bahan tambahan pada industri tekstil, kertas, kera¬mik, fotografi, insektisida, peptisida dan lain sebagainva. 
Rumput laut juga mengandung berbagai zat dan bahan yang berguna dalam berbagai industri. Zat-zat dan bahan tersebut adalah: 
 1. Algin 
Algin adalah sejenis bahan yang dikandung oleh Phaeophyceae dikenal dalam dunia industri dan perdagangan karena banyak manfaatnya. Dalam dunia industri. Algin berbentuk asam alginik (alginic acid) atau alginat. Asam alginik adalah suatu getah selaput (membran mucilage), sedangkan alginat adalah bentuk garam dari asam alginik. 
Algin banyak digunakan pada industri kosmetik untuk membuat sabun, cream, lotion, shampo dan pencelup rambut. Industri farmasi memerlukannya untuk pembuatan suspensi, emulsifier, stabilizer, tablet, salep, kapsul, plester dan filter. Dalam industri makanan atau bahan makanan algin banyak dijadikan sayur, saus dan mentega. Dalam beberapa proses industri algin juga diperlukan sebagai bahan additive antara lain pada industri tekstil, kertas, keramik, fotografi, insektisida, pestisida, pelindung kayu dan pencegah api. 
Algin dapat diekstrak dari Alginophyt, yaitu kelompok dari Phaeophyceae yang menghasilkan algin, antara lain dari Macrocystis, Ecklonia, Fucus, Lessoniat. dan Sargassum. 
2. Agar-agar
  Agar-agar diproduksi pertama kali pada tahun 1919 di California. Kini, agar-agar banyak didirikan baik di negara-negara maju maupun negara berkembang termasuk di Indonesia, mengingat manfaatnya yang sangat besar di berbagai bidang. Agar-agar merupakan suatu asam sulfurik, ester dari galactan linier. Bentuk diekstrak dari Agarophyt berasal dari kelompok Rhodophyceae. Penghasil agar¬2gar antara lain: Gracilaria, Gelidium, Ahnfeltia, Pterocladia dan dari jenis Acan¬• thopeLis. Agar-agar tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas. Pada temperatur 32 - 39° C berbentuk bekuan (solid) dan tidak mencair pada suhu di bawah 85° C. 
Agar-agar digunakan dalam pembuatan makanan, yaitu berfungsi sebagai jrickener dan stabilizer. Dalam industri farmasi agar-agar berguna sebagai pencahar u peluntur dan kultur bakteri. Dalam industri kosmetika digunakan dalam pembuatan salep, cream, sabun dan pembersih muka atau lotion. Beberapa industri lain menggunakan agar-agar sebagai bahan additive atau tambahan, misalnya dalam beberapa proses pada industri kertas, tekstil, fotografi, semir sepatu, tapal gigi, pengalengan ikan atau daging dan juga untuk kepentingan mikrotomi, museum dan kriminologi. 
 3. Carrageenan 
Rumput laut yang tergolong Rhodophyceae beberapa di antaranya mengan¬dung bahan yang cukup penting yaitu carrageenan. Carragenophyt adalah kelompok penghasil carrageenan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok ini antara lain adalah Chondrus, Gigartina dan Eucheuma. Dalam dunia industri carrageenan ber¬bentuk garam bila bereaksi dengan sodium, kalsium dan potasium. 
Carrageenan terbagi atas dua fraksi yaitu kappa carrageenan dan iota carrageenan. Kappa carrageenan terdapat pada Eucheuma cotton ii, E. striatum (E. edule) dan E. speciosum: Bahan ini larut dalam air panas. Sedangkan iota carrageenan, yang larut dalam air dingin, berasal dari jenis Eucheuma spinosum, E. isiforme dan E. uncinatum. Bahan ini dalam dunia industri dan perdagangan mempunyai fungsi yang sama dengan agar-agar dan algin. 
4. Zat atau bahan-bahan lain 
Eucheuman, diekstrak dari Eucheuma muricatum (E. spinosum), E. cotton ii, dan Eucheuma serra. Kandungan sulfur ketiga jenis Eucheuma tersebut berturut¬turut adalah 6,1 %; 9,5% dan 9%. Manfaat bahan ini sama dengan carrageenan. 
Funoran, adalah sejumlah larutan rumput laut dalam suatu perlakuan khusus antara lain dari Gloiopeltis, AhnfeltiaDumontia incrassata, Grateloapia, lridea dan Gymnogongrus pinnulata. Manfaat bahan ini hampir sama dengan algin dan carra¬geenan.
 
BAB III. SIFAT DAN CIRI-CIRI BIOLOGIS


A. MORFOLOGI 
Dari segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut sebenarnya hanyalah thallus belaka. Bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya. Thalli ini ada yang tersusun uniselluler (satu sel) atau multi selluler (banyak sel). Percabangan thallus ada yang dichotomous (bercabang dua terus¬ menerus ),pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama), pinnate (bercabang dua-dua pada sepanjang thallusutama secara berselang seling), jerticillate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama) dan ada juga yang sederhana, tidak berca bang. Sifat substansi thalli juga beraneka ragam, ada yang lunak seperti gellatin (gellatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak seperti tulang raw an cartilagenous), berserabut (spongious) dan sebagainya. 
Struktur anatomi thalli untuk tiap jenis rumput laut berbeda-beda, misalnya pada famili yang sama antara Eucheuma spinosum dengan Eucheuma cottonii, potongan thallus yang melintang mempunyai susunan sel yang berbeda. Perbedaan - ¬perbedaan ini membantu dalam pengenalan berbagai jenis rumput laut baik dalam mengidentifikasi jenis, genus ataupun famili. 
Pigmen yang terdapat dalam thallus rumput laut dapat digunakan dalam membedakan berbagai kelas. Pigmen ini dapat pula menentukan warna thallus se¬suai dengan pigmen yang ada pada kelas Chlorophyceae, Phaeophyceae, Rhodo¬phyceae dan Cyanophyceae. Perbedaan warna thalli menimbulkan adanya ciri algae yang berbeda seperti, Algae hijau, Algae eoklat, Algae merah dan Algae biru. Na¬mun dalam kenyataannya kadang-kadang kita sulit menentukan salah satu kelas hanya berdasarkan pada wama thallus yang kita ketahui, karena algae merah berwarna hijau kekuning-kuningan, coklat kehitam-hitaman atau coklat-coklatan. Keadaan warna tidak selalu dapat digunakan dalam kelasnya. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor ling¬kungan berubah. Kejadian ini merupakan proses modifikasi yaitu perubahan 
sifat luar (fenotip) yang tidak kekal sebagai akibat pengaruh lingkungan iklim dan oseanografis yang relatif cukup besar. Pigmen yang menentukan - antara lain adalah klorofil, karoten, phycoerythrin dan phycocyanin yang pigmen-pigmen utama di samping pigmen-pigmen lain. Phycoerythrin cocyanin hanya terdapat pada Rhodophyceae dan Cyanophyceae. Sedangkan dan karoten dijumpai pada keempat kelas algae.
   
 B. KLASIFlKASI 
Sejak diperkenalkannya istilah "algae" oleh LINNAEUS, maka pemakaian atau penggunaannya terus berlaku hingga sekarang. Algae dimasukkan ke dalam divisi Thallophyta (tumbuhan berthallus) karena mempunyai struktur kerangka tubuh (morfologi) yang tidak berdaun, berbatang dan berakar, semuanya terdiri dari thallus (batang) saja. Sampai kini Thallophyta memiliki 7 fila yaitu Euglenophyta, Chlorophyta, Chrysophyta, Pyrrophyta, Phaeophyta, Rhodophyta dan Cryptophyta. 
Untuk menentukan divisi dan mencirikan kemungkinan hubungan filogenetik di antara kelas secara khas dipakai komposisi plastida pigmen, persediaan karbohidrat dan komposisi dinding sel. Kehadiran fikobilin pada cyanophyta dan rhodophyta telah menimbulkan dugaan bahwa ada hubungan filogeni di antara kedua divisi ini. 

Berikut ini dikemukakan beberapa identitas biologis tiap spesies ekonomi ring dari divisio yang berbeda: 
• Algae merah 
Algae dari divisio ini ditandai oleh sifat-sifat sebagai berikut: 
Dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia garnet berbu!u cambuk. Reproduksi seksual dengan karpogonia dan spermatia. Pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel di ujung thallus) dan multiaksial banyak sel di ujung thallus) 
Alat pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak . Y1emiliki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretrin (berwama merah) dan tikosianin (berwama biru). 
Bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai wama pada thalli seperti: merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau. 
.Y1empunyai persediaan makanan berupa kanji (Floridean starch). Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran dan fur¬elaran. 
Spesies ekonomis dari divisio ini yang akan dikemukakan adalah dari marga Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Gigartina dan Rhodymenia. 
a. Eucheuma spp (gambar 3) 
Ciri-ciri umum marga ini adalah: 
- Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng. 
- Berwama merah, merah-coklat, hijau-kuning dan sebagainya. 
- Bercabang berselang tidak teratur, di atau trikhotomous. 
- Memiliki benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines. 
-Substansi thalli "gelatinus" dan/atau "kartilagenus" (lunak seperti tulang rawan). 
Eucheuma umumnya terdapat di daerah tertentu dengan persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang moluska. Umumnya mereka tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef), karena di tempat inilah beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya banyak terpenuhi, di antaranya faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat dan gerakan air. Habitat khas adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, mereka lebih menyukai variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati. Algae ini tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis rumput laut lainnya. Pengelompokan ini tampaknya penting dan saling menguntungkan di antaranya dalam hal penyebaran spora. 
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perda¬gangan intemasional sebagai penghasil ekstrak carrageenan. Kadar carrageenan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54% - 73% tergantung pada jenis dan lokasinya (di Indonesia berkisar antara 61,5% - 67,5%). Selain carrageenan dalam Eucheuma masih terdapat lagi beberapa zat organik lain seperti protein, lemak, serabut kasar, abu dan air. Eucheuma spinosum dan E. cottonii hasil budidaya di Indonesia, kebanyakan untuk komoditas ekspor. 

C. Reproduksi 
Perkembangbiakan rumput laut ada dua macam yaitu: 
1. Tidak kawin
• vegetasi, yaitu dengan cara penyetekan; 
• konyugasi, yaitu dengan cara peleburan dinding sel sehingga terjadi pencampuran protoplasma dari dua atau lebih thalli; 
• penyebaran spora yang terdapat pada kantung spora (carpospora, cystocarp). 
2. Kawin
• Perkawinan antara gamet-gamet yang dihasilkan dari gametofit yang merupakan hasil germinasi dari spora. 
Perkembangbiakan secara kawin, gametophyt jantan melalui sari spertangia menghasilkan sel jantan yang disebut spermatia. Spermatia akan membuahi sel betina pada cabang carpogonia dari gametophyt betina. Hasil pembuahannya ada¬lah carpospora. dan setelah mengalami proses germinasi kemu¬dian tumbuh menjadi tanaman yang tidak berkelamin yang disebut sporophyt. 
Perkembangbiakan dengan tidak kawin terdiri dari penyebaran lestraspora, vegetatif Dan conyugatif. Sporopnyt dewasa menghasilkan spora yang disebut tetraSpora, setelah proses ¬germinasi tumbuh menjadi tanaman beralat kelamin yaitu game¬tophyt jantan dan gametophyt betina. Perkembangbiakan vegetatif dengan cara stek. Potongan dari seluruh bagian thallus akan membentuk percabangan baru dan tumbuh menjadi tanaman biasa. Sedangkan conyugasi adalah peleburan dinding sel dan percampuran protoplasma antara dua thalli
 D. Lingkungan Hidup 
Untuk pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oieh faktor lingkungan yaitu: faktor fisika, kimia dan biologi perairan. Selanjutnya untuk lingkungan hidup harus diperhatikan:
- Rumput laut hidup di perairan karang yang dangkal dan jernih serta cukup mendapat sinar matahari, dan memerlukan substrat untuk menempel seperti karang mati, terumbu ka¬rang, sisa rumah siput/ kerang dan lain -Iainnya. 
- Faktor yang perlu diperhatikan/ dipertimbangkan dalam peme¬liharaan rumput laut adalah kadar garam lebih besar atau sama dengan 32promil, suhu antara 27 - 30°C, pH 6,5 – 8,0 dan oksigen terlarut 3-8 ppm. 
- Cahaya matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut untuk proses fotosintesa. 

BAB IV. TEKNIK BUD1DAYA

A. Penemuan Lokasi 
Dalam kegiatan usaha budidaya rumput laut, hal pertama yang sangat menentukan berhasil tidaknya usaha tersebut ada¬lah pencarian lokasi yang cocok untuk pertumbuhan berdasarkan informasi dan pengalaman, maka kondisi perairan yang sangat baik adalah sebagai berikut : 
- Adanya arus yang baik, yang dapat membawa makanan bagi makanan. Tempat yang arusnya baik biasanya tanaman menja¬di bersih, karena segala kotoran atau endapan yang menempel pada tanaman akan terbawa oleh arus. Tanaman yang kotor karena tertutup oleh endapan tidak dapat tumbuh baik ka¬rena kesempatan untuk menyerap makanan dari air dan kesempatan berfotosintesa terhalang. 
- Perairan terlindung dari pengaruh angin vang kencang dan cuaca musiman yang buruk. Gelombang yang besar dapat merusak dan menghanyutkan rumput laut serta sarana budi¬daya itu sendiri. Oleh karena itu keterangan tentang cuaca daerah tempat budidaya akan sangat membantu dalam pertimbangan pemilihan lokasi. 
- Ketersediaan bibit alami dari jenis rumput laut yang akan dibu¬didayakan di lokasi memberikan petunjuk bahwa kondisi ekologis di lokasi atau daerah setempat sesuai untuk budidaya rum¬put laut, disamping itu akan memudahkan dalam pengadaan benih. 
- Kedalaman air pada pasang surut terendah yang ideal adalah antara 30 – 60 cm. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah resiko kekeringan dari rumput laut yang akan dibudidayakan.
- Dasar perairan hal ini erat kaitannya dalam menemukan konstruksi sarana budidaya dan indikasi baik buruknya perge¬rakan air yang kecil. 
- Dasar perairan yang terdiri dari pasir bercampur pecahan ka¬rang biasanya merupakan daerah yang mempunyai pergerakan air yang cukup baik untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma sp. Bila di lokasi terdapat juga banyak benthic Coe¬lenterata, menunjukkan adanya pargerakan air yang baik ter¬utama arus. Binatang-binatang ini merupakan fiiter feeder, sehingga untuk memperoleh makanannya hanya tergantung pada arus. Demikian pula bila ditemukan ilalang laut (eel grass) yang miring ke suatu arah dan bersih dari endapan juga menunjukkan adanya arus yang baik.
- Pergerakan air merupakan faktor penting dalam hal mempe¬ngaruhi pertumbuhan rumput laut. Ombak dan arus akan me¬megang peranan penting dalam transportasi zat hara, meng¬hindari dari fluktuasi temperatur, pH, salinitas, oksigen ter¬larut dan lain -lain. Perpindahan air yang disebabkan oleh arus dianggap lebih baik dari gelombang, karena arus lebih dapat diramalkan arah dan kekuatannya dan tidak begitu meru¬sak. 
- Jauh dari sumber air tawar, hal ini erat kaitannya dengan sali¬nitas. Salinitas maksimal untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma sp berkisar 34 promil. 
- Perairan jernih, bebas dari pencemaran dan bebas dari bina¬tang pengganggu antara lain ikan herbivora, bulu babi atau penyu. 
- Di samping itu perlu diusahakan agar lokasi mudah dijangkau. 
Bahan/ meterial yang diperlukan untuk sarana budidaya mudah diperoleh bukan daerah alur pelayaran dan dekat dengan daerah pemasaran. 

B. Bibit
Tersedianya bibit rumput laut di lokasi penanaman mem¬punyai keuntungan. Bila di suatu tempat terdapat bibit alam maka, sudah tentu perairan tersebut sangat cocok untuk budidaya rumput laut. Akan tetapi bila lokasi tidak terdapat tanaman ini belum tentu daerah ini tidak cocok untuk budidaya rumput laut. Yang penting bibit tersedia dengan mudah, walaupun harus didatangkan dari daerah lain. 
1. Pemilihan bibit : 
- Bibit dipilih dari tanaman rumput laut yang masih segar dan masih muda bagian ujungnya. 
- Bibit dapat diambil dari stek tanaman yang tumbuh secara alami maupun dari tanaman rumput laut yang dibudidayakan.
- Bibit yang diambil sebaiknya diambil dari tanaman jenis unggul. Adapun ciri-ciri tanaman rumput laut jenis unggul, yaitu: 
a) bercabang banyak 
b) warna pirang dan kecoklatan 
c) perumbuhannya cepat. 
- Bibit yang diambil sebaiknya ditempatkan pada keranjang yang telah disiapkan. 
- Sebelum bibit ditanam harus diijaga agar bibit tetap segar dan basah. Untuk itu selama dalam penyimpanan bibit perlu penyiraman dengan air laut dan terlindung dari sinar mata¬hari.
- Bibit harus dijaga agar tidak tercemar misalnya bahan bakar. 

2. Pengangkutan Bibit. 
Pengangkutan bibit dapat dilakukan melalui darat dengan kendaraan maupun laut dengan perahu. Bila pengangkutan melalui laut dengan sampan/ perahu, bibit cukup diletakkan di¬ dasar perahu dan ditutup atasnya agar tidak terkena sinar matahari langsung. Bila pengangkutan melalui darat dengan kendaraan, maka bibit dapat dimasukkan kedalam kantong plastik agar air tidak merembes keluar, kemudian baru dima¬sukkan ke dalam kotak karton. 
Pengambilan bibit rumput laut harus dalam keadaan se¬gar, dan volume penyimpanan harus disesuaikan dengan kotak pengangkutan, hal ini untuk menghindari kerusakan pada bi¬bit. 
Adapun cara kerja pengepakan sebagai berikut : 
- Lebar kantong plastik disesuaikan dengan panjang bibit rumput laut .
- Aturlah bibit rumput laut didalam kantong plastik sehingga panjang bibit searah dengan lebar kantong plastik sehinggabibit tidak patah karena terlipat – lipat.
- Bibit ditumpuk-tumpuk 3 - 4 lapis, dengan posisi selang¬ - seling antara rumput laut dengan spon atau kapas yang dapat menyimpan air sehingga di dalam kantong plastik situasinya selalu lembab. 
- Kemudian kantong plastik di ikat dengan tali rafia dan dima¬sukkan ke dalam kotak karton yang sudah tersedia. 
- Untuk menjaga kesegaran bibit dan tidak cepat rusak usahakan tiap tiga jam diganti air yang ada dalam kantong. Selain itu bibit harus dihindari dari kekeringan, kehujanan dan terkena minyak. 
- Pada sistem pengepakan demikian bibit rumput laut dapat tahan dan tidak rusak dalam waktu 5 - 6 jam pada suhu 28°C.
- Untuk menjaga agar kualitas bibit rumput laut tetap baik diharapkan setelah sampai di tempat tujuan bibit yang bera¬da di dalam kantong plastik dibuka dan dipindahkan ke tempat penyimpanan bibit yang tersedia di areal budidaya yang terendam air laut.
- Bibit setelah sampai dilokasi dlikat dengan tali rafia, untuk jenis Eucheuma sp tiap ikatan berat berkisar 100 - 150 gram dan bibit yang telah diikat dan belum ditanam harus disim¬pan ditempat bibit.
C. Penanaman. 
Tempat penanaman yang baik adalah perairan pantai yang jernih dengan ombak yang sedang. Sebaiknya kedalaman air terrendah pada pasang surut tidak kurang dari 30 cm. 
Sistem Budidaya di Laut
Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut itu sendiri. Sampai saat ini telah dikembangkan 5 (lima) metode budidaya rumput laut berdasarkan pada posisi tanaman terhadap dasar perairan. Metoda-metoda tersebut meliputi: metoda lepas dasar, metoda rakit apung. metode long line dan metode jalur serta metode keranjang (kantung).
Metoda budidaya rumput laut yang telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan, meliputi: metoda lepas dasar, metoda apung (rakit), metode long line dan metode jalur / kombinasi. Namun di dalam penerapan keempat macam metoda tersebut harus disesuaikan dengan kondisi perairan di mana lokasi budidaya rumput laut akan dilaksanakan. Adapun jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di laut adalah dari jenis Euchema (Gambar 4).

Gambar 4. Rumput Laut Jenis Euchema cottonii
Metode Long Line
Metode long line adalah metode budidaya dengan menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Metode budidaya ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, dan mudah untuk didapat. Teknik budidaya rumput laut dengan metode ini adalah menggunakan tali sepanjang 50-100 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, setiap 25 meter diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 meter diberi pelampung berupa potongan styrofoam/karet sandal atau botol aqua bekas 500 ml.
Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput laut sebanyak 50 -100 gram diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak antar titik lebih kurang 25 cm. Jarak antara tali satu dalam satu blok 0,5 m dan jarak antar blok 1 m dengan mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang setempat. Dalam satu blok terdapat 4 tali yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan (jika dibutuhkan). Dengan demikian untuk satu hektar hamparan dapat dipasang 128 tali, di mana setiap tali dapat di tanaman 500 titik atau diperoleh 64.000 titik per ha. Apabila berat bibit awal yang di tanaman antara 50-100 gram, maka jumlah bibit yang dibutuhkan sebesar antara 3.200 kg - 6.400 kg per ha areal budidaya. Adapun lay out dengan menggunakan metode long line sebagaimana gambar 7.

Gambar 7. Lay out Metode Long Line

Panen dilakukan setelah rumput laut mencapai umur lebih kurang 45 hari dengan hasil panen rumput laut basah sebesar antara 25.600 kg - 51.200 kg (asumsi 1 rumpun bibit menjadi 8 kali lipat saat panen), kemudian di kurangi dengan persediaan benih untuk musim tanam berikutnya sebanyak antara 3.200 kg - 6.400 kg. Maka hasil panen basah yang siap untuk dikeringkan sebesar antara 22.400 kg - 44.800 kg atau diperoleh hasil panen rumput laut kering 2.800-5.600 kg (konversi dari basah menjadi kering 8 : 1).
Spesifikasi alat
1. Bahan dan alat utama : 
o Tali titik ukuran PE 4 mm sebanyak 870 m (10 kg) 
o Tali jangkar PE 10 mm sebanyak 750 m (50 kg) 
o Tali jangkar sudut PE 6 mm sebanyak 420 m (10 kg) 
o Jangkar tancap kayu 104 buah (jangkar karung semen 4 buah) 
o Pelampung styrofoam sebanyak 60 kg 
o Pelampung botol aqua atau dari karet sendal secukupnya 
2. Sarana penunjang : 
o Perahu sampan 1 buah 
o Timbangan gantung 50 kg 
o Waring 50 m2 
o Para-para penjemuran dari kayu/bambu ukuran 6x8 m (3 unit) 
o Pisau kerja 5 buah 
o Karung plastik ukuran 50 kg (640 lembar) 
3. Sarana Operasional : 
o Bibit rumput laut antara 3.200 kg - 6.400 kg 
4. Produktifitas : 
o Panen pertama (PI) = antara 25.600 kg - 51.200 kg/Ha 
o Produksi = hasil panen pertama (PI) - Jumlah bibit = antara 22.400 kg - 44.800 kg 
o Berat Kering = antara 2.800 kg - 5.600 kg (konversi 8:1) 
o Waktu pembudidayaan 45 hari atau 4 - 5 kali selama 1 tahun tergantung lokasi 
D. Pemeliharaan. 
Pemeliharaan tanaman bertujuan agar tanaman tumbuh dengan baik, sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman. Kegiatan pemeliharaan meliputi : 
- Membersihkan kotoran yang menempel pada tanaman, yaitu dengan menggoyang -goyang tali pada rakit, tonggak ataupun pada jaring. 
- Mengganti tanaman yang tidak subur dengan tanaman baru yang tumbuh baik. 
- Memperbaiki konstruksi budidaya yang rusak, seperti pancang yang rusak, takit,dan tali yang putus .
- Menghindari tanaman dari serangan predator. antara lain : bulu babi, ikan herbivora dan penyu. 
E. Hama dan Penyakit. 
Penyakit yang sering timbul khususnya pada jenis Eucheuma sp yang dikenal dengan ice-ice disebabkan oleh bakteri dimana nampak bercak putih. hal ini belum dapat diatasi seluruhnya. Cara penanggulangan yaitu menghindari lokasi dari hewan pemangsa. Hama rumput laut umumnya adalah organisme laut yang memangsa rumput laut sehingga akan menimbulkan kerusakan fisik terhadap thallus, dimana thallus akan mudah terkelupas, patah ataupun habis dimakan hama. 
Hama penyerang rumput laut dibagi menjadi dua menurut ukuran hama, yaitu hama mikro (merupakan organisme laut yang umumnya mempunyai panjang kurang dari 2 em) dan hama makro yang terdapat dilokasi budidaya itu sendiri dan sudah dalam bentuk ukuran besar/dewasa. Hama mikro hidup menumpang pada thallus rumput laut, misalnya larva bulu babi (Tripneustes sp.) yang bersifat planktonik, melayang-Iayang didalam air dan kemudian menempel pada tanaman rumput laut. 
Contoh lainnya adalah teripang ( Holothuria sp.) yang mula-mula menempel dan menetap pada thallus rumput laut, kemudian tumbuh menjadi besar. Larva yang sudah besar terse but dapat memakan thallus rumput laut seeara langsung dengan eara menyisipkan ujung-ujung eabang rumput laut kedalam mulutnya. 
Beberapa hama makro yang sering dijumpai pada budidaya rumput laut adalah ikan Beronang (Siganus sp.), bintang laut (protoreaster nodosus), bulu babi (Diademasetosum sp.), bulu babi duri pendek (Tripneustes sp.), Penyu Hijau ( Chelonia mydas), dan ikan Kerapu [Epinephellus sp.). 
Untuk menanggulangi serangan dari ikan baronang dan penyu hijau dapat dilakukan dengan melindungi areal budidayadengan memasang pagar yang terbuat dari jaring. Serangan dari hama bulu babi, teripang dan bintang laut pengaruhnya relatif kecil pada areal budidaya yang eukup luas, namun tetap perlu diwaspadai demi keberhasilannya. Penyu hijau merupakan 
merupakan hama perusak terbesar dibandingkan lainnya, menyerang pada malam hari sampai habis. Untuk menanggulangi tanaman, maka areal budidaya dipagar denganjaring. 
 Penyakit terjadi di daerah-daerah dengan kecerahan tinggi, biasanya dikenal sebagai ice-ice dengan gejala timbulnya bintik-bintik/bercak-bercak pada sebagian thallus, namun lama kelamaan akan menyebabkan kehilangan warna sampai menjadi putih dan mudah terputus. Penyakit ini menyerang Eucheuma spp. terutama disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan (arus, suhu, kecerahan, dll.) di lokasi budidaya dan berjalan dalam waktu yang cukup lama. 
 Cara pencegahan dari penyakit ini adalah dengan memonitor adanya perubahan-perubahan lingkungan, terutama pada saat terjadinya perubahan lingkungan. Di samping itu dilakukan penurunan posisi tanaman lebih dalam untuk mengurangi penetrasi cahaya sinar matahari. 

F. Panen. 
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 1,5 - 2 bulan dengan berat pertumbuhan 40O - 600 gram, atau dilakukan setiap hari dengan memilih tanaman yang dianggap tua untuk di panen. Untuk memudahan pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat laut dalam keadaan surut dan panen diiakukan dengan cara memetlk tanaman sebagian atau diambil semua. Panen besar dapat terjadi karena tanaman mempunyai pertumbuhan yang be¬sar atau cepat. Pertumbuhan rumput laut dikatakan cukup baik, bila pertumbuhan berkisar antara 2 - 3 % pertambahan berat per hari. 
G. Pemetikan (Panen) 
Menurut hasil uji coba yang dilakukan oleh Sri Istini dan kawan-kawan, waktu pemanenan yang baik dilaku¬kan, setiap dua bulan sekali dengan bibit awal penanaman masing-masing seberat 50 gram. 
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar diperoleh kemungkinan bahwa rumput laut yang dipetik setelah ber¬umur dua atau tiga bulan mempunyai kualitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan rumput laut yang dipanen setiap dua minggu sekali. Informasi yang diperoleh team tersebut menyatakan, bahwa rumput laut jenis Eucheuma yang dipetik setelah berumur dua atau tiga bulan, diduga mengandung lebih banyak zat karaginanya dibanding dengan rumput laut yang dipetik setiap dua atau tiga minggu sekali. Namun demikian kebenaran hal terse but masih perlu diteliti yang lebih mendalam. Untuk jangka waktu pemanenan ini, pada umumnya para nelayan dan petani rumput laut di daerah Bali dan sekitarnya, melakukan pemetikan rumput laut setiap dua minggu sekali. Hal ini dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan tertentu seperti: bila rumput laut dipanen setiap dua atau tiga bulan sekali, akan banyak rumput laut yang rusak, patah cabang-cabangnya, baik karena arus dan ombak maupun karena gangguan ikan dan binatang¬binatang lain. 
H. Waktu Pemetikan 
Sebagaimana waktu penanaman, pemetikan sebaiknya dilakukan pada saat air surut, dengan tujuan untuk memperlancar pekerjaan. Karena bila pemetikan dilaku¬kan pada waktu air pasang, rumput laut masih dalam ke¬adaan tenggelam jauh di bawah permukaan air, sehingga pekerjaan sulit untuk dilakukan. 
Peralatan yang dipergunakan pada waktu pemetikan hanyalah keranjang dan ban mobil (ban dalam). Ban mobil yang sudah diisi dengan angin (dipompa), diapung¬kan di atas permukaan air laut dan di atasnya ditempatkan keranjang sebagai tempat pengumpulan hasil peme¬tikan. 
Dengan demikian keranjang tempat rumput laut dapat dipindah-pindahkan dengan jalan menyeret ban tersebut, sehingga pekerjaan menjadi ringan dan lancar. 
Rumput laut dipetik atau dipotong sekitar 10-15 cm dari pangkalnya, agar dapat tumbuh kembali. Potongan - ¬potongan rumput laut tersebut ditampung dalam keran¬jang di atas ban mobil sampai penuh. Setelah penuh, keranjang dapat diangkat ke darat. 
Bila pemetikan dilakukan pada pagi hari, rumput laut tersebut dapat langsung dijemur sambil disortir dan diber¬sihkan dari kotoran-kotoran yang terikut. Akan tetapi bila selesai pemetikan sudah sore, maka untuk sementara (1 malam) rumput laut ditampung di dalam gubuk penyimpanan untuk kemudian dilakukan penjemuran pada esok paginya. 

III. KESIMPULAN DAN SARAN
• Indonesia cukup potensial sebagai penghasil rumput laut. Sampai saat ini Indonesia mengekspor rumput laut dan sebaliknya masih mengimpor hasil olahannya seperti agar, karagenan dan alginat. Nilai impor senyawa tersebut hampir 30 kali nilai ekspor rumput laut. Sudah saatnya Indonesia meningkatkan dan mengembangkan industri pengolahan rumput laut.
• Pemilihan lokasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Namun gangguan alamiah masih dapat terjadi di lokasi dan pada saat-saat tertentu setiap tahun; untuk mengatasinya perlu ada penyesuaian khusus untuk masing-masing lokasi dan musim.
• Ada kecenderungan pada penanaman bibit dengan berat awal yang lebih kecil memberikan laju pertumbuhan lebih besar dibandingkan bibit dengan berat awal yang lebih besar, namun pertimbangan selanjutnya harus dititik beratkan kepada keuntungan usaha yang ingin dicapai.
• Budidaya Rumput Laut dengan Metode Long Line yaitu menggunakan tali panjang yang dibentangkan.

• Hasil Panen Rumput Laut basah yaitu dari bibit 3.200 kg – 6.400 kg per ha menjadi 25.600 kg – 51.200 kg ( asumsi 1 rumpun bibit menjadi 8 kali lipat ).  

DAFTAR PUSTAKA

Angkasa W., Purwoto H., Anggadiredja J. 2006. Teknik Budidaya Rumput Laut Bahan Pembuat Agar-Agar di Dalam Tambak. (online). (www.iptek.net.id, diakses tanggal 12 Desember 2007)
Anonymus ,2004,Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut Eucheuma spp., Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,Direktorat Pembudidayaan 
Red Gracilaria Feeding Algae – Aquacultured.
Zatnika A., Istini S., 2006. Produksi Rumput Laut dan Pemasarannya
di Indonesia. 

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda :

SAHABAT MAYA :

Blog Archive Here :

SEARCH LINK :

Label List

VISIT TOROWAMBA BEAUTY BEACH

VISIT TOROWAMBA BEAUTY BEACH
torowamba as one of tourism asset in sape bima

NEW MOTIVATION :

SUNGGUH SANGAT MEMALUKAN JIKA KAPAL BESAR KITA BERBALIK HALUAN KEBELAKANG HANYA UNTUK MENGURUS SAMPAN KECIL MASALAH. AYO !!! MAJU TERUS BRO !
Template by KangNoval & Abdul Munir | blog Blogger Templates