oleh:
dokter Arjatmo Tjokronegoro,
dikutip : fahry bima
Pendahuluan
Lebih kurang permulaan abad ini, peranan daripada proses imunologik dalam mengontrol pertumbuhan tumor telah lama diketahui. Tumor yang berkembang secara progresif sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu kegagalan daripada reaksi imunologik didalam tubuh. Pada tahun-tahun yang terakhir ini, para sarjana baru mengetahui tentang bagaimana mekanisme proses imunologik tersebut sehingga tumor dapat dikontrol pertumbuhannya.
Pengetahuan tentang imunologi tumor pada dasarnya sebagian besar diperoleh dari imunologi eksperimen serta percobaan transplantasi pada binatang. Pada transplantasi, bila kita memindahkan jaringan alogenik dari satu hewan kepada hewan yang lain, maka timbul suatu reaksi imunologik yang menolak pertumbuhan jaringan itu sehingga akhirnya musnah. Sedangkan pada jaringan singenik, bila ditransplantasikan kepada hewan lain, maka jaringan tersebut akan tumbuh dengan subur tanpa mendapat gangguan sama sekali. Hal ini disebabkan karena mesin imunologik ("immunologic machinary") pada binatang tersebut tidak merasa kalau jaringan yang ditransplantasikan adalah benda asing. Oleh karena tumor dapat dianggap sebagai "tissue graft" yang. bersifat invasif, maka segala pengetahuan mengenai transplantasi dapat diambil serta dipakai sebagai bahan perbandingan. Pada pertumbuhan sel tumor umumnya timbul beberapa antigen baru serta asing bagi tubuh. Dengan adanya antigen tersebut, mesin imunologik didalam tubuh dapat terangsang, sehingga menimbulkan suatu reaksi
imun yang dapat menghancurkan sel tumor tadi.
Dengan lain perkataan sistem respons imun bukan saja berfungsi sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap serangan kuman penyakit, akan tetapi juga dapat memegang peranan dalam menjaga timbulnya sel-sel yang abnormal didalam tubuh; keadaan seperti ini dikenal dengan nama "immunological surveillance". Dengan maju-pesatnya penyelidikan dibidang ini, sedikit banyak memberikan harapan kepada kita kalau terapi tumor dikemudian hari dapat dilaksanakan secara metode-metode imunologik.
Antigen sel tumor
Dalam penyelidikan terhadap tumor-tumor yang disebabkan oleh virus dan zat karsinogen kimia pada binatang percobaan, telah dapat diambil suatu kesimpulan yang jelas kalau sel tumor tersebut mengandung suatu antigen yang asing bagi tubuhnya sendiri Bila suatu •tumor yang diinduksi pada binatang yang murni, ditransplantasikan kepada binatang lain dari jenis yang sama, akan tetapi sebelumnya telah diimunisasi dengan sel-sel tumor tersebut, maka binatang ini dapat menolak pertumbuhan tumor yang ditransplantasikan tadi.
Timbulnya antigen baru pada suatu tumor dapat disebabkan oleh dua proses, yaitu
(1)hilangnya beberapa antigen yang spesifik daripada jaringan normal, dan
(2)timbulnya beberapa antigen baru .yang spesifik untuk tumor dan tidak terdapat pada sel-sel normal lainnya.
Proses menghilangnya antigen tubuh yang baru itu agaknya berhubungan dengan proses diferensiasi fungsi sel tumor. Oleh karena fungsi beberapa system enzim didalam sel tadi berubah atau menghilang, maka akibatnya proses-proses biokimianya daripada sel tumor berbeda dengan sel yang normal. Bersamaan dengan kejadian ini, maka keantigenan daripada struktur protein tersebut yang mungkin mengidentifikasi sel atau jaringan yang bersangkutan, akhirnya menghilang juga. Disamping proses menghilangnya antigen tadi, maka sel tumor dapat memperoleh antigen yang baru, terutama pada sel-sel tumor yang diinduksi dengan zat kimia atau/dan virus. Pada tumor-tumor yang disebabkan oleh zat kimia, maka antara antigen yang baru timbul dengan zat karsinogen tersebut tidak tampak suatu hubungan yang timbal-balik. Sering ditemukan kalau zat karsinogen yang sama akan menghasilkan tumor-tumor dengan antigen yang berbeda-beda serta tidak memperlihatkan reaksi silang sama sekali. Sebaliknya pada tumor-tumor yang diinduksi oleh virus, umpamanya virus Rous sarkoma pada ayam, virus polioma pada tikus, virus SV40 pada monyet, ternyata akan menimbulkan antigen-antigen yang baru serta spesifik untuk tumor.
Yang dimaksudkan dengan spesifik ialah, spesifik terhadap virus yang menginduksi tumor tadi dan tidak tergantung kepada spesies atau jenis binatangnya. Hal ini agaknya disebabkan karena informasi genetik virus, terutama virus yang mengandung DNA ("deoxyribonucleic acid"), akan menggabungkan diri dengan khromosom sel yang diinfeksi. Setelah menggabungkan diri, akhirnya khromosom virus akan turut dalam proses-proses sintesa protein didalam sel dan hasilnya akan diekspresikan sebagai antigen yang baru serta asing tadi; biasanya antigen ini terletak pada permukaan sel tumor. Antigen sel tumor ini selain spesifik juga dapat mengakibatkan suatu reaksi penolakan pada proses transplantasi, oleh karena itu antigen ini dikenal sebagai "Tumor Specific Transplantation Antigen" atau sering disingkat dengan TSTA. Selain antigen pada permukaan sel ini, sebenarnya ada pula antigen baru. yang letaknya lebih kedalam sel, yaitu pada nukleusnya; akan tetapi ditinjau dari sudut imunologi, antigen-antigen tersebut lebih sukar untuk dikenal.
Pada manusia, tumor-tumor yang timbulnya disebabkan oleh virus, baru ditemukan pada penyakit li mfoma Burkit, oleh karena dari tumor tersebut pernah diisolasi suatu virus, yaitu Reo virus tipe 3. Bila virus ini selanjutnya diinokulasi pada tikus-tikus percobaan, maka setelah periode laten dicapai akan timbul suatu tumor yang ciri-cirinya serupa dengan tumor pada manusia tadi. Penyelidikan selanjutnya telah membuktikan pula, kalau virus tersebut termasuk golongan virus DNA. Dengan adanya bukti-bukti secara eksperimen pada binatang, yaitu adanya antigen baru serta asing pada permukaan sel tumor yang disebabkan oleh suatu virus, dan adanya penemuan yang menyokong kalau virus dapat juga menyebabkan tumor pada manusia, maka besar kemungkinannya kalau pertumbuhan tumor, baik pada binatang maupun pada manusia, dapat dikontrol secara imunologik.
Reaksi imunologi
Oleh karena sel-sel tumor mempunyai antigen baru yang oleh mesin imunologik dianggap bukan sebagai "self" antigen, maka lambat laun akan terjadi suatu proses terbentuknya suatu reaksi imun terhadapnya. Pada prinsipnya reaksi imun itu dapat dibagi atas dua bagian, yaitu pertama, dengan jalan terbentuknya suatu molekul imunoglobulin yang mempunyai daya antibodi yang spesifik terhadap TSTA, dan kedua, dengan jalan terbentuknya sel-sel limfosit yang sensitif terhadap antigen itu. Dengan lain perkataan, didalam tubuh dapat terjadi dua macam reaksi imunologik, yang satu dibawakan oleh system humoral dan yang lainnya dibawakan oleh system sel.
Agar respons imun dapat dimulai, maka antigen harus dilepaskan terlebih dahulu oleh sel-sel tumor dan dengan aliran darah atau limfe, akhirnya sampai kedalam limfonodus dan/atau limpa. Didalam organ-organ tersebut, antigen itu akan diproses oleh sel-sel makrofag agar selanjutnya dapat bereaksi dengan sel-sel limfosit. Sel ini, yang umumnya berasal atau berada dibawah pengaruh sumsum tulang, dikenal sebagai sel limfosit-B (dari "Bone Marrow"), dan setelah mengadakan kontak dengan antigen tersebut lambat laun sel ini akan berkembang dan mengalami proses diferensiasi. Sel limfosit tersebut akhirnya akan menjadi sel yang matang dan siap untuk mensintesa molekul imunoglobulin, yaitu suatu molekul yang 'mempunyai daya antibodi yang spesifik; dalam hal ini, spesifik terhadap antigen sel tumor tadi. Antibodi-antibodi yang dibentuk ternyata dapat mempunyai beberapa aktifitas; dan dari sekian banyak antibodi, yang mempunyai hubungan dengan pasang-surutnya pertumbuhan tumor hanya ada dua macam, yaitu "cytotoxic antibody" dan "enhancement antibody". Antibodi yang pertama ini dapat mengaktifkan sistem komplemen didalam peredaran darah. Biasanya antibodi ini termasuk kelas IgG yang mempunyai sifat dapat mengikat sistem komplemen tadi. Selanjutnya secara proses yang bertingkat, maka seluruh komponen didalam sistem komplemen itu diaktifkan sehingga dapat berfungsi, yaitu dengan jalan melakukan pengrusakan pada membran sel tumor.
Pada "enhancement antibody" keadaan yang sebaliknya akan ditemukan; dalam hal ini, justru dengan adanya antibodi tersebut, sel-sel tumor dapat tumbuh dengan baik. Agaknya antibodi ini memperlihatkan suatu daya "blocking efect" terhadap serangan imunologik yang dibawakan oleh sistem sel. Hal ini disebabkan karena antibodi tersebut ternyata hanya bereaksi dengan TSTA akan tetapi tidak mengaktifkan system komplemen. Dengan terjadinya reaksi antara antigen dan antibodi itu, maka antigenik determinan pada TSTA justru akan terlindung terhadap serangan sel-sel imun.
Antigen-antigen tumor selain mengadakan kontak dengan sel-sel Iimfosit-B, juga dapat merangsang sel-sel yang berasal atau berada dibawah pengaruh kelenjar timus; sel seperti ini disebut sel-sel Iimfosit-T (dari "Thymus"). Sel tersebut bila telah mengadakan kontak dengan antigenik determinan sel tumor, segera akan berkembang dan melakukan diferensiasi sehingga menjadi suatu sel limfosit yang peka atau sensitif. Nanti bila ada rangsangan antigen yang serupa untuk kedua kalinya, sel tersebut akan segera bereaksi dengan jalan mengeluarkan suatu zat yang disebut "Iymphokine". Zat ini mempunyai daya merangsang sel-sel fagosit diseluruh tubuh; selain sel-sel tersebut akan memperbayak diri dan mengadakan migrasi ketempat terjadinya tumor, juga dapat mengakibatkan sel-sel itu melakukan penyerangan secara fagositosis.
Pengrusakan jaringan oleh sistem sel ternyata lebih bermanfaat dan hebat daripada sistem humoral. Adanya proses imun yang dibawakan oleh system sel ini, dapat dibuktikan pada binatang percobaan, yaitu dengan jalan memindahkan sel-sel limfosit yang peka dari hewan yang imun ke hewan yang tidak imun. Hewan yang menerima sel tersebut segera akan memperlihatkan suatu reaksi imunologik. Pada hewan-hewan yang telah dilakukan suatu timektomi atau pada penderita yang mempunyai kelainan pada kelenjar timusnya, tidak akan memperlihatkan suatu reaksi imun sel; dan biasanya pada hewan atau penderita semacam itu akan lebih mudah terjangkit tumor.
Pertumbuhan tumor vs. respons imun
Pertanyaan yang sering diajukan ialah, kalau memang benar proses imunologik pegang peranan dalam mengontrol pertumbuhan tumor, mengapa banyak sekali ditemukan sel tumor yang berhasil berkembang, dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan proses imunologik tampaknya menjadi lumpuh. Didalam tubuh manusia atau hewan, sebenarnya terdapat dua proses yang saling bertentangan, yaitu proses pertumbuhan tumor dan proses penolakan tumur oleh sistem imunologik tubuh. Sebenarnya hal ini dapat diumpamakan sebagai suatu timbangan yang terdiri daripada kedua proses tersebut, proses yang satu disebelah kanan dan lainnya disebelah kiri. Jadi bila anak timbangan lebih berat pada reaksi imunologiknya, maka tumor tidak akan tumbuh, dan sebaliknya, bila anak timbangan lebih berat pada pertumbuhan tumor, maka tumor tersebut akan lebih leluasa dan cepat tumbuhnya.
Perubahan-perubahan pada respons imun atau keadaan-keadaan yang mengakibatkan lumpuhnya reaksi imunologik sehingga menyebabkan suatu tumor dapat tumbuh tanpa mendapat suatu gangguan, dapat disebabkan oleh beberapa faktor atau hal, yaitu antara Iain,
1. Umur
Umur sangat mempengaruhi kematangan system mimun respons didalam tubuh. Pada umur yang muda hingga dewasa, kapasitas imunitas akan mencapai puncaknya dan lambat laun akan menurun terutama pada usia yang agak lanjut.
2. Genetika
Bila ada kelainan-kelainan genetika, terutama yang menyerang mesin imunologik dan komponen- komponen imun sel dan humoral, dapat mengakibatkan fungsi imunologik yang abnormal pula.
3. Defisiensi imunologik
Terjadinya kekurangan pada faktor-faktor imunologik, sehingga reaksi kekebalan tidak sempurna. Pada keadaan-keadaan seperti hipogamaglobulinemia, ataksi-telangiektasia dan lain-lain, akan ditemukan frekwensi tumor yang lebih tinggi daripada orang-orang yang normal.
4. lmunosupresif
Bila sistem imunologik tertekan, umpamanya disebabkan oleh obat-obatan (azathioprine, 6- mercaptopurine dll), radiasi atau serum antilimfosit, maka akan mengakibatkan suatu kelainan dalam daya tangkap terhadap rangsangan anti gen.
5. Toleransi
Antigen-antigen yang spesifik seperti pada permukaan sel tumor, kadang-kadang sangat lemah, sehingga tidak cukup untuk dapat merangsang sistem respons imun. Antigen-antigen yang lemah ini terutama ditemukan pada tumor-tumor yang disebabkan oleh virus-virus yang mempunyai periode laten yang panjang, sedangkan virus-virus dengan periode laten yang pendek, keantigenannya kuat sekali.
6. "Blocking efect"
Hal ini telah diterangkan diatas, yaitu adanya antibodi yang justru melindungi TSTA dari serangan sel-sel limfosit.
Terapi imunologi sebagai antitumor
Hingga sekarang didalam klinik telah ditemukan beberapa tumor yang dapat menghilang atau mengecil secara spontan tanpa diberi obat atau dioperasi. Hal ini telah terjadi, umpamanya pada tumor-tumor neuroblastoma, melanoma, adenokarsinoma, limfoma dan lain-lain. Mekanisme daripada daya pertahanan tubuh diduga memegang peranan penting dalam proses tersebut. Oleh karena pengalaman-pengalaman di klinik seperti itu dan juga bukti-bukti pada binatang percobaan, maka dipandang dari sudut il mu kedokteran pencegahan, mungkin sekali dikemudian hari para ahli dapat membuat suatu vaksin tumor. Umpamanya imunisasi secara aktif dapat dilakukan dengan memberikan kumpulan-kumpulan daripada antigen yang spesifik tumor, sehingga selang beberapa waktu akan timbul suatu reaksi imunologik yang sewaktu-waktu siap untuk menyerang sel tumor yang sedang tumbuh. Disamping ini, maka kita dapat juga memberikan serum yang sudah mengandung antibodi yang spesifik terhadap sel tumor. Sayangnya untuk dapat melakukan kedua prosedur ini, imunisasi aktif dan pasif, masih terlalu banyak rintangannya. Yang pertama, kita masih dihadapkan kepada persoalan-persoalan dasar yang penting, yaitu antara lain, berapa dosis yang harus diberikan, bagaimana cara pemberian antigen, dalam bentuk apa antigen tersebut diberikan, bagaimana cara mendapatkan antigen yang murni dan lain-lain, yang kesemuanya memegang peranan dan tidak dapat diabaikan begitu saja bila kita hendak membentuk antibodi yang mempunyai sifat-sifat sitotoksis yang spesifik terhadap sel tumor. Yang kedua, yaitu kesulitan pada imunisasi secara pasif ialah pemberian protein asing yang sering menyebabkan reaksi hipersensitif; selain ini, kita juga harus mempersiapkan berbagai macam antibodi dengan spesifisitas yang tertentu.
Oleh karena daya penolakan terhadap tumbuhnya tumor lebih bermakna pada reaksi imun yang dibawakan oleh sistem sel, maka para sarjana telah memikirkan pula kemungkinan-kemungkinannya untuk membuat dan mempergunakan sel-sel limfosit yang sudah peka terhadap sel tumor, sehingga dapat diimunisasikan secara pasif kedalam tubuh penderita. Pada binatang percobaan, hal ini telah dapat dilakukan dan hasilnya sangat memuaskan. Untuk dapat dilakukan pada manusia, agaknya masih memerlukan hasil-hasil penyelidikan yang lebih teliti lagi. Disamping itu untuk mendapatkan sel-sel Iimfosit yang sudah sensitive spesifik terhadap sel tumor tertentu sangat sulit oleh karena sulitnya mendapatkan penderita dengan tumortumor tertentu serta dapat dijadikan donor.
Ringkasan
Telah diuraikan hubungan antara perkembangan dan menghilangnya suatu tumor dengan reaksi imunologik didalam tubuh. Ada dua macam respons imun yang memegang peranan dalam proses ini, yaitu system imun yang dibawakan oleh humoral dan sistem imun yang dibawakan oleh sel. Umumnya yang lebih berpotensi dalam menghancurkan tumor ialah system imun sel. Pada sistem imun humoral, ditemukan dua macam antibodi, yaitu yang bersifat menghancurkan sel tumor, terutama bila sistem komplemen telah diaktifkan, dan yang kedua, suatu antibodi yang justru melindungi tumor terhadap serangan reaksi imun sel. Reaksi imun sel dan humoral biasanya dibentuk terhadap antigen yang terletak pada permukaan sel tumor; antigen tersebut merupakan antigen yang baru serta spesifik terhadap virus penyebab tumor itu. Oleh karena daya penolakan sel tumor secara imunologik telah banyak dibuktikan pada binatang percobaan, maka telah diuraikan pula beberapa kemungkinan untuk mempergunakan metode imunologik sebagai terapi antitumor.
KEPUSTAKAAN
Majalah
1. Herberman, R.B. Cellular immunity to human tumor associated antigens. lsrael J. Med. Sci. 9 : 300, 1973.
2. Oettgen, H.F., Old, L.J., and Boyse, E.A. Human tumor immunology. Med. Clin. North. Amer. 55 : 761, 1971.
3. Shehadeh, I. Tumor immunology. Leban. Med. J. 25 : 199, 1972.
4. Weiss, D.W. Current aspects of tumor immunology. lsrael J. Med. Sci. 9 : 205, 1973.
Buku
5. Abramoff, P., and La Via, M (edits). Biology of the lmmune Response. McGrawHill Comp.,1970. p.367.
6. Bellanti, J.A. (edit). lmmunology. W.B. Saunders Comp., 1971. p.323.
7. Montagna, W., and Billingham, R.E. (edits). Lmmunology of the Skin. Appleton-Century-Crofts.,1971. p.357.
8. Turk, J.L. (edit). lmmunology in Clinical Medicine. William Heineman Ltd., 1969. p.204.
Sumber : CERMIN DUNIA KEDOKTERAN
Majalah Triwulan. diterbitkan dengan bantuan
P.T. KALBE FARMA
Dan dipersembahkan secara cuma-cuma
WELCOME TO MY BLOG ::
OK
Senin, 13 Juli 2009
IMUNOLOGI TUMOR
Label :
Imunologi Tumor
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda :